Compartir

Halusinasi?

Autor: ORI GAMII
last update Última actualización: 2025-12-14 20:42:08

Di dalam kamar, Amanda tampak terburu-buru mencium bibir Eric. Hasrat yang lama ia pendam akhirnya menemukan jalannya ketika bibir mereka bertaut.

Ia telah menunggu lama momen ini, bahkan sejak sebelum wisuda kelulusan mereka. Tapi selama ini, Amanda memilih diam dan mengubur keinginan itu. Ia tahu Eric hanya menganggapnya teman, dan ia tak ingin merusak batas itu.

Namun kini semuanya terasa berbeda. Pertemuan mereka kembali membuka ruang yang dulu tertutup. Cara Eric menatapnya, caranya bersikap, semuanya memberi keyakinan baru.

Amanda percaya, kali ini Eric menerimanya.

Tangannya bergerak perlahan, membuka satu per satu kancing kemeja Eric seiring ciuman mereka yang kian panas dan menuntut. Nafas mereka mulai tak beraturan, bahkan jarak yang tersisa terasa semakin sempit.

Setelah kemeja itu terlepas, dengan gerakan cepat dan penuh keberanian, Amanda mendorong tubuh Eric hingga lelaki itu jatuh terlentang di atas kasur.

Eric sempat terkejut. Alisnya terangkat sesaat sebelum dengusan
Continúa leyendo este libro gratis
Escanea el código para descargar la App
Capítulo bloqueado

Último capítulo

  • Tergoda Teman Papa    Hamil

    Louisa memejamkan mata erat. Mungkin sudah lima menit ia menunggu, dengan test pack masih digenggam di tangannya. Jujur saja, ada ketakutan yang bercampur dengan harapan, dan keduanya sama-sama tak bisa ia abaikan. Di luar kamar mandi, Bricia dan Feli menunggu dengan gelisah. Pintu sengaja ditutup rapat. Louisa tak mengizinkan siapa pun masuk. "Kalau hasilnya positif, berarti aku memang ditakdirkan sepenuhnya untuk Eric," ucapnya pasrah. Beberapa detik berlalu. Louisa menarik napas panjang, lalu membuka matanya perlahan. Ia menyipit, seolah menunda kenyataan agar tak langsung menabraknya. Namun saat matanya terbuka sempurna, Louisa refleks menutup mulutnya. Matanya membelalak, dan tubuhnya membeku oleh rasa syok. “Briciaaa!!” teriaknya kencang. Pintu kamar mandi langsung terbuka. Bricia berlari masuk, napasnya memburu, lalu berhenti tepat di depan Louisa yang masih duduk di atas closet dengan tangan gemetar dan wajah yang tak mampu menyembunyikan apa pun lagi. “Gima

  • Tergoda Teman Papa    Test pack

    “Loui… kamu nggak apa-apa?” Eric refleks mengurut tengkuk Louisa. Gerakannya pelan dan hati-hati, berharap bisa meredakan mual yang masih membuat tubuh Louisa gemetar. Mendengar suara muntah, Bricia dan Feli langsung berlari mendekat. Wajah keduanya sama-sama pucat oleh rasa khawatir. “Kenapa, Pa?” tanya Bricia cepat. Ia langsung menggantikan tangan Eric di tengkuk Louisa, dan mengusapnya perlahan. “Papa juga nggak tahu,” jawab Eric jujur. “Tiba-tiba Louisa mual, terus muntah.” Bricia tak menanggapi lagi. Fokusnya hanya satu, terus mengurut tengkuk Louisa dengan gerakan lembut dan menenangkan. Napas Louisa masih terengah. Ia membilas mulutnya dengan air, lalu menegakkan tubuh perlahan. Namun begitu pandangannya bertemu dengan Eric, gelombang mual itu kembali datang begitu saja. Entahlah. Tadi rasanya tidak seperti ini. Semua datang terlalu tiba-tiba. “Hhmp…” Louisa kembali menutup mulutnya saat matanya bertabrakan dengan mata Eric. Ia mencondongkan tubuh sedikit, lalu

  • Tergoda Teman Papa    Firasat

    Dengan langkah lemah, Eric maju. Ia bahkan tak memedulikan tabung infus yang terseret di lantai, menimbulkan suara lirih yang mengganggu pendengaran. Tujuannya hanya satu, ia ingin mendekat pada Louisa.“Loui…” panggilnya pelan. Entah suaranya sampai atau tidak. Eric terus melangkah, dengan satu harapan sederhana Louisa akan berlari menghampirinya, memeluknya erat, seperti dulu.Namun Louisa tetap berdiri di tempatnya. Dadanya naik turun perlahan. Sesekali ia menelan ludah, jelas ragu, antara ingin mendekat atau justru melangkah mundur.Bricia menangkap momen itu. Tanpa berkata apa-apa, ia menoleh ke Feli dan Harry. Tatapannya memberi isyarat, mereka harus menyingkir. Feli mengangguk pelan. Harry pun paham.Ketiga orang itu segera menjauh tanpa suara, meninggalkan Eric dan Louisa berdua saja dengan jarak yang tinggal beberapa langkah. Namun terasa seperti berkilo-kilo meter. Langkah Eric akhirnya terhenti di saat jarak makin mengikis. Ia menatap Louisa dengan sorot sendu, penuh rind

  • Tergoda Teman Papa    Louisa... kamu kah itu?

