"Aku antar kamu sekarang," ucap Daru menambah kecepatan mobilnya.
Ella mengangguk pelan tanpa jawaban. Wajah Daru berubah menjadi sangat serius. Apa yang dikatakan ibu laki-laki itu? Ella semakin penasaran."Makasih udah dianterin, aku masuk dulu." Ella tersenyum meraih pegangan pintu mobil.Tiba-tiba Daru meraup wajah wanita itu dan membenamkan ciuman kasar. Ella sedikit terkejut tapi ikut memejamkan matanya. Ciuman itu lama. Daru membelai rambut Ella dan menyusuri lengkung tulang belakang perempuan itu dan berdiam di pinggang.Tarikan nafas mereka berganti menjadi sebuah desahan pendek. Setelah menit yang panjang, Daru melepaskan ciumannya.Laki-laki itu memandang Ella lekat-lekat. Tangannya mengangkat lembaran rambut yang berdiam di pipi wanita itu. Sorot matanya sendu tapi juga dingin. Beberapa menit berlalu sejak telepon dari ibunya dan pria itu berubah."Ya udah, turun sana!" pinta Daru dengan nada suara yang sama sekali berbeda. EllaAnneke tampak berlalu lalang berjalan di depan pekarangan rumahnya. Tangannya tampak memilin-milin bagian bawah blouse pink miliknya, pikiran dan hatinya galau. Bagaimana tidak, dia benar-benar membutuhkan kepastian dari Daru.Daru anaknya itu belum memberikan jawaban pasti akan keinginannya, iya ... keinginannya untuk Daru menikahi wanita yang pantas, tak lain dan tak bukan Renya. Renya lebih dari pantas untuk menikahi Daru, anak hakim agung, cantik, terpelajar dan pastinya tidak akan membuat Anneke malu bila Ia kenalkan ke teman-temannya nanti."Bu ... pak Daru sudah datang," ucap salah satu assisten rumah tangganya."Suruh ketemu saya, segera." Anneke langsung berjalan ke arah sofa, mencoba menenangkan dirinya setenang mungkin. Berbicara dengan seorang Daru membutuhkan ketenangan tingkat tinggi.Tak berapa lama Anneke melihat Daru memasuki ruangan. Seperti biasa, anaknya itu tampak gagah dan rapi."Hai Ma," ucap Daru sambil mengecup pipi Anneke."Oma," jerit Bay
Daru sudah terlihat rapi sore itu, ia mengenakan setelah kaos turtleneck berwarna hitam dipadukan dengan celana chinos berwarna abu-abu tua. Daru melirik Rolex di tangannya, waktu menunjukkan pukul setengah enam sore. Hari ini dia menepati janjinya pada sang mama, untuk mengajak Renya kencan. Sebenarnya ini bukan yang pertama kalinya untuk Daru dan Renya pergi makan malam berdua. Dua kali mereka pernah melakukan hal itu. Pertama saat Anneke, sang mama menyuruhnya menjemput Renya di kediaman orangtuanya untuk menemani makan malam, kedua saat ayah Renya membantunya dalam menyelesaikan kasus besar, sebagai balas budi Daru mengajak Renya untuk makan malam. Dan ketiga saat ini, ketika sang mama kembali memaksanya untuk mengajak Renya berkencan. "Oke, kita nikmati malam ini," gumam Daru dengan senyum tipis di wajahnya. Daru menuruni anak tangga menuju ruang tengah rumahnya, di sana sudah ada Bayu dan ma
"Please stop," ujar Daru. Dia berusaha meraih ponselnya dari saku celana dengan kondisi tangan yang masih terhimpit tangan Renya. Renya masih menciuminya. Menggesek dan menekan bagian tubuhnya yang meninggalkan hawa panas bagi Daru. Ia dalah lelaki normal. Sepenuhnya normal. Renya mengecupnya dengan lembut dan basah di leher. Daru setengah memejamkan matanya dan kembali melirik ponsel yang masih bergetar dan berada di dalam genggamannya. Ella. Nama Ella tertera di sana. Otak Daru masih buntu karena setengahnya sedang terbawa oleh gerakan Renya yang sedang berusaha mencapai klimaksnya dari balik gaun. Ada apa Ella menghubunginya? Pikiran itu muncul di antara gesekan benda lembut di pahanya. Dari mana Ella mendapat nomor ponselnya? "Stop Nya... shit!" umpat Daru yang hanya bisa memaki tapi tak sanggup menghentikan Renya. Oh, tentu saja Ella memiliki nomor ponselnya. Dia adalah guru anaknya. Pikiran
