Share

BAB : 5

Penulis: Soffia
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-15 10:26:50

"Jam berapa?" tanya Kiara langsung. Malas banget memperpanjang urusan dan obrolan dengan dia.

"Sebentar lagi ku jemput."

"Iya."

Niat hati ingin tidur seharian demi menenangkan otaknya yang sedang stress, Dion malah ngajak jalan.

Kalau bukan karena orang tuanya yang ngotot, sudah pasti ia menjauh dari manusia bernama Dion. Belum jadi suaminya saja sudah mode maksa dan ngatur, apalagi kalau sudah nikah. Bisa-bisa ia bundir karena stress.

Kiara berjalan menuju arah lemari pakaian. Mengambil sebuah stelan rok selutut dan atasan senada, dengan bawahan sepatu kets. Mengenakan make-up tipis-tipis sebagai riasan.

Turun menuju lantai bawah dan menghampiri mamanya yang ada di teras samping.

"Parah banget sih. Baru juga pulang, udah pergi lagi."

Bukan Viona yang komentar, tapi justru Nadine. Kiara tak menghiraukan perkataan kakaknya itu. Agak kesal karena kejadian semalam.

"Ma, aku izin mau pergi sama Dion."

"Bohong ya."

"Apasih, Kak. Semua perkataanku kamu bilang bohong terus."

"Nggak yakin aja kalau sama Dion. Dia kan sibuk kerja."

Di saat yang bersamaan, terdengar suara deru mobil yang memasuki area pekarang rumah.

"Noh, kalau nggak percaya. Makanya Kakak jangan ngatain aku bohong terus.”

Ketiganya menuju arah ruang tamu. Benar saja, tampak Dion sudah menunggu. Dia beranjak dari posisi duduknya, kemudian menghampiri dan bersalaman dengan Viona.

"Maaf, Tante. Aku izin ngajakin Kiara pergi, ya."

"Mau ngajaki Kiara kemana, Dion?"

"Ke acara teman, Tante."

"Dion ngajakin kamu pergi ke acara temannya, minimal kamu bisa nggak sih dandan yang lebih formal dikit," ujar Nadine pada Kiara.

Kiara mengarah pada Dion. "Haruskah aku pake gaun dan hels?"

"Nggak usah. Ini hanya acara ngobrol santai saja kok,” balas Dion.

Kiara kembali mengarah pada Nadine. "Kakak dengar, kan? Sibuk banget merecoki setiap apa yang ku lakukan," gerutunya.

Keduanya pamit dan segera masuk ke dalam mobil. Meninggalkan area pekarangan rumah menuju lokasi acara.

"Ini nggak lama, kan?"

"Belum tahu, kan ini hanya ngobrol jadi ya lebih terkesan santai. Bisa saja sampai sore."

Kepalanya sakit, pusing, malah diajakin pergi dan hanya akan menemani dia ngobrol. Kebayang kan betapa lamanya waktu akan berputar. Efek mabuk semalam seolah membuat otaknya serasa meletup-letup.

"Kamu baik-baik saja, kan?"

"Cuman pusing. Semalam kurang tidur," ujar Kiara atas pertanyaan yang Dion berikan.

"Alasan yang selalu kamu gunakan kalau aku ajak jalan, kan. Udah hapal banget," balas Dion lengkap dengan senyuman sinisnya.

"Terserah sih mau percaya atau enggak. Nggak maksa buat percaya juga."

Hari yang menyebalkan sedang ia jalani dengan Dion. Menginginkannya, bilang cinta padanya, tapi seolah ia hanya dijadikan boneka yang harus nurut ini dan itu. Hanya karena orang tuanya dan orang tua Dion saling kenal, hingga perjodohan ini terjadi. Jadi, paham kan intinya apa? Yap, bisnis.

Mobil memasuki area sebuah restoran yang terbilang mewah. Ya, sepertinya hanya orang-orang dengan level elit saja yang akan nongkrong di sini.

Dion turun dari mobil, kemudian membukakan pintu mobil untuk Kiara.

"Ingat, ya ... kamu itu calon istriku. Jadi, tolong jaga sikap. Aku nggak mau teman-temanku beranggapan kalau aku salah pilih calon istri."

"Maksudnya apa bilang begitu?"

Dion tak menjawab, tapi langsung memberikan sikap yang ia maksud. Melingkarkan lengannya di pinggang Kiara, hingga membuat gadis itu tertarik padanya.

"Bukankah pasangan kekasih itu harus terlihat mesra dalam situasi apapun?"

"Lepasin nggak!"

"Nurut, Kiara!"

Keduanya masuk ke dalam sebuah restoran. Ya, lebih terlihat seperti restoran mode private. Nggak banyak orang di sini. Sepertinya yang masuk juga bagi yang sudah booking tempat sebelumnya.

"Wah, akhirnya datang juga. Kirain nggak jadi datang lo," ujar salah seorang cowok pada Dion.

"Datang dong," sahut Dion.

