Jenna menatap baju renang dengan tujuh warna pelangi di lemari yang disiapkan oleh Jerome dengan pandangan jijik. Semua modelnya tak lebih dari pakaian dalam. Dengan lubang di mana-mana seperti pakaian yang dibuat dari kain sisa. Meskipun begitu, Jenna tetap mengambil salah satu di bagian depan yang bisa dicapai tangannya. Rasanya semua pakaian itu sama saja. Kemudian ia membawanya masuk ke kamar mandi dan bergegas mengganti pakaiannya dengan kain tersebut.
Sejenak, ia menyempatkan menatap tubuhnya di depan cermin wastafel dengan malu sebelum keluar. Kain itu begitu menempel di tubuhnya seperti kulit kedua. Membuat belahan dadanya terlihat begitu jelas, belum dengan tiga lubang di samping tubuhnya yang nyaris memamerkan kulit telanjang perutnya, juga tubuh bagian bawahnya dan seluruh kulit pahanya. Menghela napas panjang dengan penampilannya, Jenna mengambil jubah mandi untuk menutupi tubuhnya. Ia tak mungkin turun dengan pakaian seperti ini di hadapan para pelayan, kan.
“Kau membatalkan pertemuan penting hanya untuk mengurusi urusan semacam ini? Kau benar-benar telah berubah, Jerome.”“Aku tak butuh komentarmu, Monica.” Jerome bangkit berdiri sambil menyarungkan kembali pistolnya. Kemudian pria itu menangkap dan menarik lengan Jenna bangun dari simpuhan. Menjauhkan wanitanya dari tubuh pria sialan itu. “Singkiran dia,” pintahnya pada anak buahnya. Yang bergegas mengangkat tubuh tak berdaya itu menyingkir dari pandangannya dalam hitungan detik.“Hapus air matamu, Jenna. Jangan terlihat menyedihkan hanya karena pria lain yang bukan suamimu. Aku terlalu pecemburu, termasuk jika harus membagi perhatianmu dengan siapa pun itu,” sergahnya pada Jenna yang masih terisak pelan dengan tubuh tangan bergetar.Jenna menghapus air matanya dengan punggung tangan, seolah kembali bernapas karena Jerome tidak jadi memecahkan kepala Mike. Dan meskipun ia tak yakin Mike sudah mati apa belum.&
Terlalu banyak sentuhan yang diberikan oleh Jerome, terlalu banyak pula kenikmatan yang tak pernah mampu Jenna tampung. Sekuat apa pun kepalanya berkutat untuk menolak, pada akhirnya tubuhnya selalu pasrah dalam kenikmatan yang Jerome hadiahkan. Tubuhnya merespon pria itu dengan sangat sensitif. Membawanya dalam pusaran gairah yang belum pernah ia selami sekaligus terasa begitu familiar.Ya, hanya Jerome lah satu-satunya pria yang mengenalkannya akan kenikmatan yang membuatnya seperti melayang. Merasakan detik puncak kenikmatan yang terasa begitu panjang. Yang membuatnya sudah tak bisa berkata-kata lagi akan kenikmatan yang ia rasakan.Jerome membuatnya kelelahan, menguras habis tenaganya tetapi di saat yang bersamaan pria itu selalu berhasil memuaskannya. Setelah pria itu berhenti menggerakkan tubuh Jenna dan keduanya mencapai puncak bersamaan, kepala Jenna terkulai di pundak Jerome. Dadanya dan dada Jerome yang menempel naik turun oleh napas mereka yang terengah.
Siang itu, saat pelayan memberitahu bahwa pelatih renangnya sudah datang. Jenna tak langsung beranjak dari tempat duduknya meskipun majalah di pangkuannya pun tak juga menarik. Setelah beberapa saat, ia baru pergi ke ruang ganti untuk mengganti pakaiannya dengan pakaian renang. Dan ia sudah mengambil salah satu pakaian kurang bahan itu secara sembarangan ketika tiba-tiba ide itu muncul begitu saja. Jenna memilah-milah di antara helaian tersebut dan memutuskan memakai bikini. Yang jelas hanya menutupi dada dan pangkal pahanya.Berusaha terlihat setenang mungkin saat menggantinya di depan cermin, mengabaikan CCTV yang ada di sudut kamar mandi. Ia tahu Jerome mungkin saja mengawasinya, atau pria itu sedang sibuk rapat. Jenna tak terlalu peduli apa yang sedang pria itu lakukan, tapi ia tahu pria itu pasti akan melihat rekamannya. Sekarang ataupun nanti.Saat Jenna turun ke lantai satu, pelayan yang berpapasan dengannya membelalak terkejut dan langsung menundukkan pandangan