Ella terdiam saat merasakan tepukkan dan ciuman dari Daru, rasa hangat langsung merasuk ke dalam diri Ella. Rasanya menyenangkan ada yang memeluk dan menciumnya seperti itu. “Daru,” panggil Ella manja sambil menyusupkan wajahnya di dada Daru, mengesap wangi tubuh Daru yang bener-benar memabukkan. “Ya,” jawab Daru, senyumannya terbit saat merasakan wajah Ella yang terus mengusap-usap dada Daru, menggelitiknya dan membuat Daru berpikir kalau detik ini dirinya sedang memeluk anak kucing. “Kamu sebenarnya ngerasa aku apa sih?” tanya Ella sambil menengadahkan kepalanya menatap Daru. Daru kaget dengan pertanyaan Ella, jantungnya hampir mencelos dan tidak lagi diam di posisinya. Bagaimana tidak satu hari ini dia sudah dipaksa menikah dengan Renya dan bercinta kilat tanpa mendapatkan klimaks dengan wanita pemaksa dan mau menang sendiri bernama Renya. K
"Pulang?" tanya Daru membelai punggung Ella lembut. Ella menggeleng, "Pengen sama kamu," ujar Ella manja. "Bener? gak dicari si 'Love'?" goda Daru. "Aku bisa kasih alasan nanti ke dia." Benar-benar Ella sudah dimabuk cinta. "Orang tua kamu?" tanya Daru. Ella terdiam, kalau untuk yang satu ini tak mungkin Ella memberikan alasan yang tidak masuk akal. "Aku antar pulang, ok?" Daru membelai lembut pipi wanita itu. Ah, iya mereka seperti sepasang kekasih tapi tak terlihat. Di satu sisi Ella mempunyai Andi, di sisi lain Daru baru saja mengiyakan pernikahannya dengan Renya. Situasi apa ini? situasi rumit yang mereka ciptakan sendiri namun tak bisa mereka hindari. Perasaan yang sama-sama mereka rasakan terlalu indah jika harus disudahi. "Ayo." Daru bangkit dari duduknya, mengulurkan tangan pada Ella yang masih enggan meni
“Siapa perempuan tadi?”tanya Ella dengan tubuh menggeliat. Ia mencoba mengendurkan kungkungan Daru di tubuhnya. “Kamu sebenarnya gak berhak cemburu,” balas daru. “Kalo gitu kamu juga gak berhak maksa aku ada di sini,” sahut Ella. “Kalo terjadi apa-apa denganku, kamu bisa aku tuntut pasal pemerkosaan.” Napas Ella terengah-engah karena emosi cemburunya. Putingnya terasa mengeras menggesek lembut dada Daru yang menempel tanpa penghalang di antara tubuh mereka. “Padahal aku gak pernah keberatan tiap kamu nyebut-nyebut si LOVE itu.” Daru melepaskan tangan Ella sedikit kasar. “Itu pintu, kamu bisa keluar dan pergi sekarang. Setelah keluar pintu itu, aku gak akan nyari kamu lagi.” Daru bangkit dan duduk di tepi ranjang. Ella buru-buru bangkit. Ia melihat Daru duduk membelakanginya. Bahu telanjang Daru yang lebar sesaat memaku pandangannya. Ella tak bisa menahan air mata. Bingung. Ia merasa sangat bi
"Kamu belum cukup?" tanya Ella bingung, seingatnya badannya sudah ringsek di hajar oleh Daru. Bagian intinya masih sakit bukan main, gundukkan kenikmatan itu masih terasa perih. Daru menahan tawanya saat melihat tatapan Ella yang kebingungan bercampur kaget, wanita di pelukkannya ini memiliki kecantikan yang menggetarkan setiap inci tubuhnya. Payudara Ella yang sempurna dan pas di tangannya benar-benar membuat Daru menggila. "Kamu capek?" Daru mengusap telapak tangannya di bagian puncak dada Ella, astaga ... rasanya nikmat sekali saat telapak tanggannya bergesekkan dengan puting Ella yang hangat. Sebuah gelengan kecil terlihat dari Ella, "Aku nggak capek cuman. Badan aku lengket Daru. Boleh aku mandi dulu?" tanya Ella sambil mencodongkan tubuhnya pada Daru, membuat Daru terbenam di
"Aku kedinginan," ujar Ella dengan nafas yang masih menderu. "Ayo, cepet selesai in mandinya ... nanti aku buatin kamu makanan," kata Daru membelai lembut dada gadis itu. Tiga puluh menit berlalu, Daru sudah duduk di meja makan menunggu gadis yang sudah mengubah dunia nya kembali terasa berbeda. Ella melangkah menuju ke arah Daru hanya menggunakan bathrobe. Kaki jenjang gadis itu menarik perhatian Daru, Daru seakan tak pernah ada kata puas untuk selalu menyentuh gadis itu. "Sini," ujar Daru menepuk paha nya agar Ella duduk di pangkuannya. "Aku mau makan, aku lapar," ujar Ella menarik kursi di dekat Daru, namun dengan cepat Daru meraih tangan gadis itu dan mendudukkan Ella di pangkuannya. "Aku suapin ... kamu pasti capek banget kan," kata Daru mengambil potongan kentang goreng lalu dia siapkan pada Ella. "Banget, aku laper ... ini siapa yang masak?"