"Barang baru kayaknya nih," ujar yang lain pada Dion, tapi mengarah pada Kiara yang posisinya berada di samping Dion.

"Barang ori ini. Jangan macam-macam lo pada," ujar Dion melingkarkan lengannya di pinggang Kiara secara intens.

"Serius barang ori? Udah terjamin atau hanya status doang?" tanya yang lain memastikan. Kemudian terkekeh.

"Hari ini jarang ada yang ori. Adapun, paling fisiknya ..."

"Maksudnya apaan itu?" tanya Kiara menyanggah perkataan itu. "Lo pikir gue barang?!"

Meskipun tak langsung to the point menyebut dirinya, tapi jelas Kiara tahu inti dari semua pembahasan mereka.

"Mereka ngomongnya biasa aja loh. Jangan terlalu diambil hati, Sayang," ujar Dion pada Kiara.

Rasanya tuh muak banget ada di sini. Apalagi dengan sikap, kelakuan dan kata-kata yang Dion berikan padanya. Berasa masuk kawasan panas kalau ada di sekitaran sirkel dia.

Dion mengajak Kiara untuk duduk di kursi. Hanya jadi pendengar dan penonton teman-teman dia yang menurutnya sesad semua. Kadang yang berpasangan, dengan santainya malah bersikap mesra di depannya. Apa maksudnya? Sedang membuatnya panas kah? Jijik yang ada.

"Masih lama, ya?" tanya Kiara pada Dion.

"Jangan minta pulang. Sudah ku bilang, kan ... hari ini waktumu denganku." Peringatkan Dion pada sikap Kiara.

"Ya nggak seharian juga dong, Dion. Ingat, ya ... aku besok kuliah dan aku juga punya tugas. Semalam aku juga kurang tidur."

Dion seolah tak menghiraukan perkataan Kiara, tapi malah sibuk ngobrol dengan cewek yang ada di sebelah dia. Lihat kan, sebenarnya percuma ia ikut ... karena Dion itu jenis buaya darat yang matanya meleng sana sini kalau lihat cewek. Hanya gara-gara bisnis, ia seolah sedang dijual oleh orang tuanya sendiri pada manusia sejenis Dion.

Kiara merogoh tas nya saat deringan ponselnya terdengar. Hanya saja belum melihat siapa yang menelepon, Dion langsung mengambil alih benda itu dari tangannya dan meriject panggilan yang sedang berlangsung.

"Dion ..."

"Sudah ku bilang, kan. Hari ini waktumu denganku, jadi jangan mengalihkan fokusmu dariku ke hal lain."

"Hanya menjawab panggilan telepon. Siapa tahu itu penting."

"Nggak ada yag lebih penting saat ini daripada aku."

"Kembalikan HP ku!"

"Nanti."

"Kamu ngajakin aku ke sini mau ngapain?! Cuman jadi penonton kalian semua beradegan mesra?!" Kiara langsung mengomel.

Dion menatap Kiara intens dan semakin mendekat. "Kamu merasa panas kah melihat semua ini?"

Kiara malah tersenyum sinis, seolah sedang meledek pertanyaan dan pendapat yang Dion berikan tentangnya.

"Panas? Malah aku merasa jijik berada di sini."

Dion beranjak dari posisi duduknya, kemudian menarik dan memaksa Kiara untuk mengikuti langkahnya. Sedikit menjauh dari teman-temannya yang lain.

Mencekik leher Kiara, hingga gadis itu terdorong ke arah dinding dengan napas sesak.

"Sudah ku bilang, kan ... kamu itu milikku Kiara. Jadi jangan berpikir kamu bisa lepas dariku. Hari ini, sampai malam ini kamu denganku. Itu artinya nggak ada hal lain yang lebih penting daripada aku! Jijik kamu bilang? Justru kamu akan merasa senang jika ikut menikmatinya!"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Terjebak Dekapan Panas Duda Posesif   BAB : 35

    Jika memulai hari dengan badmood, ternyata bikin badmood seharian ya. Padahal mau fokus kuliah, tapi gagal karena pagi harinya sudah disambut masalah di kampus.“Lo langsung pulang?” tanya Hagia saat ketiganya meninggalkan kelas setelah kuliah hari ini selesai.“Dih, Gia lo gimana sih. Kan tadi pagi Kia juga udah bilang kalau Sean siang ini mau berangkat. Yakali suaminya mau pergi, dia nya nggak melepas dulu.”“Haruskah melepas gitu?”Odisa tertawa dengan pertanyaan Kiara.“Tapi, Ki. Yang tadi pagi itu beneran kan?” tanya Odisa.“Apanya?”“Yang katanya cinta dan suka sama Sean.”“Nggak lah. Yakali beneran. Itu cuman buat ngasih Juan peringatan.”“Yakin nggak beneran?”“Lo berdua kenapa sih, kayaknya ngebet banget biar gue cinta beneran sama dia?”“Perbandingan kita adalah Sean dan Juan, Kiara. Berhubung kita nggak mau lo jatuh pada Juan, makanya kita berharap banyak lo bisa dapetin apa yang lo inginkan dari Sean. Dia berikan semua, tapi serius lo nggak mau gunakan perasaan sama dia?”

