Seketika Damar merasa ketakutan, takut jika sampai buka suara pada dokter Alia. Bagaimana pun Damar belum siap jika perbuatannya tadi malam harus terungkap.
"Sayang, bagamana keadaan mu?" tanya Dokter Alia pada Wulan."Sudah lebih ba-ik." Wulan menjawab dengan nada terbata. Namun, tatapannya seketika berubah kala melihat Damar ada dihadapannya. Wanita itu sepertinya ketakutan melihat kehadiran Damar. Tubuhnya seketika bringsut, wajahnya tertunduk. Wulan benar-benar ketakutan saat ini."Lan, kamu kenapa? ujar Damar seraya mendekat pada Wulan."Akhh! Tidak!" Wulan menjerit ketakutan dan kembali jatuh pingsan."Wulan!""Lan!"Dokter Alia dan Damar sontak berteriak. Mereka begitu kaget melihat Wulan yang kembali pingsan. Dokter Alia semakin dibuat penasaran ketika melihat reaksi Wulan saat Damar baru saja hendak menyentuh tangannya. Sungguh Wulan seperti mengalami trauma yang cukup dalam."Kita bawa Wulan ke rumah sakit sekarang Mar," ujar dokter Alia mengintruksikan Danar untuk membawa Wulan ke rumah sakit."Baik Aunty." Damar mengangguk seraya menggendong tubuh sang adik dan membawanya ke rumah sakit.Wulan akhirnya dibawa kerumah sakit. Wanita berparas cantik itu langsung mendapat pertolongan. Damar membawa Wulan ke IGD dan terus menunggu Wulan disana. Sungguh pria itu benar-benar tak menyangka jika hal ini akan terjadi. Sementara, dokter Alia menatap nanar kearah Damar. Dokter Alia menelisik Damar yang tengah tertidur dengan posisis duduk di samping ranjang Wulan. Dengan wajah yang tertelungkup di bawah tangannya.Dokter Alia yang tadinya berniat menghubungi Tuan Aditama dan Nyonya Laura. Namun, ia urungkan sebab Damar sudah mengatakan jika dia sendiri yang akan menghubungi orang tuanya. Bagaimana pun dokter Alia adalah orang luar, tentu saja ia masih tahu diri, dan menghargai permintaan Damar.Jam sudah menunjukan pukul 23.45, Wulan akhirnya tersadar dari pingsannya. Wanita itu perlahan mulai membuka mata. Wulan merasakan ada seseorang yang menggenggam tanganny. Wanita berparas cantik itu langsung melihat ke arah samping.Wulan langsung tersentak saat mengetahui jika ternyata orang yang menggenggam tangannya adalah Damar. Spontan Wulan, langsung menarik tangannya dari genggaman Damar. Membuat pria itu langsung terbangun dari tidurnya."Lan," Panggil Damar pada Wulan yang terlihat kembali beringsut dan ketakutan."Lan, tolong jangan begini. Kakak minta maaf Lan, sungguh kakak tidak sengaja, kakak khilaf Lan, maafin Kakak." Damar memohon kepada Wulan untuk memanfaatkan perbuatannya."Ka-kak jahat! Tolong Kak tinggalin Wulan sendiri," ujar Wulan mengiba dengan raut wajah ketakutan pada sang Kakak."Lan, tapi kakak mau jagain kamu—""Kak Damar! Tolong tinggal aku sekarang!" Wulan berteriak semakin kencang meminta Damar keluar dari ruang rawat inapnya."Ok, Kakak keluar tapi, kakak akan kembali lagi dan kakak mohon setelah kakak kembali kita bicarakan ini baik-baik ok," ujar Damar kemudian melangkah pergi. Pria itu mencoba memberi ruang untuk sang adik menenangkan diri.Damar yakin setelah ini, Wulan bisa ia ajak bicara. Biar bagaimanapun hal ini benar-benar harus dibicarakan serius antara mereka berdua. Sebelum Papah dan Mamahnya pulang dari luar kota.Sepeninggal Damar, wulan terduduk menekuk lututnya sendiri. Wanita itu kembali menangis meratapi nasib sialnya. Puas menangis Wulan kemudian menghapus air matanya dan bertekad menghadapi semua masalah yang tengah menimpanya. Termasuk menghadapi Damar, ia harus tegas