Beranda / Romansa / Terjebak Cinta Tuan Duda / 5. Berpenampilan Dewasa

Share

5. Berpenampilan Dewasa

Penulis: Bee TR
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-03 22:32:26

"Bagaimana, Dear?" Eva—ibunda Kezia— langsung melempar pertanyaan begitu mendapati putrinya datang. Ia sudah tidak sabar untuk mendengar cerita dari Kezia tentang pengalaman pertama bertemu dengan sosok incaran mereka. 

Jangankan memberi sapaan untuk mamanya, Kezia sudah memasang muka murung seperti mendung sejak pertama kali tiba di rumah. Hatinya merasa tak bergairah. Gadis itu masih menyimpan rasa jengkel yang amat sangat sebab perlakuan Arnold. Berkali-kali ia membuat pertanyaan pada diri sendiri, apakah pria kaya raya seperti Arnold tidak pernah sekolah sampai tak tahu cara menghormati tamu?

"Hei, apa yang terjadi?" Eva menyusul anaknya ke dalam kamar. Sebagai ibu, tentu ia langsung bisa membaca kalau ada hal tak beres yang tengah bergumul di hati Kezia.

Di luar, matahari naik semakin tinggi. Sinarnya menyepuh genting-genting rumah dengan warna keemasan. Desau angin meruntuhkan daun kering dari ranting. Tidak ada mendung yang bergulung di langit sebab seluruhnya telah bermigrasi ke wajah Kezia.

"Dia mengusirku," jawab gadis itu tak bersemangat. Tasnya dibuang sembarang ke sudut ranjang. Dengan penuh kekesalan, Kezia membanting pantatnya di atas kasur. Ia bahkan tak sempat menyadari kalau di dalam tas yang kini berjarak beberapa senti darinya, ada barang bawaan yang lupa belum dikembalikan ke sana. Lembar-lembar foto itu masih tertinggal di meja tamu rumah Arnold.

"What?" Eva bertanya tak percaya. Kedua matanya terbelalak demi mendengar ucapan sang putri. "Bagaimana bisa dia begitu berani mengusirmu, Sayang? Tidakkah dia terpesona pada kecantikanmu?"

Kezia mengangkat kedua pundaknya dengan malas. "Arnold pria yang dingin."

Eva diam sesaat, seperti tengah berpikir. Dengan tubuh yang masih berdiri di atas kedua kakinya, perempuan itu memainkan jemari di bawah mulutnya. "Sedingin-dinginnya pria, Mama yakin dia tidak mungkin sama sekali tidak tertarik padamu. Pasti semua karena kamu yang kurang pandai mengatur siasat." Mata Eva berubah membola seperti tengah menemukan sebuah kebenaran yang memilukan. "Ah, sejak awal Mama memang tahu kalau kau tak pandai bermain siasat."

"Siasat apa yang Mama ingini?" Kezia menengadahkan wajah dengan ekspresi menyerupai anak kecil yang telah kehilangan permennya.

Eva menarik satu sudut bibirnya, kemudian mengibaskan tangan kanan sebagai kode agar Kezia mendekat ke arahnya. Setelah telinga gadis itu terjangkau oleh mulutnya, Eva segera membisikkan sesuatu.

***

Ketika Arnold pulang dari kantor sore harinya, langkah pria itu berhenti otomatis saat melewati meja tamu. Dua alisnya menukik hingga terbitlah beberapa kerutan dalam keningnya. Dia memiringkan kepala untuk memastikan kalau penglihatannya tidak salah.

"Kenapa gadis itu meninggalkan foto-foto ini di rumahku? Dasar, ceroboh!" maki Arnold dalam hati sembari memungut beberapa lembar foto yang tergeletak di meja kaca itu. Dari balik jendela rumah yang ukurannya tak kalah lebar dari pintu, rona senja ikut mengintip seolah ingin tahu bagaimana rupa gadis dalam foto yang ada di tangan Arnold.

Pria itu memasukkan beberapa foto ke saku jasnya, kemudian segera melangkah dari ruang tamu untuk menuju ke kamarnya. Hari sudah sangat sore. Arnold ingin lekas mandi agar kuman bekas aktivitas hari ini bisa lekas terbilas.

