Share

BAB : 4

Penulis: Soffia
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-14 21:30:36

Belum sempat Disa menyahut, tiba–tiba ponsel milik Kiara berdering. Tulisan “Mama” terpampang pada layar ponsel tersebut.

"Tenang-tenang. Sekarang lo jawab." Disa berbisik. “Tumbalin gue aja deh. Bilang aja lo di rumah gue. Anggap aja tadi gue bohong kasih jawaban."

Melihat Kiara frustasi begitu, gimana Disa bisa tenang. Minimal bisa bantu biar nggak kena omel orang tuanya aja dulu udah aman sih.

"Halo, Ma."

"Kamu benar-benar bikin mama emosi, ya! Dicariin ke mana-mana juga. Bilang, kamu dari mana dan ke mana?! Dari semalam nggak pulang-pulang!"

Disa sampai ikutan ngeri mendengar omelan mamanya Kiara. Kayaknya beneran marah. Karena biasanya mode ngomel, tapi ini emosinya lebih wah.

"Cepetan pulang!"

"I-iya, Ma."

Kiara langsung menutup percakapan dengan Viona, mamanya. Kemudian menarik napas panjang dan membuang perlahan.

"Rileks, Kiara. Lo tenang. Kalau muka lo tegang begitu, semua bakalan curiga,” ucap sahabatnya. Ia kemudian membantu menyamarkan tanda di kulit Kiara dengan foundation.

Padahal sedang serius, Disa tiba-tiba malah sedikit terkekeh.

"Apasih?"

"Ini cowok kayaknya terobsesi deh sama lo," ujar Disa.

"Jangan ngarang lo ya. Gue takut tahu. Masih gue ingat ya itu mukanya tepat di depan gue."

"Yang punya rumah tadi?"

"Kayaknya," balas Kiara. "Soalnya penjaganya cuman bilang ... jangan pergi Nona. Nanti Tuan marah. Argghh, nggak tahu aja itu majikan mereka habis kekepin gue."

***

Selesai menyamarkan tanda itu, Disa mengantarkan Kiara pulang ke rumah. 

"Dari mana kamu?" tanya Randy pada Kiara—putrinya.

"Aku dari rumahnya Disa, Pa," jawab Kiara.

Sang kakak, Nadine, bersidekap dada, merespon jawaban yang diberikan oleh sang adik. Tapi mengarahkan pandangan pada Disa. 

"Aku sama mama sempat datang ke rumah kamu, kan, Disa?” ucap Nadine. “Jawaban apa yang kamu kasih?"

Disa sedikit menunduk. "Maaf, Kak. Aku bohong. Soalnya pas Kak Nadine sama Tante datang tadi Kiara masih tidur. Takut nanti kalian malah heboh di rumahku dan orang tuaku malah ikutan ngomel," jelas Disa memberikan balasan pada pertanyaan yang Nadine berikan padanya.

"Jangan bohong!"

"Kita beneran, Kak. Kalau nggak percaya, silakan tanya sama orang tuaku atau Bibik di rumah," balas Disa lebih kukuh lagi.

Tolong, ya ... ini hanya saran ngasal. Jangan sampai Nadine beneran menghubungi orang tuanya. Tamat sudah kalau beneran.

"Semalam kamu ke mana?" tanya Randy.

"Aku–"

"Aku nungguin kamu berjam-jam tau nggak!?" Nadine langsung memotong   perkataan Kiara. "Tiba-tiba hilang! Sampai acara bubar pun kamu nggak muncul. Mama sampai marahin aku gara-gara kamu ngilang nggak jelas, Kiara!"

"Aku nungguin Kakak kok, tapi pas aku telepon, Kakak–”

"Bohong!"

"Beneran, Kak! Kak Nadine yang tiba-tiba hilang.”

“Kamu ini!” Wajah Nadine memerah. “Sudah hilang nggak jelas, sekarang fitnah aku?”