    Pelan, Eric membuka matanya. Ia kembali memejam, menyesuaikan cahaya yang menyusup ke retinanya.Namun saat satu ingatan menghantam, Eric mendadak membuka mata lebar dan langsung terduduk. Dadanya naik turun. Pandangannya menyapu sekeliling, mencari satu sosok yang tadi sempat ia lihat.“Louisa…” gumamnya.Tapi, ruangan di sekitar kosong. Tak ada siapapun. Hanya selang infus yang kembali tertancap di tangannya.Eric menghela napas berat. “Jadi tadi cuma halusinasi… atau Louisa benar-benar pulang?”Ia berusaha turun dari ranjang, berniat keluar memastikan sendiri. Tapi rasa pusing kembali menghantam, membuat kepalanya berdenyut dan langkahnya tertahan.Suara pintu terbuka terdengar, Bricia masuk membawa semangkuk sop hangat. Ia mendekat ke ranjang lalu meletakkannya di meja kecil di samping Eric.“Makan dulu, Pa,” ucapnya tenang.Sebelum menerima mangkuk itu, Eric menatap putrinya. “Tadi… kamu lihat Louisa?”Bricia mengerutkan kening, berpura-pura bingung. “Louisa? Bukannya dia sudah

  • Tergoda Teman Papa    Pingsan

    “Kalian pacaran?”Feli langsung melotot. Tangannya bergerak heboh sebagai bentuk penyangkalan.“Nggak! Nggak, Pa. Bukan gitu,” Feli buru-buru menjelaskan, tapi justru disambut tawa Bricia.“Kami cuma rekan kerja,” timpal Harry cepat. Nada suaranya ikut panik mendengar kesimpulan Eric.“Rekan kerja?” Mata Eric makin menyelidik, sorotnya jelas seperti ayah yang sangat protektif. “Sejak kapan Feli kerja bareng kamu?”“Bukannya kamu kerja di bawah tangan Andrew?” lanjut Eric tanpa memberi jeda. “Terus, gimana ceritanya kalian bisa jadi rekan kerja?”Eric terus mencecar. Ia benar-benar heran, selama ini ia tak tahu Feli dekat dengan Andrew, apalagi dengan Harry. Sejak kapan Feli bekerja dengan pria itu? Dan sudah sejauh apa hubungan mereka sebenarnya?“Pa… oke, nanti aku jelasin. Tapi nggak di sini juga,” putus Feli. Tak mungkin ia menjelaskan panjang lebar soal bagaimana ia bisa bekerja bersama Andrew, sementara mereka masih harus foto bersama dan bersiap pulang.“Nggak mau. Papa pengin d

  • Tergoda Teman Papa    Kalian pacaran?

    Pagi ini, kediaman Eric sudah ramai. Lennon datang untuk memeriksa Eric sekaligus mencabut selang infus di tangannya, sementara Bricia dan Feli sibuk dirias oleh penata rias yang sengaja Eric sewa.Awalnya, Louisa yang menawarkan diri mendandani keduanya. Tapi sejak Louisa pergi, Eric memilih menyewa penata rias agar hasilnya lebih maksimal dibanding kalau Bricia dan Feli melakukannya sendiri.“Jangan terlalu banyak pikiran, Eric. Kamu tahu kan, asam lambungmu gampang naik kalau stres berlebihan,” Lennon mengemasi barangnya sambil mengomel pada sepupunya.“Kalau kamu mati sekarang, kasihan Bricia,” tambahnya.“Sialan!” Eric berdecak. “Siapa juga yang mau mati sekarang.”Setelah perlengkapan pemeriksaan masuk ke dalam tasnya, perhatian Lennon kini tertuju penuh pada Eric. Ia menatap sepupunya dengan keyakinan penuh.“Saat Louisa baru beberapa tahun awal di sini, bukankah aku sudah bilang, kamu harus menikahinya? Kalau kamu tak punya perasaan sama sekali, tak mungkin kamu membiarkan dia

Más capítulos
Explora y lee buenas novelas gratis
Acceso gratuito a una gran cantidad de buenas novelas en la app GoodNovel. Descarga los libros que te gusten y léelos donde y cuando quieras.
Lee libros gratis en la app
ESCANEA EL CÓDIGO PARA LEER EN LA APP
DMCA.com Protection Status