“Tidak ada.” Jerome menggelengkan kepala, tatapan matanya terlihat geli dengan kepucatan di wajah Jenna. “Aku sendiri tidak tahu apa yang Liora lakukan hingga kau rela menukar hidupmu yang sederhana dan penuh ketenangan dengan kekacauan yang dibuatnya di sini.”Jenna pun dibuat bertanya-tanya. Kenapa kakaknya meminta maaf tentang Juna.“Tapi ...” Jerome sengaja mengulur kalimatnya. “Aku curiga itu ada hubungannya dengan mantan kekasihmu itu.”Jenna mulai menyusun ingatannya. Kehidupannya yang penuh ketenangan, Liora datang meminta tolong, patah hatinya ketika melihat Juna berselingkuh, dan semua itu mengantarnya ke dalam jeratan Jerome. Mengikat lehernya pada pernikahan mereka.Atau ...‘Apakah Juna tak benar-benar mengkhianati hubungan mereka?’‘Apakah semua ini hanya rekayasa Liora yang mendorong dirinya untuk memenuhi permohonannya?’Pertanyaan yang tiba-tiba m
Jenna membanting jubah handuknya ke keranjang pakaian kotor. Bibirnya menggerutu tak jelas sambil berjalan ke bawah shower. Menyalakan shower dan langsung mengguyur tubuhnya dengan air dingin. Berharap air dingin itu bisa meredakan panas mendidik di otaknya.Merasa sangat kesal dengan emosi yang begitu berapi-api memenuhi dadanya. Yang secara terang-terangan berselingkuh di depan matanya. Pria itu melarangnya berpakaian seksi di depan pria lain, tetapi bisa seenaknya menikmati wanita seksi mana pun. Sungguh keterlaluan.Kemudian Jenna menyadari kekesalannya yang terlalu berlebihan. Memukul ringan kepalanya, mengingatkan diri tak seharusnya merasa sekesal ini jika Jerome melirik wanita lain. Bukankah itu artinya bagus, Jerome tidak lagi perlu peduli padanya. Jerome bisa membuatnya terbebas jika perhatian pria itu dialihkan oleh wanita lain.Hanya saja, apakah pria itu akan membuangnya setelah mendapatkan pengganti tubuhnya? Lagi-lagi bayangan ketika Jerome membua
Siang hari di esok hari, Jenna sengaja mengacuhkan pelayan yang tiga kali mengetuk pintu kamarnya untuk memberitahu bahwa Nicole sudah datang. Sejak pagi, ia memang tak berniat berlatih berenang dan seharian mengurung diri di kamar. Masih merasa begitu kesal akan kecentilan Nicole yang berusaha menggoda Jerome. Jenna ingin lihat, apa yang akan Jerome lakukan pada Nicole jika hari ini ia tidak berlatih berenang. Pria itu akan menghukum dirinya atau Nicole yang akan menerima akibat perbuatannya. Yang sayangnya, tidak terjadi keduanya. Sore itu, Jenna yang sedang duduk di balkon kamarnya, mendengar suara mesin mobil berhenti di halaman rumah. Jenna menjulurkan leher, mencari tahu siapa yang datang sore-sore begini. Matanya membelalak terkejut melihat itu adalah suara mobil Jerome dan melihat pria itu yang sedang turun dari mobil. Jenna bergegas masuk ke kamar, mengunci pintu balkon dan segera berbaring di tempat tidur. Menarik selimut menutupi kepala dan menunggu. ‘Apak
Saat Jenna sadar, satu-satunya yang ia ingat adalah kebutuhan untuk bernapas yang sangat besar. Ia meraup udara dengan rakus, hinggga terengah-engah dan merasa konyol saat melihat Jerome yang duduk di sofa menyaksikan hal tersebut dengan tatapan geli.Keterlaluan! Apakah pria itu menertawakannya?“Sepertinya kau sudah sadar,” gumam Jerome meletakkan tab di tangannya ke meja sebelum bangkit berdiri dan mendatangi tempat tidur.“Apa kematianku terlihat lucu di matamu?”Jerome hanya tersenyum tipis, berdiri di samping tempat tidur untuk mengambil segelas air putih dan memberikannya pada Jenna. “Kau haus?”Bibir Jenna menipis keras. Tahu pria itu sengaja mengejeknya. Jenna pun menampar gelas di tangan Jerome hingga jatuh pecah di lantai.“Ah, aku lupa. Kau sudah minum air kolam terlalu banyak, ya,” senyum Jerome semakin tinggi.“Aku tak ingin berenang lagi!” jerit Jenna marah.
Jenna tidak tahu berapa lama mereka berdua duduk di dalam mobil. Sejak masuk, Jerome pun sibuk dengan tab di tangan pria itu sedangkan dirinya pun tak berani mengusap dan mempertahankan keheningan tersebut dengan pikirannya sendiri. Di depan dan di belakang mobil yang mereka tumpangi, ada dua mobil khusus pengawal Jerome. Masing-masing berisi empat pengawal. Rupanya pria itu memang terniat memperketat pengawalan sejak dirinya tahu Liora dan Daniel terlindungi dengan aman. Entah siapa seseorang yang berada di balik perlindungan tersebut, rasanya begitu mustahil ada seseorang ditakuti oleh Jerome mengingat kekejaman dan kekuasaan pria itu yang seolah tidak ada tandingannya. Dan ya, ia memang belum menyerah untuk kabur dari pria itu. Entah bagaimana caranya dan meskipun ada kemungkinan ia akan tertangkap kembali, setidaknya Jenna tidak bisa tidak melakukan apa pun. Kesempatan tidak akan datang tanpa kita sendiri yang mencarinya dan setiap usaha pasti sepadan dengan hasi