Seusai membersihkan diri dalam kamar mandi yang terletak satu ruangan dengan ranjang tidurnya, Arnold segera mengambil pakaian santai untuk menemani tubuhnya sampai pagi tiba. Ia sangat muak setiap melihat lemari karena selalu teringat Rebecca. Salah satu sisi dari lemari itu kosong tak berpenghuni sebab baju-baju milik mantan istrinya tak lagi mempunyai hak untuk tinggal di sana. Berkali-kali Arnold marah pada dirinya sendiri yang kadang-kadang senang mengenang kebersamaan dengan Rebecca yang tak urut. Namun, semakin banyak dimarahi, yang namanya kenangan justru akan semakin gencar menghantui. 

Setelah tubuhnya kembali segar dalam balutan kaus santai lengan pendek berwarna kuning cerah yang terlihat agak kontras dengan warna kulitnya, Arnold mengambil langkah menuju jas bekas kerjanya yang tadi digeletakkan di atas ranjang. Ia segera meraih lembar-lembar foto yang ditemukan di meja ruang tamu.

Arnold membawa foto Kezia ke sofa yang berdiri tenang di sudut kamar, kemudian mengamati satu per satu dari gambar tersebut dengan saksama. Sembari menaruh kepala pada sandaran sofa, mata Arnold beralih dari satu foto ke foto lain secara berulang-ulang.

"Ternyata dia cantik juga," gumam Arnold sembari mengukir senyum dari sudut bibir. Sebagai seorang pria normal, ia tak dapat memungkiri tentang kecantikan gadis yang telah menggebrak pintu rumahnya secara bertalu-talu sepuluh jam yang lalu.

Beberapa menit mengamati foto tersebut, Arnold segera merangkaikan tanya dalam pikirnya, apakah gadis seperti Kezia sungguh-sungguh sudah memiliki pengalaman menjadi babysitter dari banyak anak? Ditilik dari penampilannya, gadis itu terlihat sangat manja. Tubuhnya juga begitu terawat seperti bukan seorang pekerja keras. 

Ketika masih sibuk merangkai tanya yang berkecambah dalam kepala, tiba-tiba Arnold mendapati handphone-nya meraung di atas nakas. Pria itu menaruh beberapa lembar foto di atas sofa, kemudian berlalu untuk meraih ponselnya.

Telepon dari salah seorang rekan kerja.

"Halo. Selamat sore, Pak Arnold," sapa seorang di seberang dengan suara sopan.

"Selamat sore. Apa ada yang bisa saya bantu?"

Arnold menyimak ucapan orang di seberang dengan kepala mengangguk-angguk. Ternyata ada sebuah project dengan klien yang harus diselesaikan malam ini juga. Sebenarnya Arnold paling malas ketika sudah sampai rumah, tapi istirahatnya harus kembali diganggu gugat oleh beberapa pekerjaan mendesak. Kalau boleh mengeluh, pastilah dia sudah menyuruh agar permintaan bertemu dari klien ditangguhkan sampai besok pagi saja. Sayangnya, itu bukan sikap Arnold. Pria tersebut selalu mendahulukan keprofesionalan di atas kepentingan pribadi.

"Baik. Jam tujuh malam ini, kita bertemu dengan klien kita di restoran Widjaya untuk membahas rencana final tentang project antara perusahaan kita dengan perusahaan mereka," ucap Arnold sebelum sambungan telepon diputus. Lagi-lagi, malam ini ia tak bisa menghabiskan waktu untuk bermain bersama Baby Narendra. 

Setelah handphone dikembalikan di atas nakas, Arnold segera mengambil langkah untuk keluar dari kamar. Dia ingin menemui anaknya dulu sebelum harus kembali pergi satu jam lagi.

***

Kezia menatap pantulan dirinya di dalam cermin. Eva telah memoles putrinya itu menjadi gadis dewasa yang sangat anggun. Setelah menghabiskan siang untuk berburu gaun ke mall, Eva langsung meminta Kezia duduk di kursi rias untuk dipoles wajahnya. Kezia dipaksa berpenampilan jauh lebih dewasa dari usianya saat ini.

"Apa Mama yakin kalau ini akan berhasil?" Kezia berputar-putar di depan kaca dengan perasaan gamang. Dia mengamati setiap sudut gaun dengan rasa takut yang terselip dalam rongga matanya. Menurutnya, gaun berwarna navy tanpa lengan itu terlalu menonjolkan bagian dadanya. Belum lagi tinggi gaun yang hanya berada di atas lutut. Kezia belum pernah pergi dengan penampilan seperti ini sebelumya.

