Kondisi Ahmad Yafiq yang belum kondusif menyebabkan keluarga Latief cemas. Ivan terpaksa meminta Hadrian langsung datang ke rumah sakit agar bisa didengar kesaksiannya.
Ahmad Yafiq tidak memercayai penjelasan Zaara, Maia dan Desya. Pria tua ingin mendengar langsung penuturan dari Hadrian yang dianggap sebagai saksi kunci peristiwa tersebut.
Zaara dan kedua sahabatnya duduk berderet di sofa panjang, berdampingan dengan Shurafa. Emilia masih merajuk hingga mengabaikan putri bungsunya yang sejak kemarin sudah merengek memohon ampunan.
Perempuan tua berjilbab krem menunggu kedatangan Hadrian dengan tidak sabar. Dia merasa kesal pada sahabat putranya yang dianggap menutupi rahasia Zaara. Walaupun Emilia tidak memercayai ucapan penelepon misterius tentang perilaku putrinya, tetap saja dia ingin mengetahui kebenaran yang sesungguhnya.
Puluhan menit terlewati, Hadrian telah tiba bersama Alvaro, Kirman dan Chairil. Mereka berdiskusi dengan para bos, kemudian Ivan mengajak Hadrian dan Kirman memasuki ruang perawatan.
Shurafa menarik tangan Zaara untuk ikut masuk. Sementara Virendra mengajak Tio dan Alvaro serta Heru untuk turut mendengarkan penjelasan Hadrian, sekaligus menenangkan keluarga Latief.
Kendatipun tubuh masih lelah akibat perjalanan jauh, Hadrian berusaha tetap tenang. Dia mendengarkan percakapan Ivan dan Emilia, kemudian menegakkan badan saat dipanggil keduanya untuk mendekati Ahmad Yafiq.
"Jelaskan sesuai versimu, Ian," pinta Ivan.
Hadrian menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya sekali waktu, kemudian dia memulai runutan peristiwa dari kejadian di restoran, hingga Zaara terpaksa menginap di unitnya.
Ahmad Yafiq memandangi pria muda berhidung mancung yang masih mengoceh. Kemudian dia mengalihkan pandangan pada putri bungsunya yang berdiri di ujung ranjang.
"Penelepon misterius, bisa dipastikan adalah Leroy atau orang suruhannya. Karena ponsel Zaara tertinggal di mobilnya dan sampai sekarang belum dikembalikan ke Zaara," ungkap Hadrian.
"Ayah dan Ibu, dimohon untuk tidak memercayai penelepon itu. Banyak saksi yang menjelaskan situasi di restoran dan juga di gedung apartemen, jika saya dan Zaara tidak hanya berdua," jelas Hadrian.
"Terus terang, Yah, Bu, saya kecewa kalau ternyata usaha saya buat menyelamatkan Zaara, justru diputarbalikkan sebagai perbuatan buruk oleh pelaku kejahatan sebenarnya, yaitu Leroy."
"Kalau memang saya dan Zaara ingin berbuat hal yang melanggar norma agama, buat apa jauh-jauh ke Singapura? Di sini juga bisa. Kapan pun kami mau bersama, langsung dilaksanakan."
"Saya hanya ingin menyelamatkan kehormatan Zaara. Kalau nggak, saya pasti nggak akan peduli dan pura-pura nggak lihat dia di restoran itu. Saya juga nggak mau tahu apa yang akan terjadi padanya, setelah berhasil dikasih obat atau apalah itu oleh Leroy."
Selama beberapa saat suasana hening. Ahmad Yafiq memanggil Ivan yang segera merunduk untuk mendengarkan ucapan ayahnya. Pria yang lebih muda manggut-manggut, kemudian Ivan menegakkan tubuhnya sambil memandangi Hadrian.
"Ayah mau bicara berdua denganmu. Kami tunggu di luar," ucap Ivan.
Hadrian mengangguk mengiakan. Dia menunggu semua orang keluar, kemudian dia bangkit dan duduk di tepi ranjang. Hadrian membungkuk untuk mendengar perkataan Ahmad Yafiq yang berupa bisikan, kemudian dia mengangguk paham.
"Ya, Yah. Aku siap," jawab Hadrian. "Kita tunggu sampai kasus ini selesai," lanjutnya yang dibalas anggukan lelaki tua.
"Makasih, sudah menjaga Zaara," bisik Ahmad Yafiq.
"Sama-sama." Hadrian memaksakan senyuman, kemudian dia memgangi tangan sang pasien. "Ayah harus segera sembuh. Sebentar lagi Kak Shurafa akan melahirkan. Pasti seru, cucu Ayah bertambah," ungkapnya.
