“Bisa, Pak,” jawab Tiara, suaranya penuh semangat. “Saya siap kerja sekarang juga.”Pak Bima mengangguk. “Bagus. Marni, tolong panggil Susi, kasih tahu tugasnya ke Mbak Tara.”Marni memanggil Susi, pelayan senior berusia 40-an. Susi membawa Tiara ke ruang pelayan di lantai bawah, di mana ia diberi seragam: kemeja putih, rok hitam, dan celemek biru tua.Susi memperkenalkan Tiara pada 20 pelayan lain, pria dan wanita, yang bekerja di berbagai lantai. “Ini Tara, pelayan baru di penthouse,” kata Susi. Semua menyapa ramah, tapi Tiara hanya tersenyum tipis, fokus pada rencananya.Susi menjelaskan tugasnya yaitu menyapu, mengepel, membersihkan kamar, mengganti seprai, dan menyiapkan makanan jika diminta. Dan mungkin karena sekarang Mr Henri ada di sini, jadi akan pasti masak setiap hari.Tiara ditugaskan di penthouse, tempat keluarga Dupont tinggal. Hari itu juga, ia mulai bekerja, membersihkan ruang tamu besar dengan sofa kulit dan jendela kaca menghadap kota. Meski ia benci pekerjaan pelay
Malam itu, saat Tiara sedang memainkan ponselnya, sebuah pesan masuk dari nomor tak dikenal:[Mbak Tara, selamat, Anda diterima kerja di apartemen Dupont. Besok pukul 09.00 datang dengan pakaian rapi untuk bertemu Pak Bima.]Tiara tersenyum lebar, hatinya melonjak kegirangan. Rencananya untuk menyelinap ke kehidupan keluarga Dupont akhirnya membuahkan hasil. Ia memutuskan untuk mengurus pengunduran diri dari kafe nanti, karena pekerjaan di sana sudah lama membuatnya tidak betah gaji kecil dan pelanggan yang sering menyebalkan.Setelah membersihkan makeup penyamarannya dengan micellar water dan tisu basah, ia memeriksa rambut palsu dan kacamatanya, lalu tidur dengan pikiran penuh rencana.Pagi hari, pukul 06:30, Tiara terbangun oleh ketukan keras di pintu kosannya. Ia membuka pintu dengan wajah mengantuk, mendapati Ibu Wulan, pemilik kosan, berdiri dengan tangan di pinggang.“Tiara, mana uang kosan? Katanya mau bayar kemarin! Dari kemarin aku ke sini, kamu nggak ada!” bentak Ibu Wulan,
Tiara menelan ludah, melihat ukurannya yang cukup besar. Tiara merasa ragu untuk membukanya, tapi Pak Bambang mengangguk tersenyum agar segera membukanya.Secara perlahan, Tiara membukanya hingga menyembulah benda pusakanya pada wajah Tiara yang membuatnya terkejut.Pak Bambang tersenyum puas, "Aku sayang buka mulutmu, nikmati punya Abang."Tiara mulai menggenggam benda pusakanya, ukurannya sama seperti punya Raka tapi yang ini ada tiga tasbih di batangnya dan banyak urat. Tiara mulai membuka mulutnya, ukurannya yang besar jadi hanya bisa masuk sebagian saja. Karena Pak Bambang sudah sangat bernafsu, ia menekan kepalanya sampai benda pusakanya melesat masuk dalam sampai ke kerongkongannya."Uuoookkk," Tiara mulai muntah tapi Pak Bambang menahannya, hingga air liurnya menetes di lantai."Ayo sayang, buka mulutmu lebar-lebar! Ayo terus telan makin dalam, nikmati sayang, kamu suka kan?" tangan Pak Bambang menekannya cukup lama, hingga mengeluarkannya dan Tiara bisa bernafas lega."Pelan
Tiara sudah sibuk mempersiapkan diri untuk pertemuan penting dengan Pak Bambang sore nanti. Ia memutuskan untuk tidak menghapus makeup penyamarannya agar tak membuang waktu untuk berdandan ulang. Ia juga memeriksa rambut palsunya, memastikan jepitannya kuat agar tidak lepas, dan menyemprotkan setting spray pada wajahnya untuk menjaga makeup tahan lama. Tiara ingin penyamarannya tetap sempurna, tanpa celah yang bisa membongkar identitas aslinya sebagai mantan istri Raka.Untuk pertemuan dengan Pak Bambang, Tiara sengaja memilih pakaian yang lebih mencolok namun tetap sesuai dengan image “Tara Wijaya”, gadis polos yang sedikit genit. Ia memilih dress bodycon berwarna navy dengan potongan ketat yang menonjolkan lekuk tubuhnya, namun panjangnya sampai lutut agar tidak terlalu vulgar. Dress itu memiliki detail renda di bagian dada, menambah kesan seksi tapi elegan. Ia memadukannya dengan high heels hitam setinggi 5 cm untuk menonjolkan postur tubuhnya, dan jaket tipis abu-abu untuk menyeim
Untuk menguji, ia keluar kamar dan bertemu tetangga kosannya, Ibu Rina, yang sedang menyapu halaman. “Pagi, Bu,” sapa Tiara dengan suara lembut.Ibu Rina menoleh, tersenyum bingung. “Pagi… eh, Mbak siapa, ya? Baru pindah ke kos ini?”Tiara menahan tawa, “Iya, Bu, baru dateng. Kenalkan nama saya Tara.”Ibu Rina mengangguk, masih tampak bingung, lalu kembali menyapu. Tiara merasa senang penyamarannya berhasil. Ia memesan ojek online dan berangkat ke rumah Robi, membawa tas kecil berisi dokumen dan makeup tambahan untuk menjaga penampilannya.Pukul 11:00, Tiara tiba di rumah Robi ia mengetuk pintu, dan Robi, yang baru bangun dengan rambut gondrong acak-acakan dan kaus usang, membuka pintu. Matanya menyipit, menatap Tiara dari atas ke bawah. Penampilan Tiara benar-benar asing: blus putih yang rapi, rok midi abu-abu yang sopan, rambut bob cokelat yang lurus, kacamata putih yang besar, dan wajah dengan makeup minimalis yang membuatnya terlihat lugu. Bahkan caranya berdiri, dengan tangan dir
"Baiklah kalau begitu, tapi kamu harus membuatnya tampak seperti aslinya, agar mereka tidak ada yang curiga." kata Tiara, tidak punya pilihan.Robi tersenyum kecut, "Pilihan yang bagus, itu masalah gampang yang penting kamu harus melayaniku malam ini dan tidak boleh berhenti sebelum aku puas."Robi membuka seluruh pakaiannya, Tiara hanya bisa terdiam dan pasrah.Robi kembali mengatakan, "Aku ingin kamu melayaniku seperti saat kamu bersama Alex, aku suka cewek yang agresif."Pandangan Tiara menunduk, dia seperti sedang memikirkan sesuatu. Robi mulai mendekatinya, ia begitu sangat bernafsu tanpa terduga Tiara mendekati Robi dan mencium bibirnya dengan agresif.Robi tampak terkejut, "Wow, akhirnya kamu menunjukkan jati dirimu yang sebenarnya,"Robi membalas ciumannya, keduanya saling berciuman begitu sangat liar dan agresif. Suara kecupan bibir dan hembusan nafas yang memburu, membuat suara yang semakin membangkitkan hasrat.Tiara di dorong sampai ia terbaring di kasur, Robi merangkak da