"Kamu harus yakin, Sayang." Eva menepuk pundak anaknya yang terekspos tanpa penutup. Ia membenarkan lagi tatanan rambut Kezia yang digelung jadi satu di belakang kepala. Tak lupa disisakan beberapa helai rambut di kiri kanan untuk dibiarkan menjuntai di samping telinga.

"Bukankah gaun ini terlalu berlebihan?" Kezia bertanya sambil kembali berputar-putar di depan cermin.

Eva menjawab tegas, "Tidak." Tatap matanya meyakinkan. Ia tidak mau putrinya mendadak kehilangan rasa percaya diri hanya karena merasa penampilan malam ini tidak sesuai dengan umurnya. "Ini adalah gaun terbaik rancangan teman Mama yang desainer terkenal itu. Sudah pasti gaun ini membuat aura kecantikanmu kian bertambah. Mama yakin, Arnold akan melirikmu dengan segenap nalurinya sebagai pria."

Mendengar nama Arnold disebut, entah mengapa semangat Kezia jadi meletup-letup. Ada semacam rasa ingin menaklukkan semenjak mendapat pengusiran dari pria itu tadi pagi. Detik itu juga, Kezia mengukir senyum yakin dari bibirnya. Benar kata mamanya, kalau ia kembali muncul dengan penampilan biasa, pasti pria tersebut akan kembali memandangnya sebelah mata. 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Terjebak Cinta Tuan Duda   87. Perang Hati dan Logika

    Kezia terbelalak ketika menyaksikan betapa pintarnya Gabriel memperbaiki laporan keuangan itu. Matanya bergerak naik-turun seolah sedang menantang layar komputer. Dan, jantungnya berdetak lebih cepat saat menyadari nominal yang telah dirampasnya secara diam-diam dari perusahaan Arnold. Sebuah angka yang menakjubkan, tapi telah hancur menjadi kesia-siaan sebab Eva sama sekali tak pandai merawatnya."Dari sinilah kecurigaanku pada Gabriel tergerus. Tapi, aku belum menentukan siapa kandidat selanjutnya yang pantas kujatuhi kecurigaan dengan sangat banyak," terang Arnold.Lampu kamar menyala terang. Angeline berada di kasur dengan tubuh tertutup selimut sampai ke lehernya. Sementara itu, Kezia masih menatap tidak percaya ke layar laptop yang terparkir di meja kerja suaminya. Perempuan itu tak sadar kalau sejak tadi Arnold terus mencuri lirik, kemudian menyalin ekspresi wajahnya ke kepala untuk diterjemahkan.Demi menetralkan kegugupan dalam geriknya ag

  • Terjebak Cinta Tuan Duda   86. Dialog Senja

    "Kau duluan saja yang bicara." Suara Arnold berpadu dengan lembutnya angin balkon. Rambut basahnya yang baru terkecup air mandi bergerak-gerak pelan.Mereka duduk di kursi balkon yang berbahan kayu. Meja bundar menjadi pemisah keduanya. Tak ada apa pun di meja itu selain handphone Arnold yang diletakkan dalam posisi terbalik.Di atas pangkuan Kezia, Angeline tertidur pulas. Arnold sudah menyarankan agar bayi itu diletakkan saja di ranjang agar bisa beristirahat dengan lebih nyaman. Namun, Kezia menjawab kalau Angeline baru terpejam dalam waktu yang belum lama, sehingga masih besar kemungkinan dia akan bangun kapan pun."Kurasa kau saja yang lebih dulu bercerita. Aku yakin sesuatu yang hendak kau sampaikan jauh lebih penting dibandingkan milikku," jawab Kezia. Matanya menyorot lurus ke arah Arnold. Dalam diamnya, ada sekeping kecemasan yang memantik keringat merembes di pelipisnya. Dia khawatir Arnold akan menyinggung tentang kecurigaannya tentang p