Ahmad Yafiq mengangguk lemah. Dia balas menepuk tangan Hadrian, kemudian meminta keluarganya dipanggil. Pria bermata besar berdiri dan jalan keluar. Hadrian memanggil Ivan untuk menjelaskan permintaan ayahnya.
Kala keluarga Latief memasuki ruang perawatan, Hadrian berpindah ke kursi dan memaksa duduk di antara Alvaro serta Yanuar. Kemudian dia menunduk sambil meremas-remas rambutnya.
"Aku sudah bicarakan tentang Leroy pada Mas Elkaar. Dia sedang menghubungi temannya di sana," cakap Alvaro.
"Pengacara PG juga sudah menghubungi Pak Margus dan menyatakan akan membantu mengawal kasus ini sampai tuntas," terang Tio yang berada di kursi seberang bersama Heru dan David.
"Kalian tahu? Aku nyesal nggak matiin aja itu si lemot!" geram Hadrian yang menyebabkan rekan-rekannya tersenyum.
"Santai, Ian. Nanti kita balas kerjain dia," cakap Baskara, yang berada di kursi sebelah kiri bersama Tristan dan Dante.
"Kamu sudah dapat gambar botolnya?" tanya Heru.
"Belum, Mas. Gara-gara diperiksa berjam-jam di kantor polisi, aku sampai lupa nyarinya," terang Hadrian.
"Kalau sudah hilang capeknya, cari dan kirim gambarnya ke Mas Ben," cetus Dante. "Setelah itu, kita jalankan rencana B," lanjutnya yang mengejutkan Hadrian.
"Rencana B, apaan?"
"Yang tadi itu, ngerjain si lemot. Kita balas dengan cara yang sama."
"Aku nggak paham."
"Biar Varo yang jelasin."
Hadrian menoleh ke kanan untuk mengamati pria berparas separuh luar negeri yang tengah mengutak-atik ponselnya. "Var, kumaha?" desaknya.
"Ringkasnya, kita bikin settingan yang hampir sama, tetapi di tempat berbeda. Zaara sudah setuju untuk memancing si lemot itu. Selanjutnya, bagian aktris kita yang turun buat menjebak Leroy lemot," ungkap Alvaro.
"Aktris? Siapa?"
"Besok siang kita ketemu sama orangnya."
*** Hari berganti hari. Hadrian kembali disibukkan dengan pekerjaan. Niatnya untuk pulang ke Bandung harus ditunda sampai batas waktu yang tidak bisa ditentukan. Meskipun ibunya merajuk karena Hadrian tidak kunjung datang, pria berbibir tipis tetap kukuh berada di Jakarta.Setiap siang Hadrian akan menelepon Margus untuk mencari tahu informasi terkini. Selain itu dia juga menyabarkan diri buat menunggu hasil penyelidikan Elkaar.
Sore itu, Alvaro menghubungi Hadrian dan mengajaknya bertemu. Pria bermata besar segera mengemasi meja kerja, kemudian dia berdiri dan jalan keluar.
Sekian menit berikutnya, mobil MPV hitam meluncur di jalan raya yang dipenuhi kendaraan berbagai jenis. Hadrian mengemudi sambil bersenandung mengikuti lagu dari radio.
Sekali-sekali dia akan mengetuk-ngetukkan jemari pada setir, atau memerhatikan sekeliling. Kala melintasi perempatan, Hadrian nyaris menabrak motor yang memotong jalur. Dia menekan klakson sambil mengumpat dalam bahasa Sunda, sebelum melanjutkan perjalanan sembari menggerutu.
Sesampainya di tempat tujuan, Hadrian memarkirkan kendaraan berdampingan dengan dua mobil Jeep hitam. Kemudian dia keluar dan menutup pintu, lalu menekan remote untuk mengunci kendaraan.
Sekian menit berlalu, Hadrian telah berada di ruang kerja komisaris PBK, bersama Alvaro, Wirya, dan Yanuar. Mereka mendengarkan penjelasan perwira polisi bernama Elkaar, sambil memperhatikan foto-foto Leroy dan keluarga Cheng, yang telah diambil rekan Elkaar di Singapura.
"Berarti rencana kita bisa dilanjutkan. Tentu saja dengan bantuan kepolisian," ungkap Alvaro, sesaat setelah Elkaar menuntaskan ucapan.
"Tetap harus berhati-hati, Var. Karena lawan kita orang berpengaruh," jelas Elkaar.
"Rencana kita sepertinya harus disempurnakan lagi," usul Wirya.
"Kalian aja yang mikir, ya. Kepalaku penuh," tukas Yanuar.
