Share

Bab 8. Detik-Detik Sebelum Konferensi Pers

"Menurutmu? Memangnya kau ada melihat orang lain di sini?" Andara malah balik bertanya dengan sebelah alis terangkat. Dia bersedekap dada sembari menatap sang lawan bicara dengan sedikit tak suka.

"Tidak ada, sih. Tapi siapa tahu saja, ada anggota keluargamu yang sedang keluar untuk bekerja atau—"

"Tidak ada," sergah Andara bahkan sebelum Fabian menyelesaikan kalimatnya. "Sebaiknya kau kembali duduk dan jangan menyentuh barang apapun. Aku akan ke dapur untuk membuatkan minum!" Andara menujuk tepat di depan pangkal hidung Fabian sehingga mata lelaki itu nampak juling karena memperhatikan jemari mungil dan lentik milik Andara.

Andara buru-buru menarik lagi jemarinya. Raut wajah si mata sipit terlihat begitu menyebalkan.

Setelah itu, Andara buru-buru memutar tubuh dan melangkah menuju dapur.

"Huh, dasar bawel. Kalau sampai aku benar memiliki pacar secerewet dia, bisa-bisa kupingku terlepas dari tepatnya," oceh Fabian sembari berjalan menuju kursi.

"Dasar sipit! Aku masih bisa mendengar ocehanmu itu!" teriak Andara yang hampir mencapai pintu dapur.

***

Malam yang dinanti akhirnya tiba. Acara kali ini diselenggarakan di ruang khusus sebuah hotel bintang lima. Beberapa jam sebelum acara dimulai para wartawan dari berbagai stasiun televisi dan media massa lainnya sudah mulai berdatangan.

Konferensi pers yang diselenggarakan oleh dua selebritis papan atas—Akila Zianasta dan Fabian Wijayatama—beserta Zelian Ardanta si pengusaha muda sukses, begitu menarik untuk diliput. Terlebih di momen itu, ketiga orang tersohor itu akan menjelaskan skandal yang beberapa hari terakhir tak menemui titik terang. Bukan hanya itu, mereka juga penasaran dengan sosok wanita yang berhasil mengait hati seorang Fabian Wijayatama yang selama ini tidak pernah terdengar menjalin hubungan dengan siapa pun.

Bukan hanya dari awak media, para fans dari kedua selebriti muda itu pun sudah sangat ramai di luar hotel. Dan yang paling terlihat riuh adalah fans Fabian yang didominasi oleh kaum hawa.

Sementara di ruang lain, Andara bergerak gelisah. Dia deg-degan bukan main. Sebab ini kali pertama dia akan disorot oleh berbagai media dan ditonton oleh khalayak ramai.

Seorang pria tiba-tiba memijat pundak Andara dari belakang dengan begitu lembut. Andara menoleh dan mendapati sosok Argio Pratama pria yang akrab disapa Gio, tetapi Andara lebih senang menyapanya Tama. Pria itu adalah sekretaris Zelian, jadi Andara sangat dekat dengannya.

"Hey, tenang jangan panik," ujar pria bertubuh kekar yang dibalut kemeja hitam tersebut. Dia tersenyum untuk menyemangati mantan kekasih bosnya tersebut.

"Aku deg-degan tau gak, sih? Ini kan pengalaman pertama aku. Aku takut nanti malah bikin kesalahan," curhatnya yang kini sudah membalik badan dan saling berhadapan dengan si pria tinggi tersebut.

"Saya yakin kamu pasti bisa, oke? Asal kamu bisa tenang pikiran kamu, jangan berpikir macam-macam. Nanti di sana kamu juga harus fokus, santai jangan terlihat tegang. Oke?" Pria itu menepuk bahu Andara dua kali. Setelah itu, dia pamit undur diri kala Zelian dan Akila telah kembali dari toilet. 

Melihat kedatangan Zelian dan Akila, Cinta—manajer Fabian dan Akila—yang sedari tadi mengobrol dengan Fabian kini langsung berdiri. "Semuanya siap?" tanyanya, memastikan keempat persona itu sudah siap untuk berhadapan dengan ratusan orang yang sedang menunggu mereka di ruang konferensi.

Zelian, Fabian, dan Akila mengangguk mantap, sedangkan Andara nampak ragu, tetapi dia tetap ikut mengangguk.

"Ya, sudah, kita keluar sekarang."

Akila langsung menggandeng mesra lengan sang suami, untuk membuktikan pada orang-orang di luar bahwa mereka pasangan yang harmonis dan romantis. Sementara di belakang mereka ada Andara yang berjalan bersisian dengan Fabian, tetapi tak terlihat romantis karena kedua orang itu malah saling melirik sinis.

Cinta yang berjalan di belakang Fabian dan Andara mengembuskan napas kesal melihat kedua orang itu. "Hey, berlakulah sebagai mana pasangan. Jangan membuat rencana kalian sendiri berantakan," tegurnya.

"Ya, ya, baiklah," balas Fabian setelah itu dengan ogah-ogahan dia menggenggam jemari lentik Andara.

"Senyum," tegur Cinta lagi.

Andara dan Fabian langsung mengukir senyum lebar. 

Gio menatap gemas sendiri melihat tingkah Andara dan Fabian sembari menggeleng pelan. Kemudian, dia beralih menatap sosok wanita yang tingginya hanya sebatas bahunya itu. "Apakah kita harus saling menggenggam tangan seperti Tuan Fabian dan Nona Andara?" bisiknya pelan dengan nada menggoda.

Cinta reflek memukul lengan kekar Gio. "Hey, diamlah. Jangan menggodaku seperti itu."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status