  • Terjebak Cinta Tuan Duda   85. Meminta Waktu untuk Bicara

    Sejak lahirnya Angeline, Eva belum pernah menginap di rumah Arnold. Perempuan itu selalu membuat kesibukan pura-pura yang harus diselesaikannya di luar rumah. Padahal, alasan utamanya enggan menginap adalah karena tidak mau direpotkan malam-malam oleh Kezia kalau bayi itu rewel.Pagi ini menjadi kali pertama Eva datang lagi setelah acara peresmian nama Angeline dua hari yang lalu. Kedatangan Eva pun atas permintaan dari Kezia yang mengiriminya pesan kalau ada hal mendesak yang harus mereka bicarakan."Memangnya ada apa?" tanya Eva saat pertama kali tiba di kamar Kezia. Angeline masih terlalu kecil untuk dibuatkan kamar sendiri. Arnold baru menyewa seorang arsitek untuk mendesain kamar bayi perempuan yang nyaman untuk ditinggali Angeline kala usianya sudah masuk beberapa bulan nanti.Kezia memutar jarinya sebagai isyarat agar Eva mengunci pintu dari dalam. Arnold sudah berangkat ke kantor sejak satu jam lalu, tapi masih ada tiga pembantu yang mungkin saja

  • Terjebak Cinta Tuan Duda   84. Peretas Tak Lebih Pintar

    Untuk beberapa saat, Andrew cuma bisa mengerjapkan mata tak percaya. Wajahnya mencipta garis lurus seolah kabar yang usai didengarnya telah merampas seluruh kewarasan dari kepala."Jadi, pelakunya bukan Gabriel?" tanya Andrew. Kentara sekali mulutnya yang bergetar. Jiwanya seolah diacak-acak kenyataan. Keyakinan yang terpatri begitu kuat dalam hati kalau Kezia tak mungkin terlibat dalam masalah ini, kini jatuh berluruhan seperti rintik hujan yang membasuh bumi."Kau tahu kalau aku begitu mencintai istriku. Tidak mungkin aku membuat tuduhan padanya kalau tak memiliki bukti yang benar-benar nyata," jawab Arnold yang lebih berhasil menampilkan raut santainya. Dia sudah bisa menebak bagaimana reaksi yang akan ditunjukkan Andrew saat pertama kali mendengar kabar ini.Andrew mengangguk lemah. Wajahnya mendadak pucat seperti langit mendung. "Saya benar-benar tidak menyangka akan seperti ini.""Aku pun demikian. Sejak awal, aku memang telah meninggalk

  • Terjebak Cinta Tuan Duda   83. Peresmian Nama

    Satu minggu setelah suara tangisan bayi perempuan itu merobek semesta, Arnold mengadakan pesta di rumahnya untuk merayakan kelahiran sang bayi, sekaligus peresmian nama untuk bayi tersebut. Banyak keluarga yang datang dari luar kota untuk menengok si bayi serta memberikan hadiah. Para karyawan diundang, juga tetangga-tetangga."Putri Tuan Arnold cantik sekali." Begitulah pujian yang mengalir sederas hujan dari mulut para tamu undangan. Mereka mencicipi aneka hidangan sambil tak henti melirik ke arah bayi yang ditidurkan di atas ranjang mungil. Bayi itu dipakaikan setelan berwarna merah muda, lengkap dengan bando dan sepatu yang terlihat kebesaran di kaki tujuh harinya.Sementara itu, Kezia mengenakan dress berwarna merah cerah yang longgar. Ia masih terlalu malu untuk memakai dress ketat karena belum memiliki waktu untuk mengembalikan bentuk tubuh seindah dahulu. Arnold sendiri mengenakan setelan jas berwarna abu-abu. Dasi bermotif garis-garis meruncing seolah hend

  • Terjebak Cinta Tuan Duda   82. Kelahiran Bayi Perempuan

    Sepulang dari kantor sore itu, Arnold mendapati Kezia sedang meringkuk di bawah selimut dalam kasurnya. Tubuhnya hanya kelihatan bagian kepala sampai leher. Dia terus meracau seperti orang tidak sehat."Apa yang terjadi padamu, Sayang?" Arnold buru-buru mendekat. Dia mengambil posisi duduk di pinggiran kasur. Tangannya membelai-belai rambut Kezia penuh kasih. Walaupun kesal parah setelah mengetahui kalau perempuan itu dan mamanya yang telah mencipta drama masalah di Permata Sanjaya, tapi Arnold tak pernah bisa bohong pada rasa cintanya.Kezia menggeliat sedikit. Dia menggelengkan kepala dalam lemah. "Perutku terasa sakit sekali," jawabnya seraya menekan-nekan perut dari balik selimut.Detik itu juga, Arnold langsung menyingkap selimut yang menutupi tubuh istrinya. Dia mengecek tubuh Kezia seperti dokter yang sedang memeriksa. "Sebelah mana yang sakit?" tanyanya panik."Aku tak tahu. Rasanya sakit semua."Arnold jadi makin panik. Ia

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status