Kiara mengernyit. Kenapa kakak perempuanya ini justru menyalahkannya? Jelas-jelas Kiara sudah telepon 

“Enggak, Kak. Tapi–”

“Jangan-jangan kamu justru ada main dengan cowok, Ki!?” Nadine kembali menuduh. Jarinya menunjuk ke wajah Kiara. “Emang ya, dari dulu aku tau kamu suka main-main!”

"Sudah cukup!" Semua diam mendengar bentakan Randy. "Kiara, jangan sembarangan bergaul. Apalagi kamu sudah punya tunangan. Bagaimana kalau pihak sana tahu kamu main-main dengan pria lain?”

Kiara terbelalak. Ayahnya … lebih percaya omongan tidak masuk akal dari si kakak?

“Pa, tapi aku semalam benar-benar nggak main-main….” Suara Kiara lirih. 

Namun, ia tidak bisa menyangkal lebih lanjut, karena meskipun semalam adalah kejadian yang tidak disengaja dan Kiara tidak bisa mengingatnya, adalah benar ia menghabiskan malam dengan seorang pria asing. 

“Ya sudah. Kamu sekarang masuk kamar saja,” kata sang ayah lagi. “Jangan lupa hubungi Dion. Kamu harus baik-baikin dia, biar pertunangan kalian lancar. Kalau sudah seperti itu kan keluarga kita juga yang untung.”

Kiara gegas menuju kamar dalam diam. Takut dan cemas kalau-kalau orang tuanya tahu kejadian semalam, serta tersinggung karena ucapan sang kakak. 

Juga … sedikit sedih. Karena ucapan sang ayah terdengar seperti sedang mengorbankannya demi keluarga.

Sesampainya di kamar, ia langsung menutup rapat pintu kamarnya dan menghempaskan badan di kasur. Rasanya seperti baru keluar dari oven. Panas banget. Lebih tepatnya, otaknya yang panas.

Segera mandi untuk membersihkan badannya. Berendam di dalam bath-up, sambil memejamkan kedua matanya. Langsung kaget saat malah kebayang muka si cowok itu.

"Arghhh ... ada yang nggak beres sama otak gue. Kenapa malah muka dia yang nongol, sih."

Tapi kembali berpikir. "Semalam beneran nggak terjadi sampai tahap itu, kan? Kayaknya nggak mungkin deh. Tapi di video itu gue sampai ..." Menghentikan kata-katanya. "Ampun banget. Tapi rasanya nggak ada sakit atau rasa aneh kayak yang orang-orang bilang deh. Tapi ..."

Ingin menggetok kepalanya sendiri rasanya biar sekalian amnesia. Ini ingatannya kayak muter-muter ke adegan itu terus loh. Mana tadi dia juga bersikap begitu padanya dalam keadaan sadar. Kebayang kalau pas lagi mabuk.

"Ck, mana ini bekas sialan nggak ilang-ilang lagi." Menggosok-gosok tanda kiss yang ada di dada nya.

Selesai mandi dan berbenah diri, Kiara duduk di kursi di depan meja rias. Apalagi kalau bukan menyamarkan bekas yang ada di dada nya dengan foundation. Satu tanda ini, bisa bikin gempar satu keluarga besar.

Di saat yang bersamaan, ponselnya berdering. Terlihat nama Dion yang tertera. Malas? Jangan ditanya. Saking malasnya ingin ia riject panggilan telepon itu. Hanya saja nanti pasti bakalan berurusan dengan papanya.

"Hallo."

"Kiara kamu di mana?"

"Aku di rumah. Kenapa?"

"Pesanku nggak kamu balas."

"Maaf, tapi aku juga baru pegang HP. Baru pulang dari rumah Disa."

"Hari ini aku libur. Ayo, temani aku jalan."

"Boleh nolak nggak. Aku capek banget?"