"Kamu kapan kosongnya itu otak?" tanya Hadrian.
"Si bule, noh. Nambah kerjaanku terus," cakap Yanuar.
"Gue harus begitu, supaya beban Wirya dan Zulfi berkurang," balas Alvaro. "Dari semua petinggi BPAGK, elu yang paling nyantai. Jadi elu yang tanggung kerjaan kedua Bapak itu, karena mereka lagi sibuk ngurus proyek di Eropa," selorohnya.
"Bang, mending tambah satu direktur dan satu manajer lagi," rengek Yanuar.
"Direktur kagak nambah. Justru gue berencana narik semua pengawal. Buat BPAGK serahkan pada pegawai non ajudan." Alvaro mengalihkan pandangan pada Wirya, kemudian dia berkata, "Wirya bentar lagi juga stop jadi dirut BPAGK. Tugasnya digantikan Zulfi, sambil nunggu Hisyam pulang."
"Oh, sudah pasti Hisyam yang jadi dirut tahun depan?"
"Yoih."
"Sekarang, gue berarti pegang kerjaan dobel?"
"Triple. PB, PBK dan BPAGK."
"Gaji gue naikin, Bang."
"Entar gue rembukin sama Ayah, Babah dan Mas Tio."
"Plus bonus."
"Hmm."
"Akhir tahun gue mau liburan ke Kanada. Kangen sama Mas Ben. Dan elu yang ngongkosin."
"Yan, kita duel aja, yok!"
"Elu mau peluk dan gendong gue ala bridal, kan?"
"Iye. Habis itu gue lempar elu ke jurang. Gelindingin sampai nabrak bebatuan cadas yang mencabik-cabik badan elu!"
"Uww. Co cuit!"
60Jalinan masa terus bergulir. Kehidupan rumah tangga Hadrian dan Zaara kian harmonis. Setiap minggu pertama dan kedua, mereka akan menetap di Bandung.Bila Hadrian bekerja di restorannya ataupun melakukan rapat dengan teman-teman PG dan PC yang bermukim di Kota Bandung, maka Zaara juga menyibukkan diri dengan belajar memasak pada Ana.Seperti pagi itu, seusai sarapan, Zaara berpamitan pada asisten rumah tangga. Dia mengajak Indriani untuk bergegas ke kediaman sang mertua.Setibanya di tempat tujuan, ternyata di sana sedang ramai ibu-ibu sekitar yang dikaryakan Ana, bila kebetulan tengah mendapatkan orderan katering besar."Bu, siapa yang mesan katering?" tanya Zaara, seusai menyalami mertuanya dengan takzim."Mamanya Reinar. Nanti sore, ada pengajian di rumahnya," jelas Ana sembari melanjutkan memotong bolu ketan hitam.Zaara tertegun sesaat, kemudian dia menggeleng pelan. "Aku lupa acara itu. Padahal Karen sudah ngundang di grup.""Kita berangkat sama-sama. Ibu sekalian mau ketemu m
59Mobil-mobil lainnya muncul dari belakang. Wirya meneriaki Kirman agar menambah kecepatan mobil. Hal serupa juga dilakukan keempat sopir lainnya. Gibson dan Cedric yang berada di mobil paling belakang, menarik senapan laras panjang dari bawah. Mereka mengintip dari pintu kanan dan kiri, yang kacanya telah terbuka sepenuhnya. Rentetan tembakan diarahkan Gibson dan Cedric ke deretan mobil-mobil di belakang. Fabian yang menjadi sopir, melakukan manuver zig-zag yang sering dilstihnya bersama teman-teman pengawal lainnya. Banim yang berada di samping kiri sopir, mendengarkan penjelasan Wirya melalui sambungan telepon jarak jauh. Banim manggut-manggut, sebelum memutuskan panggilan. "Bang, dirut minta kita maju," tukas Banim. "Ke mana?" tanya Fabian. "Paling depan. Bang Kirman mundur, karena Pak Tio mau jadi koboi." Fabian mengulum senyuman. Sebagai salah satu pengawal lama, dia mengetahui jika Tio sangat ingin bisa mempraktikkan ilmu menembaknya secara maksimal. Fabian menambah ke
