Share

Bab. 4 Berusaha Mendapatkanmu

Keesokan paginya, Andira bangun dengan perasaan yang tak menentu. Semalaman dia memikirkan perkataan Edgar yang menyatakan cinta padanya. Gadis cantik itu tidak habis pikir bagaimana mungkin seorang lelaki kaya raya seperti Edgar bisa jatuh cinta pada seorang gadis sederhana seperti dirinya sedangkan, di luar sana masih banyak wanita yang lebih segala-galanya dari dia.

“Dira, cepat bangun, Nak. Apa kamu mau terlambat bekerja hari ini?” teriak sang ibu dari dapur.

“Iya, Bu, Dira sudah bangun.” Gadis itu keluar dari kamar dan berjalan ke arah dapur, dia melihat apa yang sedang dimasak oleh ibunya. Gadis yang masih memakai baju tidur itu mengambil bakwan jagung dari piring dan memakannya. Sementara sang ibu menggelengkan kepala heran melihat tingkah anak gadisnya itu.

“Sudah siang cepat mandi sana lalu sarapan,” ucap Asih sambil mendorong tubuh anaknya ke kamar mandi agar segera membersihkan diri.

Gadis itu segera mandi dan kembali masuk ke kamarnya untuk mengganti pakaian.

“Dira mana, Bu? Apa belum bangun juga dari tadi?” tanya lelaki paruh baya yang tak lain adalah Danu, ayah Andira. Lelaki paruh baya itu berjalan dari arah depan dengan membawa koran di tangannya. Dia duduk di kursi meja makan dan membuka koran yang ia bawa tadi.

“Sudah, Yah. Dia kembali ke kamar, mungkin sedang ganti baju,” jawab Asih sambil menata makanan di meja makan.

Tak berselang lama Andira keluar dari kamar dengan mengenakan seragam kerjanya. Dia duduk di kursi sebelah sang ayah.

“Ayah nggak ke toko? Tumben jam segini masih belum berangkat?” tanya Andira lelaki paruh baya yang masih tampak segar bugar tersebut.

“Ayah nanti berangkatnya agak siang karena mau ada keperluan sebentar,” jawabnya.

“Bagaimana perkembangan toko sekarang, Yah?” tanya Andira.

“Masih tetap sama, Nak. Sepertinya Ayah harus menawarkan kain-kain Ayah pada butik,”

Gadis itu pun menganggukkan kepala mendengar perkataan ayahnya. “Nanti Dira bantu menawarkan kain-kainnya kalau pas libur kerja.”

Danu hanya mengangguk menanggapi perkataan sang putri.

“Sudah, sudah jangan ngobrol terus. Ayo cepat dimakan, nanti keburu dingin makanannya,” tandas bu Asih.

Mereka makan dengan tenang. Selesai makan Andira membantu ibunya membersihkan meja makan dan mencuci piring lalu beranjak menuju kamarnya untuk mengambil tas yang akan dia bawa bekerja. Namun, langkahnya terhenti ketika tiba-tiba sang ayah menanyakan sesuatu yang selama ini mengganggu pikirannya.

“Nak, bagaimana hubunganmu dengan Randi sekarang? Apa kalian tidak punya rencana untuk menikah, mengingat hubungan kalian yang sudah berjalan bukan dalam waktu sebentar, ” tanya Danu pada sang putri. Walau bagaimanapun sebagai orang tua pasti ingin yang terbaik untuk anaknya, dia ingin melihat sang putri bahagia dengan lelaki pilihannya. Akan tetapi, setelah sekian lama dia belum pernah mendengar sang putri mengatakan akan melanjutkan hubungan yang lebih serius dengan sang kekasih.

Andira menoleh dan tersenyum lembut, “Yah, kalau memang sudah saatnya Dira menikah, Dira pasti akan menikah. Ayah doakan saja yang terbaik untuk Dira,” ucapnya menenangkan sang ayah. Gadis itu mengerti kegelisahan sang ayah yang melihat dirinya belum berniat untuk menikah, dia hanya berpikir ingin membahagiakan orang tuanya dahulu sebelum kasih sayangnya akan terbagi dengan suaminya nanti.

“Baiklah, kalau memang itu yang kamu inginkan, tapi Ayah juga ingin melihat kamu bahagia, Nak,” ujarnya pada sang putri.