"Kiara, kamu kenapa sih selalu menolak ajakanku? Sudah tahu, kan ... kalau kita dijodohkan. Orang tua kita, itu ikut andil dalam hubungan ini." Dion berkata. “Kalau kamu mau aku baik-baikin keluarga kamu, nurut!”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Terjebak Dekapan Panas Duda Posesif   BAB : 19

    Kiara melakukan pergerakan, mengubah posisi tidurnya menghadap arah jendela. Yang awalnya terkesan malas untuk membuka mata, tapi malah langsung melek sempurna saat melihat pantulan cahaya matahari di luar sana sudah terang benderang, menembus tirai.Langsung bangun dan duduk, mengarahkan pandangannya ke sekitar. Apalagi yang ia lakukan selanjutnya kalau bukan mengecek dirinya sendiri. Lega, itulah yang dirasakan saat mendapati semua dalam keadaan aman. Lebih tepatnya, aman dari sikap gila seorang Sean.Mengarahkan pandangannya pada jam dinding. “Minimal bangunin gitu loh,” gerutunya saat melihat jarum jam sudah berada di angka 10.“Dia kemana ini. Malah ninggalin aku sendirian di sini.”Kiara beranjak dari ranjang, kemudian menuju arah balkon. Membuka tirai, jendela dan pintu ... hingga cahaya dan udara masuk ke dalam kamar. Coba kalau di rumahnya, sudah panas telinganya dapat omelan dari mamanya kalau bangun di jam segini.Berdiri di tepi pagar, dengan pandangan mengarah ke sekelil

  • Terjebak Dekapan Panas Duda Posesif   BAB : 18

    Kiara yang tidur nyenyak, perlahan melakukan pergerakan. Tapi tindakannya terhalang oleh sesuatu yang sedang berada di badannya.Perlahan membuka mata, tapi langsung melek sempurna saat mendapati posisi tangan Sean yang melingkar di badannya. Mau teriak, tapi sayang sekali Kiara langsung tersadar jika hubungan keduanya kini adalah suami-istri.“Kenapa juga harus meluk, sih. Ih, dasar cowok mesum,” gurutu Kiara perlahan melepaskan lengan Sean yang ada di badannya. Mana posisi dia nggak pake baju, membuat otak bersihnya jadi berpikir kotor saja.Tapi Kiara sedikit terdiam dan langsung terfokus pada kondisi Sean. Suhu badannya masih panas. Yang awalnya mau ngoceh, tapi tak jadi.Setelah lepas dari Sean, Kiara segera bangun dari posisi tidurnya. Benar-benar tak bisa dikasih peluang kan cowok ini. Sudah di bilang jangan sampai bertindak terlalu jauh, tapi ia berasa sudah digarap sebadan-badan oleh Sean. Kalau belum nikah, bakalan ngamuk sih ini. Dirinya tidur hanya mengenakan gaun tidur, p

  • Terjebak Dekapan Panas Duda Posesif   BAB : 17

    Durasi tiga puluh menit, bahkan belum ada tanda-tanda Sean keluar dari kamar mandi. Tak ingin khawatir bahkan tak berminat untuk mengkhawatirkan dia, tapi tetap saja Kiara bingung. Masa iya mandi aja selama itu.“Ck, dia ngapain sih di kamar mandi selama itu? Masa berendam di tengah malam begini.”Kiara beranjak dari posisi duduknya dan berjalan menuju arah kamar mandi. Mau memanggil dan memastikan keadaan dia, tapi lagi-lagi mengurungkan niat itu dan balik ke ranjang.Mengarahkan pandangannya pada jam dinding yang tampak sudah menunjukkan pukul 11 malam.“Arrgghh, Sean! Kamu bener-bener bikin gregetan,” gerutunya. Kembali menuju arah kamar mandi. “Sorry, ya. Ini tuh bukan khawatir, tapi kalau terjadi sesuatu kan bikin aku kena imbasnya juga gitu loh.”Ragu-ragu, maju mundur ... endingnya tetap saja melakukan. Langsung mengetuk pintu kamar mandi. Tapi di luar prediksi, belum tangannya bertindak, pintu tiba-tiba dibuka dari arah dalam. Memeperlihatkan Sean yang muncul di depannya.Kia