dan meminta pertanggung jawaban dari pria itu.Bersamaan dengan itu Damar pun perlahan melangkah kembali keruangan Wulan. Pria itu masuk ke dalam ruang rawat inap Wulan. Terlihat disana Wulan tengah duduk melipat kakinya, kali ini tak ada penolakan atau pengusiran dari Wulan.Meski tak satu pun kata keluar dari bibir wanita itu. Damar tahu betul jika Wulan saat ini sudah lebih baik. Inilah waktu yang tepat bagi Damar untuk berbicara dari hati ke hati."Aku mau bicara Kak," ucap Wulan tiba-tiba. Dengan nada dingin, wanita itu berucap tanpa mengalihkan pandangannya. Wulan memasang wajah datarnya dan terus menatap kedepan dengan tatapan kosong."Iya Lan, kita memang perlu bicara." Damar tersenyum tipis kemudian perlahan mulai mendekati Wulan. Damar kemudian mendudukan dirinya di kursi samping ranjang Wulan. "Lan, pertama kakak mau minta maaf, sungguh kakak saat itu tidak sadar, kakak khilaf Lan," ucap Damar seraya tertunduk. Pria itu benar-benar menyesali perbuatannya tadi malam."Kak, apa dengan minta maaf kehormatanku bisa kembali? Apa dengan maaf kakak, aku bisa minta kembali kesucianku?" Wulan menjawb tegas seraya menatap tajam Damar yang duduk di sampingnya."Lan Kakak ....""Kakak apa?""Kakak benar-benar menyesal,""Kakak menyesal! Minta maaf! Sekarang aku tanya, apa semua itu bisa mengembalikan kesucianku! Apa bisa mengembalikan kehormatanku!" teriak Wulan mengulang kata-katanya.Wanita itu hanya ingin Damar mengatakan dia akan bertanggung jawab. Tapi apa, Damar hanya terus berucap maaf dan menyesal. Sungguh, bukan itu yang Wulan harapkan. Semua memang sudah terjadi tapi, apakah tidak ada niat Damar untuk bertanggungjawab. Apa Wulan tidak berhak meminta pertanggung jawaban dari Damar?Saat ini hati Wulan terasa begitu sakit. Ketika Damar hanya berucap kata maaf, maaf dan menyesal. Kini suasana menjadi hening, baik Damar maupun Wulan, tak ada yang saling bicara. Mereka sibuk dengan pemikirannya masing-masing."Lan," panggil Damar setelah beberapa saat pria itu terdiam. Sementara, Wulan tersentak saat Damar kembali memanggilnya. Wanita itu berharap kali ini Damar mengatakan apa yang ia harapkan."Lan, sekali lagi kakak minta maaf, Kakak benar-benar minta—""Bagaimana jika aku hamil?" Wulan langsung memotong perkataan Damar. Wanita itu kembali menanyakan kemungkinan terburuk dari kejadian tadi malam.Deg!Jantung Damar berdetak kencang, pria itu seketika terdiam. Tenggorokannya terasa tercekat sesak seolah tak dapat bicara."Sudah cukup minta maafnya Kak, sekarang aku tanya bagaimana jika perbuatan Kakak tadi malam membuatku hamil?" Wulan kembali bertanya pada sang kakak bagaimana jika dirinya hamil."Lan, masa depan kita masih panjang, kakak harap kamu tidak berpikir sejauh itu dan lagi pula kita hanya satu kali melakukannya, kakak rasa itu tidak akan membuat mu hamil, kakak yakin jika—""Aku tanya sekali lagi, bagaimana jika aku hamil Kak!" Wulan kembali bertanya dengan nada tinggi."Kita gugurkan," jawab Damar singkat namun penuh penekanan.Wulan melotot kaget, mendengar pernyataan kakak angkatnya itu. Nafasnya sesak hatinya begitu sakit mendenagar jawaban dari Damar. Begitu mudahnya Damar berkata akan mengugurkan kandungannya jika dirinya hamil. Sungguh, Wulan baru melihat sifat Damar yang begitu tak memiliki perasaan.Wulan benar-benar tak menyangka jika selama 19 tahun ini. Ternyata dirinya salah menilai seorang Damar. Wanita itu mengira jika Damar adalah pria yang baik dan lembut. Namun, nyatanya kini