Andira hanya tersenyum menanggapi ucapan ayahnya. Dia melanjutkan langkahnya ke kamar dan mengambil tasnya. kemudian, dia berpamitan pada kedua orang tuanya lalu dia berjalan keluar rumah dan berniat memesan ojek langganannya. Namun, diurungkan karena di luar rumah dia melihat sebuah mobil porsche putih terparkir di depan pagar rumah.

Gadis berambut panjang sepunggung itu menautkan kedua alisnya, mencoba menerka siapa kira-kira yang sepagi ini memarkirkan mobil di depan pagar rumahnya. Padahal selama ini belum pernah ada yang melakukan hal itu, bahkan tetangganya pun tidak ada yang memiliki mobil. Lamunannya buyar ketika sang Ibu menepuk pundaknya dan berkata, “Dir, itu mobil siapa yang pagi-pagi begini ada di depan rumah? Apa itu teman kamu?” tanya sang Ibu.

Namun, sedetik kemudian gadis itu membulatkan mata saat melihat siapa yang turun dari mobil. Seorang lelaki tampan dengan kemeja putih lengkap dengan jas hitam itu berjalan ke arahnya.

“Selamat pagi, Dira, Bu,” sapa lelaki itu tersenyum ramah.

Bu Asih tersenyum menanggapi sapaan lelaki tersebut. Sedangkan, Andira menatap malas ke arah lelaki di depannya tersebut.

“Untuk apalagi dia datang kemari pagi-pagi begini,” batin Andira. Padahal dia sudah menolaknya mentah-mentah kemarin.

Bu Asih menatap putrinya seolah meminta penjelasan.

Tanpa peduli dengan tatapan sang ibu, gadis itu menarik tangan Edgar keluar dari halaman rumah dan menuju mobil lelaki itu. Mereka berhenti di samping mobil.

“Untuk apa, kamu datang kemari? Apa belum jelas yang saya katakan kemarin?” ketusnya jengkel dengan tindakan Edgar.

“Perkataan yang mana? Sepertinya saya belum mendengar jawaban apapun dari kamu,” balas Edgar tenang.

“Kau—.” Belum sempat Andira menjawab, lelaki itu mendekatkan wajahnya dan menempelkan bibirnya pada bibir Andira, hanya sekilas karena sedetik kemudian lelaki itu membuka pintu lalu mendorong pelan tubuh Andira untuk masuk ke dalam mobil. Andira yang masih terkejut dengan apa yang terjadi hanya diam dan mengikuti dorongan tangan Edgar masuk ke dalam mobil.

Edgar pun masuk dan duduk di kursi kemudi, dia mulai melajukan mobilnya menjauh dari rumah Andira. Lelaki itu menoleh dan mendapati kalau gadis di sebelahnya masih diam mematung sambil memegangi tasnya.

“Apakah aku lelaki pertama yang menciummu?” tanya Edgar dengan senyum mengejek.

Andira yang mendengar pertanyaan Edgar pun tersipu malu karena yang dikatakan Edgar memang benar bahwa ini pertama kali ada lelaki yang menciumnya. Selama dia menjalin hubungan dengan Randi, lelaki itu sangat menghargainya dan tidak pernah meminta hal di luar batas wajar. Mereka hanya pernah bergandengan tangan dan berpelukan, tidak lebih dari itu.

“Sepertinya benar, kalau aku laki-laki pertama yang menciummu. Lalu bagaimana dengan laki-laki yang kau bilang kekasihmu itu? Apa itu hanya kebohonganmu untuk menjauhiku?” tanya Edgar.

“Tidak, itu tidak benar. Aku memang sudah memiliki kekasih dan kami saling mencintai,” tandas Andira berusaha meyakinkan lelaki di sampingnya.

Edgar hanya tersenyum sinis mendengar perkataan Andira dan kembali fokus mengemudikan mobilnya membelah jalanan ibukota. Namun, perhatiannya teralihkan saat melihat seorang lelaki paruh baya sedang menggandeng seorang wanita muda dan mengajaknya masuk ke sebuah mobil, Edgar menepikan mobil dan memperhatikan lelaki yang dilihatnya itu sampai naik ke dalam mobil. Dia tidak menduga, kalau dirinya harus melihat hal itu lagi setelah sekian lama berusaha melupakan kejadian yang sangat menyiksa batinnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status