  • Terjebak Dekapan Panas Duda Posesif   BAB : 16

    Seperti yang Sean katakan, seseorang yang datang adalah Dion. Sejujurnya ia merasa akan buang-buang waktu untuk menghadapi Dion, tapi jelas tak ingin melewatkan kesempatan ini. Saat di mana dirinya melihat ekpressi dan emosi Dion ketika ia mendapatkan Kiara.Sean keluar dari rumah, lebih tepatnya menuju arah pagar pembatas di mana Dion tertahan di sana karena tak diberikan akses masuk oleh penjaga.Bukan hanya Sean, tapi Randy dan Viona juga ikut mengekori karena sudah pasti fokus utama keluarga Narendra. Pertunangan yang sudah berlangsung lama, tapi endingnya Kiara malah jatuh ke tangan Sean. Mau mengelak juga tak bisa, karena posisi Sean jauh lebih unggul dari Dion dari sisi apapun juga.“Om benar-benar munafik!” umpat Dion langsung saat dihadapkan pada Randy. Hendak menyerang, tapi dua orang bodyguard Sean langsung menghadang hingga tindakan itu gagal terjadi.“Jangan lupa, ini areaku ... jaga sikapmu. Kalau tidak, kemungkinan orang tuamu akan datang menemuimu ke UGD,” peringatkan

  • Terjebak Dekapan Panas Duda Posesif   BAB : 15

    Kiara langsung berubah ekpressi saat dihadapkan pada Sean yang datang menghampirinya. Nyalinya yang tadinya seakan berkobar seperti api ketika menghadapi Nadine, kini malah meleleh seperti besi yang dibakar.Sean mendekat. Menarik kursi, kemudian duduk di sana berhadapan dengan Kiara.“Cantik. Sesuai dengan apa yang ku mau.”Kiara tak memberikan respon, hanya diam tanpa kata. Jangankan salting dipuji, otaknya saja seperti tak sedang berfungsi dengan benar saat ini.“Bisakah seperti itu terus?”“Apa?” tanya Kiara dengan maksud dari permintaan Sean.“Bisakah melepaskan semua emosi yang kamu rasakan, tanpa menahan dan berpikir jika tindakan itu salah?”Hal aneh yang terjadi jika berhadapan dengan Sean. Nyalinya hilang diterpa angin. Manusia yang satu ini seolah menyerap habis kemarahannya dan seperti memegang kendali dirinya.“Maaf,” ucap Kiara bergumam.“Kenapa harus minta maaf? Kamu nggak melakukan kesalahan apapun padaku, Kiara.”Kiara sedikit menunduk, kemudian kembali tegak dan mena

  • Terjebak Dekapan Panas Duda Posesif   BAB : 14

    Keesokan harinya ....Matanya mengantuk, kepalanya pusing karena semalaman tak bisa tidur. Jangan ditanya lagi seperti apa isi otaknya karena pastinya berantakan. Menolak Dion, tapi berakhir dengan Sean. Kiara sampai bingung harus menganggap ini untung atau buntung. Keduanya berada di tingkat buruk masing-masing.Kiara kini berada di sebuah ruangan dengan beberapa orang penata rias dan busana yang sedari tadi berputar-putar menggerayangi dirinya. Bisa menebak kan apa yang sedang terjadi? Yap, nikah.Berharap ini mimpi, tapi sayangnya setiap ia mencoba tutup mata dan membuka kembali, hasilnya tetap sama. Ini nyata! Lebih tepatnya, kenyataan yang buruk.Mimpinya jika menikah dengan pesta yang meriah, kini tak mau berharap lagi. Meskipun Sean mau mengabulkan, tapi ia tetap menolak. Hanya ijab qabul dan itupun hanya dihadiri oleh keluarga inti.“Sesuai dengan permintaan dari Bapak Sean. Bagaimana menurut Anda dengan hasilnya, Nona? Kalau ada yang kurang atau tak Anda sukai, bisa kami perb

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status