Share

Bab. 3 Tidak Bisa Menerima

Gadis itu mengelus dada karena terkejut, dia pun menoleh dan mendapati bahwa si pemilik tangan itu adalah sang kekasih.

“Astaga, kamu bikin kaget saja, Ran. Kenapa nggak bilang kalau mau kemari?” Andira mengerucutkan bibirnya. Dia kesal karena Randi tiba-tiba datang ke tempat kerjanya tanpa memberi kabar dahulu.

“Maaf, Sayang, tadi aku nggak sengaja bertemu klien di dekat sini. Jadi, sekalian saja aku mampir. Aku kangen banget sama kamu.” Randi mencubit gemas pipi Andira. Pasalnya, sudah beberapa hari mereka tidak bertemu, kesibukan Randi adalah faktor utamanya.

Andira menepis tangan Randi dari pipinya sebelum mengaduh. “Aduh, sakit tau. Kamu, tuh, kebiasaan banget suka nyubit pipi orang.” Andira menggerutu sambil mengelus pipinya yang memerah bekas cubitan Randi.

“Salah sendiri, punya pipi gemesin. Pengen nyubit aja kan, jadinya,” jawab Randi tak mau kalah.

Gadis itu hanya bisa menggelengkan kepala mendengar perkataan sang kekasih, dia sudah tidak heran dengan sifat Randi yang tak pernah mau kalah jika sudah berdebat. Gadis itu menggandeng tangan sang pujaan hati dan membawanya duduk di salah satu kursi. Andira duduk di seberang lelaki berkemeja biru itu.

“Kamu mau minum apa?” tanyanya pada sang kekasih.

“Eehm … tidak usah, Sayang. Aku cuma sebentar karena setelah ini mau ada meeting di kantor,” jawab Randi.

Gadis berkulit putih itu hanya mampu mengembuskan napas berat mendengar perkataan Randi. Entah kenapa, dia ingin sekali marah pada lelaki di depannya itu, terapi sudah menjadi resiko pekerjaan sang kekasih. Dia hanya bisa mencoba mengerti dengan kesibukan kekasihnya yang membuat mereka menjadi jarang bertemu.

“Hai, Dira,” sapa seseorang yang suaranya sangat familiar di telinga Andira. Gadis itu pun menoleh ke sumber suara itu dan tersenyum canggung. Dilihatnya seorang lelaki yang sangat dia kenal sedang berjalan ke arahnya.

“Siapa dia, Sayang?” tanya Randi.

“Eem … dia pelanggan kafe yang sering kemari saat makan siang, Ran,” jawab Andira.

Lelaki berjas hitam itu duduk di sebelah Andira tanpa mempedulikan tatapan tajam lelaki yang berada di depannya. Dia tersenyum ke arah Andira. Hati Randi mendadak panas melihat kekasihnya didekati lelaki lain. Keadaan pun menjadi canggung bagi Andira, dirinya tidak nyaman ditatap oleh sang kekasih, dari tatapannya terlihat seakan menuntut penjelasan atas apa yang tengah dilihatnya. Randi tidak bisa tinggal diam melihat hal itu.

“Maaf, apakah kami mengenal Anda, Tuan?” tanya Randi.

Lelaki itu pun menoleh, “Kamu mungkin tidak mengenal saya, tapi saya mengenal gadis di sebelah saya ini. Apakah saya perlu mengenalmu untuk bisa duduk di sini?” cetus Edgar dengan sombongnya sedangkan, Andira hanya melongo mendengar jawaban Edgar.

Randi menatap lelaki itu dengan mata merah menahan emosi setelah mendengar jawaban dari lelaki di depannya, dia pun berdiri dan menghampiri Edgar.

“Maaf, tapi kami sedang tidak ingin diganggu, perlu Anda tahu kalau saya adalah kekasih Andira!” jawab Randi yang mulai tersulut emosi.

Edgar menyeringai, “Hanya kekasih bukan, belum menjadi Suami,” ucap Edgar dengan tenang. Namun, semakin memancing emosi Randi. Sedangkan Andira sendiri kesulitan menelan air liurnya melihat ketegangan yang terjadi antara dua lelaki di depannya.

Randi yang sudah tersulut emosi, menarik kerah baju Edgar sehingga memaksa tubuh lelaki itu untuk berdiri.

