Kiara langsung kaget. Karena tiba-tiba wanita itu muncul di hadapannya entah dari mana.
"Aku mau ..."
Langsung, Kiara lari dengan begitu cepat keluar dari rumah itu saat melihat secercah cahaya harapan. Lebih tepatnya, ketika melihat pintu keluar. Rumah ini terlalu luas, hingga ia bingung mencari mana pintu utama. Bisa-bisa malah muter-muter doang di sini.
"Nona ... Anda jangan pergi!" panggil wanita itu langsung mengejar Kiara. Bahkan memancing beberapa orang lainnya yang sepertinya memang pekerja di rumah ini.
Sampai di teras, dikira sudah aman. Malah makin rumit. Dua orang penjaga langsung menghadangnya.
"Nona, Anda mau ke mana?"
"Aku mau pulang."
"Nona harus tunggu Tuan dulu."
"Bodo amat sama Tuan kalian!"
Kiara kembali mengecoh dua penjaga itu hingga berhasil lolos. Makin mempercepat langkah dan dengan cepat membuka pagar. Ini telat sedikit saja ia bisa langsung kembali ditangkap.
Untungnya, keberuntungan seolah sedang berpihak padanya. Saat mereka semua mendapatkannya, Kiara sudah berhasil keluar dan menahan pagar dari luar.
"Disa mana, sih. Ini kalau gue ketangkap, bisa-bisa gue beneran ditelan hidup-hidup sama dia," gerutu Kiara.
Tadi saja ia diberikan sikap seperti tu. Takut banget kalau mode marahnya justru lebih ganas lagi. Entah ini rumah mafia atau apalah, yang jelas ini tuh nakutin.
"Nona, Anda jangan pergi. Nanti Tuan bisa marah," ujar mereka di balik pagar yang sedang ia tahan agar jangan sampai terbuka.
"Bodo amat sama Tuan kalian. Aku nggak peduli!"
Di saat yang bersamaan, terlihat mobil yang berhenti di depan Kiara. Yakin itu adalah Disa, Kiara langsung melepaskan pegangannya pada pagar agar orang-orang di dalam tak bisa keluar dan gegas masuk ke dalam mobil.
"Buruan buruan!"
Disa yang posisinya dibalik kemudi, tentu saja ikutan panik dan spontan melakukan apa yang Kiara pinta. Melajukan kendaraannya dengan kecepatan tinggi, meninggalkan lokasi.
Kiara menarik napasnya panjang, kemudian menghembuskan perlahan. Rasanya seperti keluar dari kandang macan yang nyaris memakannya hidup-hidup.
Setelah merasa aman dan menjauh, Disa menghentikan laju kendaraannya di sebuah pinggiran jalan. Kemudian mengarahkan pandangannya pada Kiara yang tampak benar-benar kacau di sampingnya.
"Kiara, jelasin sekarang. Ini lo kenapa–itu kissmark!?”
Pertanyaan Disa dilontarkan dengan suara keras. Mata sahabat Kiara itu melotot sempurna saat melihat tanda merah tercetak nyata di bagian atas ada Kiara.
“Ki, lo ... kayak habis diper–" Disa sampai menghentikan perkataannya karena kata-kata itu sangat menjijikkan. "Lo nggak habis dianuin kan?"
Kiara menyambar satu botol minuman yang ada di sampingnya, kemudian meneguk hingga habis. Tenaga nya seolah terkuras habis hanya untuk kabur dari kamar sampai masuk mobil.
"Ki, ini bekas siapa anjir?"
"Ya makanya lo diem dulu. Tunggu gue jelasin, Disa. Lihat kan, gue stress, gue lagi takut. Jadi tolong jangan mikir yang enggak-enggak dulu."
Beberapa saat, akhirnya Kiara buka suara dan menjelaskan semua kejadian pada Disa.
"Semalam gue bilang kan sama lo kalau gue diminta sama Kak Nadien buat temenin dia ke acara temannya."
"Iya."
"Gue pergi sendirian ke sana. Janjian ketemuan di sana sama dia. Tapi dia ilang.abis kasih minum. Habis minum, mendadak gue malah pusing," jelas Kiara. “Gue telepon Kak Nadien juga nggak ada jawaban.”
"Trus?"
"Nggak tahu lagi. Pas bangun, gue malah di rumah yang tadi."
"Dalam posisi?"
Kiara menggigit bibir bawahnya mengingat kondisinya saat bangun tadi pagi. Baju tidurnya yang nyaman, tapi seksi, kamar asing ….
Apalagi dengan sesosok pria asing yang–
Tiba-tiba wajah Kiara memerah.
“Aduh, Kiaraaa!” Sang sahabat mengeluh keras.
“Tapi gue yakin videonya bohong, Dis!” ujar Kiara.
“Yakin?”
“Kayaknya sih…” Ditanyai balik justru membuat Kiara tidak yakin.