Damar berubah menjadi Damar yang berhati iblis."Aku tidak menyangka, jika ini akan keluar dari mulutmu Kak, aku tidak menyangka jika kau bisa berpikir sekejam ini aku sungguh aku—""Cukup Lan! Kakak membuat keputusan ini bukan semata karena kakak kejam, tapi pikirkan apa yang akan kita dapatkan dari ini semua jika kita mempertahankannya." Damar mencoba menyakinkan Wulan bahwa tidak akan ada baiknya jika sampai dirinya hamil. "Dan iya, pikirkan juga, apa yang akan Papah dan Mamah terima jika kita mempertahankan ini semua! Sudah ku bilang ini hanya kecelakaan dan kakak hanya sekali melakukannya jadi jangan berpikir jauh seperti ini, karena itu tidak akan mungki!" ucap Damar lagi dengan nada dingin, seraya pergi meninggalkan Wulan. Menyisakan sejuta luka dan sakit di hati wanita itu."Jahat kamu Kak! Jahat kamu!!!" Wulan meraung terisak mengingat perkataan Damar yang begitu menyakiti bahkan membuat hatinya kini semakin hancur berkeping-keping."Mommy...." Kejora mengigau terbangun dari tidurnya. Mendengar panggilan Kejora. Sontak saja membuat keduanya tersentak kaget. Wulan dan Damar yang tengah diselimuti hasrat yang menggebu. Langsung berhambur mencari sesuatu yang bisa menutupi tubuh polos mereka. Untung saja di meja dekat sofa ada dua handuk kimono yang disiapkan oleh pihak hotel. "Mommy sama Daddy, abis mandi ya? Kok pakai kimono?" tanya Kejora polos menatap kedua orang tuanya yang sama-sama hanya memakai handuk kimono. Belum lagi pandangan aneh gadis kecil itu yang menatap Ke arah pakaian yang berserakan dilantai. "Em, i-iya sayang Daddy dan Mommy tadi—" Wulan yang hendak menjelaskan langsung dipotong oleh Damar. "Mommy sudah selesai mandi, sekarang gantian Daddy yang mandi" jawab Damar memotong perkataan Wulan seraya memungut pakaian mereka yang tercecer. "Say-ang, Kejora kenapa bangun nak?" Kini Wulan bertanya seraya mendekat pada sang putri. "Tidur lagi ya sayang. Em ... Daddy ke kamar mandi dulu ya Nak," ujar
Jam 14.30 Tuan Leo dan Nyonya Nesa akhirnya tiba di bandara internasional Soekarno Hatta. Kedua orang tua itu langsung bergegas ke rumah sakit tempat sang putra di rawat. Diantar sopir kantor yang sudah disiapkan oleh Livi. Kedua orang tua paruh baya itu akhirnya sampai setelah menempuh perjalanan selama satu setengah jam. Dengan tergesa-gesa kedua orang tua itu langsung bergegas menuju ruangan tempat sang putra dirawat. "Rayan!" Panggil Nyonya Nesa begitu wanita paruh baya itu membuka pintu kamar rawat putranya. "Mommy?" Rayan berujar lirih melihat sang mommy yang baru saja masuk. "Bagaimana keadaan mu Nak?" tanya Nyonya Nesa dengan wajah penuh kekhawatiran. "Bagaimana luka mu Ray?" Tuan Leo berkata dengan wajah yang terlihat lebih tenang dari sang istri. "Aku baik Mom, Dad," jawab Rayan pada kedua orang tuanya. "Bagaimana bisa kau sampai dikeroyok oleh begal hem?" Tuan Leo langsung bertanya kronologi, bagaimana sang putra bisa bertemu dan dikeroyok oleh para begal. "B
Malam itu juga, Damar beserta seluruh keluarga kecilnya akhirnya pergi menyusul Nyonya Nesa dan Tuan Leo ke Indonesia. Damar tersenyum semringah manakala rencananya kini berhasil dengan sempurna. Saat ini mereka sedang berada di dalam pesawat. Jika Damar dan kedua putra putri begitu bahagia. Lain halnya dengan Wulan, wanita itu sejak tadi hanya diam. Bukan karena tidak ingin ke Indonesia dalam lubuk hati Wulan sebenarnya ingin sekali pulang dan menjenguk papah dah mamahnya. 'Rencana pertama berjalan mulus semoga rencana berikutnya akan berjalan mulus juga," gumam Damar dalam hati. Pria itu begitu itu yakin dengan rencana keduanya yang telah ia susun sedemikian rupa. Sementara di lain tempat, "Zetta cukup! Aku harap kau sadar posisi mu saat ini!" ujar Steven menarik pergelangan tangan Zetta seraya menatap tajam gadis berambut indah itu. "Kak Steve, tapi kita tidak bisa meninggalkan Om ini sendiri, kita tunggu keluarga Om ini datang dulu ya." Zetta menolak pelan keinginan Stev