“Dengar, Saya tidak ingin mencari masalah dengan Anda, jadi tolong tinggalkan saya dan kekasih saya, sekarang!” ujar Randi yang masih berusaha untuk menahan emosinya. Mereka pun menjadi pusat perhatian para pelanggan lain yang sedang melihat ke arah mereka.

Andira yang melihat itu menjadi gelagapan, dia berdiri di sebelah Randi dan berusaha melepaskan tangan Randi yang masih memegang kerah baju Edgar.

“Tenang, Ran. Jangan buat keributan disini.” ujar Andira dengan muka memelas sambil meletakkan tangannya di dada sang kekasih untuk menenangkannya.

Edgar yang melihat perlakuan Andira itu pun hanya menatapnya dengan ekspresi yang sulit diartikan, kemudian dia berjalan melewati keduanya. Dia berhenti sejenak di sebelah Randi untuk membisikkan sesuatu yang kembali menyulut emosi Randi.

“Andira akan menjadi milikku. Apa pun yang terjadi, aku akan merebutnya darimu, ingat itu!” Edgar berjalan keluar dari kafe tanpa menoleh ke belakang.

Sementara Andira berusaha menahan Randi agar tidak mencoba menghampiri Edgar yang berlalu pergi.

Tak berselang lama, Amel datang dari arah dapur dan melihat Andira yang masih memegang tubuh Randi.

“Apa yang terjadi?” tanya Amel.

Andira hanya menggelengkan kepala, mengisyaratkan Amel untuk tidak bertanya dulu.

“Apa lelaki itu selalu mengganggumu, Sayang?” tanya Randi saat emosinya sudah mulai reda.

“Ti-tidak Ran, dia hanya pelanggan kafe kami, jangan pedulikan ucapannya,” jawab Andira sedikit berbohong, ia takut jika dirinya mengatakan yang sebenarnya akan membuat Randi semakin marah.

“Baiklah, katakan saja kalau dia mengganggumu, biar nanti aku kasih pelajaran padanya,” ujar Randi.

Andira mengangguk, mengiyakan perkataan Randi. Sementara itu, seorang lelaki yang berada dalam mobilnya masih mengawasi dua orang yang baru saja ditemuinya sampai lelaki yang tak lain adalah kekasih Andira itu pergi meninggalkan kafe.

Setelah memastikan kekasih Andira pergi, Edgar keluar dari mobilnya dan berjalan masuk kembali ke dalam kafe untuk menemui Andira.

Andira yang sedang membersihkan meja pelanggan tampak terkejut ketika merasakan ada seseorang yang tiba-tiba menarik tangannya dan membawanya keluar dari kafe tempatnya bekerja.

“Lepaskan saya, Tuan.” Andira menepis tangan Edgar.

“Ada yang ingin aku katakan, padamu," jawab Edgar.

“Apalagi yang ingin Anda katakan, Tuan," ucap gadis berkulit putih tersebut yang masih berusaha melepaskan tangannya yang ditarik oleh Edgar.

Lelaki itu pun berhenti di sebelah mobilnya, dan melepaskan cengkraman tangannya dari Andira. “Aku mencintaimu, Dira, aku mau kamu menjadi kekasihku,“ ungkapnya.

Gadis itu menggelengkan kepalanya, dia tidak habis pikir dengan pernyataan lelaki di depannya yang dengan enteng mengatakan kalau dia mencintainya. Gadis itu mulai berpikir, apakah lelaki di depannya ini sudah kehilangan urat malunya, atau memang sudah gila? Sudah jelas bahwa dirinya telah memiliki kekasih, tapi kenapa lelaki itu masih mengungkapkan perasaan pada dirinya.

“Maaf, Tuan. Saya mencintai orang lain, jadi saya tidak bisa menerima cinta Anda.” Tanpa menunggu jawaban dari lelaki itu, Andira berjalan pergi dan kembali masuk ke dalam kafe.

Lelaki itu terus memandang punggung Andira yang mulai hilang masuk ke dalam kafe, dia menyeringai.

“Kau pikir, dengan menolakku bisa membuatmu lepas dariku, Andira. Heh … kau salah besar!" Edgar bergumam sambil berjalan masuk ke mobil dan berlalu pergi meninggalkan kafe tersebut. Di dalam mobil, Edgar mulai memikirkan cara untuk bisa mendapatkan Andira. Bagaimanapun caranya, dia akan mendapatkan apapun yang ia inginkan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status