Sebab … bagian awal video itu saja sudah ada adegan yang tidak senonoh. Bagaimana dengan kelanjutannya. Namun, ia tidak merasakan apa pun di tubuhnya sekarang. Bukankah jika sudah ‘berbuat’, Kiara seharusnya tahu bedanya?
"Gue nggak ngerasain apa-apa juga."
"Memangnya kalau udah diituin, rasanya gimana?" tanya Disa malah mendadak bingung.
Kiara langsung menabok lengan Disa karena bahasan kali ini malah makin aneh.
"Tapi kayaknya aman-aman aja deh. Tapi menurut lo, aman nggak? Gue di kamar sama cowok begitu, trus video barusan ... kira-kira aman nggak endingnya?"
Nggak mau jawab, akhirnya Disa hanya menggeleng perlahan memberikan respons. Ya siapapun yang ditanya, juga bakalan ngasih jawaban yang sama.
"Cakep nggak?"
"Hah, apanya?" tanya Kiara.
"Cowoknya."
"Disa ah elah ... kenapa juga bahasannya itu. Lo harus bantuin gue mikir. Ini gimana nasib gue. Ah, elo mah."
"Ya bantuin apalagi, Kiara sayang. Ini kiss mark, kalau sampai dilihat orang lain aja udah bikin heboh loh. Belum lagi kalau video itu kesebar. Kia, bukan hanya nebak, tapi gue pastiin itu bakalan langsung viral sejagad maya."
"Dia punya video nya. Ini juga langsung share ke HP gue malah. Takut banget gue kalau otaknya ngaco dan ... tamatlah gue, Disa." Bayangan buruk langsung bergentayangan di pikiran Kiara. belum lagi dengan kejelasan apa yang terjadi semalam.
"Ya lagian lo ngapain sih ngikutin Kak Nadine. Kan bisa nolak."
"Dia minta temenin, ya gue nolaknya gimana, Disa."
"Ck, jadi runyam gini urusannya."
Di saat yang bersamaan ponsel milik Disa berdering. Terlihat nama Hagia, sahabat Kiara yang lain, di layar ponsel.
"Ya, Gi?"
"Lo kemana, sih. Katanya bikin tugas, gue udah nyampe rumah lo ... kata Tante lo nya mendadak pergi."
"Iya, sorry. Gue lagi sama Kiara."
"Btw, Kak Nadine tadi nyamperin gue ke rumah nyariin Kiara. Gue bilang nggak tahu. Dia kelihatannya marah."
Kiara melakukan pergerakan, mengubah posisi tidurnya menghadap arah jendela. Yang awalnya terkesan malas untuk membuka mata, tapi malah langsung melek sempurna saat melihat pantulan cahaya matahari di luar sana sudah terang benderang, menembus tirai.Langsung bangun dan duduk, mengarahkan pandangannya ke sekitar. Apalagi yang ia lakukan selanjutnya kalau bukan mengecek dirinya sendiri. Lega, itulah yang dirasakan saat mendapati semua dalam keadaan aman. Lebih tepatnya, aman dari sikap gila seorang Sean.Mengarahkan pandangannya pada jam dinding. “Minimal bangunin gitu loh,” gerutunya saat melihat jarum jam sudah berada di angka 10.“Dia kemana ini. Malah ninggalin aku sendirian di sini.”Kiara beranjak dari ranjang, kemudian menuju arah balkon. Membuka tirai, jendela dan pintu ... hingga cahaya dan udara masuk ke dalam kamar. Coba kalau di rumahnya, sudah panas telinganya dapat omelan dari mamanya kalau bangun di jam segini.Berdiri di tepi pagar, dengan pandangan mengarah ke sekelil
Kiara yang tidur nyenyak, perlahan melakukan pergerakan. Tapi tindakannya terhalang oleh sesuatu yang sedang berada di badannya.Perlahan membuka mata, tapi langsung melek sempurna saat mendapati posisi tangan Sean yang melingkar di badannya. Mau teriak, tapi sayang sekali Kiara langsung tersadar jika hubungan keduanya kini adalah suami-istri.“Kenapa juga harus meluk, sih. Ih, dasar cowok mesum,” gurutu Kiara perlahan melepaskan lengan Sean yang ada di badannya. Mana posisi dia nggak pake baju, membuat otak bersihnya jadi berpikir kotor saja.Tapi Kiara sedikit terdiam dan langsung terfokus pada kondisi Sean. Suhu badannya masih panas. Yang awalnya mau ngoceh, tapi tak jadi.Setelah lepas dari Sean, Kiara segera bangun dari posisi tidurnya. Benar-benar tak bisa dikasih peluang kan cowok ini. Sudah di bilang jangan sampai bertindak terlalu jauh, tapi ia berasa sudah digarap sebadan-badan oleh Sean. Kalau belum nikah, bakalan ngamuk sih ini. Dirinya tidur hanya mengenakan gaun tidur, p