Damar memarkirkan mobilnya di halaman rumah sakit. Senyum cerah masih awet menghiasi wajahnya. Pria itu begitu yakin jika kali ini dirinya bisa membawa Wulan pulang ke Indonesia. "Daddy apa kita akan pergi menyusul Oma dan Opa ke Indonesia bersama Mommy?" tanya Kejora polos ketika mereka berjalan menuju ruang Wulan. "Of course sayang, kita akan ke Indonesia bersama Mommy menyusul Oma dan Opa dan bertemu Nenek dan Kakek." Damar tersenyum membuat kedua buah hatinya pun ikut tersenyum. Kini mereka telah sampai di depan ruangan Wulan. "Hi suster Catlin apa kabar?" sapa Wulan pada suster Catlin suster yang biasa menjadi pendamping sang mommy. "Hai, Kejora cantik, kabar ku baik, em ... hai Bintang." Suster Catlin membalas seraya menyapa Bintang. Namun pandangan suster Catlin juga tak luput memandang Damar yang berdiri menggendong Kejora. Suster Catlin masih ingat betul dengan sosok Damar yang kala itu membuat Wulan bereaksi keras terhadapnya saat dirinya tengah merawat Damar. 'Siapa s
Damar akhirnya membawa putra putrinya pulang terlebih dahulu kerumah keluarga Fernando. Bagaimana pun, pria itu tak bisa serta merta membawa si kembar ke Indonesia tanpa berbicara terlebih dahulu pada mommy dan Daddy mertuanya. Damar masih memiliki akal sehat dan sopan satun. Pria itu akan mendiskusikan terlebih dahulu pada mertuanya dan meminta pendapat kedua mertuanya itu. "Assalamualaikum Oma!" "Assalamualaikum!" ucap si kembar dan Damar yang baru saja tiba di rumah keluarga Fernando. "Waalaikumsalam sayang cucu Oma, sayang kalian ganti baju dulu ya, ada hal penting yang mau Oma bicarakan sama Daddy kalian." Nyonya Nesa memberi titah pada si kembar yang langsung diiyakan oleh keduanya. "Damar nak, kebetulan mommy mau bicara," ujar Nyonya Nesa kemudian membawa menantunya ke halaman samping rumah. Seketika, Damar pun mengangguk seraya mengikuti mommy mertuanya. "Ada apa Mom? Apa ada hal yang penting?" Damar bertanya dengan raut wajah penuh kebingungan. "Begini Mar, mommy dan Da
Nyonya Nesa begitu terkejut. Saat mendapati telpon yang mengabarkan jika putranya mengalami insiden yang mengakibatkan sang putra dirawat. Dengan panik Nyonya Nesa kemudian menghubungi sang suami. "Dad, Rayan mengalami insiden pengeroyokan begal Dad, dan sekarang dia di rawat di rumah sakit! Dad kita harus ke Indonesia sekrang Dad, Mommy akan berangkat malam ini Daddy susul saja ya kalau Daddy masih ada urusan disini," cecar Nyonya Nesa dengan paniknya. Sementara itu Tuan Leo hanya bisa terdiam mendengarkan perkataan sang istri. "Sayang, tolong tenang ok, coba ceritakan dengan perlahan, hem." Tuan Leo berkata pada sang istri agar lebih tenang menceritakan apa yang terjadi pada putra mereka. "Daddy, tadi mommy telpon Rayan, panggilan mommy sedari tadi siang tidak diangkat dan baru saja mommy telpon lagi, ternyata yang angkat itu wanita, dia memberitahu jika putrinya menemukan Rayan sedang dikeroyok oleh sekelompok begal Dad. Rayan terluka dan dia sedang dirawat di rumah sakit sek