Aku melirik ke kaca spion, tersenyum. “Iya, Nay. Kamu kayaknya mulai suka ya sama Tom?”Nayla memukul lenganku pelan dari belakang. “Ihh, Abang! Enggak, ihhh!”Mama Siska tertawa kecil, menggelengkan kepala. “Nayla, ayo nyanyi lagi jangan berhenti. Suaramu bagus, kok.”Ethan, yang memegang kamera, mulai merekam suasana di dalam van. “Alright, guys, let’s do an intro for the vlog!” katanya. Tom mengambil alih, memperkenalkan kami.“Hey, everyone! We’re on our way to Uluwatu with our new friends—Raka, Siska, and Nayla! They’re joining us for an epic adventure. Say hi!” Tom mengarahkan kamera ke kami.Aku melambai sambil fokus menyetir. “Yo, hati-hati di jalan!” kataku.Nayla tersenyum lebar, “Hi, guys! Excited banget buat Uluwatu!”Mama Siska menambahkan, “Hello, everyone. Let’s make this trip unforgettable!”Kami berhenti sejenak di sebuah warung makan di pinggir jalan untuk makan siang. Warung itu sederhana, dengan meja kayu dan pemandangan sawah hijau. Kami memesan nasi campur Bali d
Aku dan Mama Siska saling pandang, menahan senyum. Tom tampak seperti pemuda yang baik, dengan sikap sopan dan ramah. Aku diam-diam setuju kalau Nayla berpacaran dengan Tom—mereka terlihat cocok. Tom memperkenalkan teman-temannya: Jack, Liam, dan Ethan, semua bule dari Inggris. Ternyata, Tom adalah content creator dan influencer yang sedang membuat konten tentang Bali untuk media sosialnya.“Wanna join us? We’re heading to some cool spots around Kuta,” ajak Tom.Nayla melirikku, mencari persetujuan. Aku mengangguk. “Ayo, Nay. Seru kayaknya.”Kami bergabung dengan Tom dan teman-temannya, menjelajahi Kuta dan sekitarnya. Pertama, kami mampir ke *Warung Makan Wardani* untuk makan siang, memesan babi guling, sate lilit, ayam betutu dan masih banyak lagi. Tom dan teman-temannya terkesan dengan rasa autentik kuliner Bali, terutama sambal matah yang pedas. Nayla duduk di sebelah Tom, mengobrol tentang fotografi dan media sosial. Aku bisa melihat Nayla lebih ceria, matanya berbinar setiap kal
"Lu bisa saja, gua cuma rajin olahraga saja di rumah. Kalau dulu memang suka gym tapi sekarang sibuk kerja, lu sekarang tinggal di Bali?""Hebat lu bro, iya gue sekarang tinggal di Bali. Pokoknya habis lulus kuliah, gue ke Bali kan orangtua gue tinggal di Bali."Hingga kebab yang aku pesan sudah jadi, Mas bli nya menyerahkan kebab kepadaku, sambil tersenyum.“Terima kasih, bli,” kataku, menerima kantong plastik berisi kebab yang masih hangat.Sepertinya aku harus segera pulang. Aku menoleh ke Jefri, dia sedang merokok sambil duduk.“Jef, gue harus cabut dulu, nih. Lu tinggal di mana sekarang?”Jefri menyeringai, tangannya memegang botol air mineral. “Gue tinggal di Jalan Poppies II, Gang Bali Sandi. Tapi gue sering di pantai, bro, main selancar."“Ok, kalau gitu, sampai besok ya. Gue cabut dulu,” kataku, menepuk pundaknya.“Yoi, bro. Hati-hati!” balas Jefri, mengacungkan jempol.Aku berjalan cepat menuju *Bali Sands Inn*, tempat penginapanku, masih tidak menyangka bisa bertemu Jefri d
Aku genggam erat tangannya, aku ciumi leher dan telinganya. Angin malam dari pantai berhembus pada punggungku, tapi tubuh Mama Siska membuatku merasa hangat. Sebenarnya yang aku lakukan ini cukup berbahaya dan beresiko, takutnya tiba-tiba ada orang yang memergoki kita. Tapi juga membuatku merasa tertantang, justru membuatku semakin bernafsu. "Mau langsung apa mau pemanasan dulu sayang?" tanyaku."Terserah kamu aja, tapi sebaiknya langsung saja. Aku takut nanti ada orang, Mama tidak tenang." Mama Siska terlihat gelisah."Tenang saja, pasti aman. Kalau yang aku dengar, justru banyak yang berhubungan intim di pantai seperti ini. Yang penting, tetap aman."Aku turun pada bagian buah dadanya, aku remas memutar lalu aku kenyot dengan kuat membuat Mama Siska bergelinjang. Aku mainkan lidahku pada pentilnya, aku gigit kecil dan kembali aku kenyot.Selanjutnya aku turun lagi ke bawah, aku hirup dan aku jilat perutnya dan tubuhnya kembali menggelinjang. Kemudian menjalar ke bawah lagi, sampai
Pantai Kuta menyambut kami dengan pasir putih lembut, ombak yang bergulung pelan, dan langit biru cerah. Di kejauhan, peselancar beraksi di atas ombak, sementara pedagang asongan menawarkan gelang, kain pantai, dan kelapa muda. Aroma laut bercampur dengan wangi kelapa bakar dari warung-warung di pinggir pantai. Nayla langsung melepas sandalnya, berlari ke tepi air, dan berteriak kegirangan saat ombak kecil menyapu kakinya.“Bang, Ma, lihat ini! Keren banget!” serunya, memercikkan air ke arahku."Awas ya, Abang akan balas."Aku tertawa, melepas kausku dan bergabung dengannya. Mama Siska memilih duduk di bawah payung sewaan, menikmati angin sepoi-sepoi sambil mengawasi kami.“Kalian jangan jauh-jauh hati-hati, ya!” pesannya, tersenyum."Siap Ma, tenang aja." kata Nayla melambaikan tangan.Setelah puas bermain di pantai, kami memutuskan mencari tempat makan siang. Kami memilih warung makan tepi pantai bernama *Warung Merta*, dengan pemandangan langsung ke laut. Meja-meja kayu diletakkan
Pagi di penthouse terasa cerah, sinar matahari menyelinap melalui jendela kaca besar, menerangi ruang tamu dengan cahaya lembut. Aku bangun lebih awal, melakukan peregangan ringan di kamar untuk membangunkan tubuh. Setelah mandi di kamar mandi marmer dengan pancuran air hujan yang menyegarkan, aku mempersiapkan diri untuk liburan ke Bali. Aku memilih pakaian kasual: kaus putih, celana jeans, dan sepatu sneakers. Di kamar, aku memeriksa tas travel yang sudah kusiapkan semalam: beberapa pakaian, kamera, charger, dan dokumen penting seperti KTP dan tiket pesawat yang sudah kubeli secara online. Aku sengaja membawa barang secukupnya, ingin liburan ini terasa sederhana meski tabunganku cukup untuk gaya hidup mewah.Namun, alih-alih sarapan di penthouse dengan hidangan mewah dari pelayan, aku memutuskan untuk makan di apartemen Mama Siska. Aku ingin memulai hari ini bersama mereka, merasakan kehangatan keluarga sebelum perjalanan. Aku menghubungi Pak Herdi, memintanya menjemputku dan langsu