Durasi tiga puluh menit, bahkan belum ada tanda-tanda Sean keluar dari kamar mandi. Tak ingin khawatir bahkan tak berminat untuk mengkhawatirkan dia, tapi tetap saja Kiara bingung. Masa iya mandi aja selama itu.“Ck, dia ngapain sih di kamar mandi selama itu? Masa berendam di tengah malam begini.”Kiara beranjak dari posisi duduknya dan berjalan menuju arah kamar mandi. Mau memanggil dan memastikan keadaan dia, tapi lagi-lagi mengurungkan niat itu dan balik ke ranjang.Mengarahkan pandangannya pada jam dinding yang tampak sudah menunjukkan pukul 11 malam.“Arrgghh, Sean! Kamu bener-bener bikin gregetan,” gerutunya. Kembali menuju arah kamar mandi. “Sorry, ya. Ini tuh bukan khawatir, tapi kalau terjadi sesuatu kan bikin aku kena imbasnya juga gitu loh.”Ragu-ragu, maju mundur ... endingnya tetap saja melakukan. Langsung mengetuk pintu kamar mandi. Tapi di luar prediksi, belum tangannya bertindak, pintu tiba-tiba dibuka dari arah dalam. Memeperlihatkan Sean yang muncul di depannya.Kia
Seperti yang Sean katakan, seseorang yang datang adalah Dion. Sejujurnya ia merasa akan buang-buang waktu untuk menghadapi Dion, tapi jelas tak ingin melewatkan kesempatan ini. Saat di mana dirinya melihat ekpressi dan emosi Dion ketika ia mendapatkan Kiara.Sean keluar dari rumah, lebih tepatnya menuju arah pagar pembatas di mana Dion tertahan di sana karena tak diberikan akses masuk oleh penjaga.Bukan hanya Sean, tapi Randy dan Viona juga ikut mengekori karena sudah pasti fokus utama keluarga Narendra. Pertunangan yang sudah berlangsung lama, tapi endingnya Kiara malah jatuh ke tangan Sean. Mau mengelak juga tak bisa, karena posisi Sean jauh lebih unggul dari Dion dari sisi apapun juga.“Om benar-benar munafik!” umpat Dion langsung saat dihadapkan pada Randy. Hendak menyerang, tapi dua orang bodyguard Sean langsung menghadang hingga tindakan itu gagal terjadi.“Jangan lupa, ini areaku ... jaga sikapmu. Kalau tidak, kemungkinan orang tuamu akan datang menemuimu ke UGD,” peringatkan
Kiara langsung berubah ekpressi saat dihadapkan pada Sean yang datang menghampirinya. Nyalinya yang tadinya seakan berkobar seperti api ketika menghadapi Nadine, kini malah meleleh seperti besi yang dibakar.Sean mendekat. Menarik kursi, kemudian duduk di sana berhadapan dengan Kiara.“Cantik. Sesuai dengan apa yang ku mau.”Kiara tak memberikan respon, hanya diam tanpa kata. Jangankan salting dipuji, otaknya saja seperti tak sedang berfungsi dengan benar saat ini.“Bisakah seperti itu terus?”“Apa?” tanya Kiara dengan maksud dari permintaan Sean.“Bisakah melepaskan semua emosi yang kamu rasakan, tanpa menahan dan berpikir jika tindakan itu salah?”Hal aneh yang terjadi jika berhadapan dengan Sean. Nyalinya hilang diterpa angin. Manusia yang satu ini seolah menyerap habis kemarahannya dan seperti memegang kendali dirinya.“Maaf,” ucap Kiara bergumam.“Kenapa harus minta maaf? Kamu nggak melakukan kesalahan apapun padaku, Kiara.”Kiara sedikit menunduk, kemudian kembali tegak dan mena
Keesokan harinya ....Matanya mengantuk, kepalanya pusing karena semalaman tak bisa tidur. Jangan ditanya lagi seperti apa isi otaknya karena pastinya berantakan. Menolak Dion, tapi berakhir dengan Sean. Kiara sampai bingung harus menganggap ini untung atau buntung. Keduanya berada di tingkat buruk masing-masing.Kiara kini berada di sebuah ruangan dengan beberapa orang penata rias dan busana yang sedari tadi berputar-putar menggerayangi dirinya. Bisa menebak kan apa yang sedang terjadi? Yap, nikah.Berharap ini mimpi, tapi sayangnya setiap ia mencoba tutup mata dan membuka kembali, hasilnya tetap sama. Ini nyata! Lebih tepatnya, kenyataan yang buruk.Mimpinya jika menikah dengan pesta yang meriah, kini tak mau berharap lagi. Meskipun Sean mau mengabulkan, tapi ia tetap menolak. Hanya ijab qabul dan itupun hanya dihadiri oleh keluarga inti.“Sesuai dengan permintaan dari Bapak Sean. Bagaimana menurut Anda dengan hasilnya, Nona? Kalau ada yang kurang atau tak Anda sukai, bisa kami perb