58Pagi menjelang siang, kelompok pimpinan Kirman tiba di rumah sakit swasta terkenal di Singapura. Syuja, Gibson dan Dimas tetap berada di mobil. Sementara Loko, Michael dan Cedric menunggu di lobi, bersama lima anak buah Jeremy Cheng. Di ruang perawatan VVIP, Hadrian berbincang dengan Stefan dan Gerald Cheng. Sebab Leroy masih kesulitan untuk berbicara panjang, dia meminta kedua saudaranya untuk menyampaikan maksudnya pada sang tamu. Hadrian membaca surat permohonan izin yang telah dibuat tim kuasa hukum keluarga Cheng. Hadrian mendiskusikan hal itu dengan Tio, Dante dan Baskara, sebelum menandatangi surat itu. "Terima kasih atas bantuannya," tutur Stefan, sesaat setelah Hadrian memberikan lembaran asli surat itu padanya. Sementara salinannya dititipkan pada Tio. "Kembali kasih," jawab Hadrian. Dia memandangi pria bermata sipit yang sedang duduk menyandar di ranjang. "Cepat pulih, Leroy. Tuntaskan hukumanmu. Baru lanjutkan bisnis dengan cara yang lebih baik," ungkapnya. Leroy m
57*Grup Pasukan Penjaga Wirya*Zulfi : Astagfirullah. Grup naon deui, iyeuh?Haryono : Aku ada di mana?Yoga : Kaget aku. Logonya foto Wirya.Andri : Kayak masih muda di foto itu.Yanuar : Memang masih culun dia. Baru lulus diklat satpam.Alvaro : @Kang Ian, nemu di mana itu foto?Hadrian : Aku nyomot dari IG-nya Wirya, @Varo.Wirya : Loh, kok, ada fotoku di situ?Hadrian : Sesuai nama grup, @Wirya.Tio : Aku sampai bolak-balik ngecek. Kirain salah grup.Dante : Aku ngakak baca nama grupnya.Baskara : Tapi, memang benar, sih. Wirya harus punya pasukan bodyguard khusus.Linggha : Saya sampai bingung. Tiba-tiba ada di grup ini.Bryan : Orang Indonesia. Bisa nggak, grup chatnya off dulu? Di sini sudah jam 1 malam.Hadrian : Belum tidur, @Mas Bryan?Bryan : Aku baru nyampe rumah. Capek banget.Benigno : Habis dari mana, @Mas Bryan?Bryan : Chairns. Bareng Jourell.Alvaro : Jourell dan Mas Keven invited juga ke sini. Mereka bodyguardnya Wirya kalau lagi dinas di Australia sama New Zealan
56Alunan musik instrumental terdengar di dalam kamar bernuansa putih dan abu-abu. Dari keremangan cahaya lampu sudut, terlihat sepasang insan yang sedang dimabuk kepayang. Lenguhan terdengar bergantian dari mulut mereka, mengiringi gerakan konstan yang dilakukan bersama. Tanpa memedulikan keringat yang keluar dari pori-pori kulit, keduanya melanjutkan percintaan dengan semangat. Berbagai gaya mereka lakukan untuk mendapatkan sensasi berbeda. Sekali-sekali bibir mereka menyatu dan saling mengisap. Pagutan kian dalam saat sudah hampir tiba di ujung pendakian. Pekikan perempuan berambut panjang menjadikan lelakinya menambah kecepatan. Kemudian mereka saling mendekap dan mengeluarkan seluruh cinta, sembari menjerit tertahan. Selama beberapa saat keduanya masih berada dalam posisi yang sama. Kala Hadrian menarik diri, Zaara mengusap dahi suaminya yang berpeluh tanpa rasa jijik sedikit pun. Hadrian menunduk untuk mengecup bibir sang istri. Namun, Zaara justru menarik leher lelakinya
55Langit biru Kota Jakarta, siang itu terlihat cerah. Udara kian menghangat seiring dengan bertambahnya waktu. Menjadikan banyak orang memutuskan untuk tetap berada di dalam ruangan, daripada beraktivitas di luar. Hadrian masih terdiam di kursinya. Tatapan lurus diarahkan lelaki berkemeja biru muda, pada pigura besar di dinding yang menampilkan foto pernikahannya dengan Zaara. Pria berhidung bangir baru saja usai dihubungi Margus melalui sambungan telepon jarak jauh. Sang pengacara menerangkan keinginan keluarga Cheng, agar Hadrian dan Zaara bersedia datang mengunjungi Leroy. Kondisi musuhnya itu menimbulkan keprihatinan Hadrian. Namun dia masih meragukan niat baik Leroy untuk berdamai. Bisa saja itu hanya akal-akalan pihak lawan, demi memuluskan jalan Leroy berangkat ke Amerika untuk berobat. Hadrian akhirnya menelepon sahabatnya dan menerangkan semua cerita Margus. Hadrian meminta pendapat pria tersebut, yang langsung mengajaknya bertemu. Puluhan menit terlewati, Hadrian yang