  • Terjebak Dekapan Panas Duda Posesif   BAB : 34

    Baru juga sampai di kelas, Kiara mendapatkan sambutan dari seseorang yang bahkan tak pernah ingin ia lihat lagi. Bukan hanya Kiara, tapi respon Odisa dan Hagia juga kaget.“Kamu ngapain ke sini?” pertanyaan itu datang dari Odisa, karena sangat yakin kalau Kiara tak berharap ada situasi ini.“Disa, lo gimana sih. Ini cowoknya Kiara loh, kenapa lo amuk begitu,” komentar Maya.“Cowoknya Kiara? Hey, mata dan kuping lo semua tolong diperlebar ya. Kiara nggak ada hubungannya lagi sama manusia satu ini. Jadi, jangan pernah kaitkan Kia sama juan lagi.”“Kiara aja diem, ngapain lo yang koar-koar sih, Disa,” tambah Rere menanggapi omelan Odisa.“Gue nggak membantah apa yang Odisa katakan, karena semua memang benar,” sahut Kiara. “Jadi, jangan sangkut pautkan gue sama manusia satu ini lagi!”Ini kampus, bisa-bisanya Juan muncul di sini, di kelas. Kebayang kan seperti apa sembrawutnya emosi Kiara saat ini?Juan terkekeh, kemudian berjalan mendekati Kiara. Menatap dia, seakan ingin ia tarik dengan

  • Terjebak Dekapan Panas Duda Posesif   BAB : 33

    Rutinitas yang sepertinya mulai normal sebagai seorang pasangan dengan dunia yang berbeda. Pagi ini Kiara dan Sean sudah duduk di kursi di ruang makan. Menikmati sarapan yang sudah disajikan oleh pekerja.“Masih sakit?”Pertanyaan yang Sean berikan membuat pandangan Kiara menoleh padanya.Menyentuh lembut pinggang Kiara. “Luka di pinggangmu maksudku,” lanjut Sean pada inti pertanyaannya.“Sudah enggak,” jawab Kiara.Di saat yang bersamaan, ponsel milik Sean berdering. Melirik layar datar itu, terlihat nama Reyvan yang tertera. Kemudian segera menjawab panggilan itu.“Ya?”“Hari ini kita ke Sulawesi.”Ekpressi wajah dan reaksi Sean seketika langsung berubah.“Sudah ku katakan dari awal, kan. Jangan mendadak.”“Masalahnya, Sean ... pihak Silovan yang ngasih info dadakan. Ini aku juga baru dapat kabar barusan, makanya langsung kabari. Tapi dari awal kan memang sering begini, kan mereka. Jangan kaget,” jelas Reyvan.Sean mode hening. Iya, biasanya. Masalahnya sekarang ia bukan sendiri la

  • Terjebak Dekapan Panas Duda Posesif   BAB : 32

    Niat makan siang bareng, gagal total. Sampai di rumah juga sudah kelewat jam siang. Dan sekarang apa? Entah ini beneran sebuah karma atau hanya kebetulan belaka. Kekesalannya pada Sean malah membuatnya justru yang terluka.Rasa malunya seakan hilang ditelan bumi. Harga dirinya sepertinya nggak ada harganya lagi kalau dihadapan Sean. Nggak mau disentuh dan diberikan sikap intens. Tapi gimana mau nolak kalau dia ingatkan status keduanya yang merupakan suami—istri.“Bisa lebih pelan nggak, sih? Kamu pikir itu nggak sakit!”Ocehan Kiara seakan menyerang Sean habis-habisan.“Ini udah pelan, Sayang. Aku juga nggak mau lah bikin kamu kesakitan,” balas Sean dengan nada lembutnya.Yap, seorang Sean yang dikenal emosian tanpa pandang bulu, mendadak jadi lembut kayak agar-agar kalau berhadapan dengan Kiara. Emosinya dia lenyapkan, marahnya diredam, benar-benar bertindak layaknya seorang suami yang ingin mengalah dari istrinya meskipun terkadang si istri memang salah.Setelah selesai, Kiara perla

  • Terjebak Dekapan Panas Duda Posesif   BAB : 31

    Setelah mengobrol di ruangan Sean, kini keduanya beranjak dari sana. Yup, seperti yang Sean katakan tadi ... makan siang bareng.Info tentang pernikahan Sean tak menyebar secara menyeluruh. Bahkan karyawan pun tak ada satupun yang mendapatkan undangan dalam acara tiba-tiba itu. Benar-benar hanya pimpinan para pebisnis saja yang diundang.Dikenal punya temperamen yang keras dan sikap dingin. Jangankan dekat, gosip pun seolah tak mendekat pada Sean perihal seorang wanita. Ya, meskipun statusnya merupakan seorang duda, justru itu yang jadi daya tarik. Duda tampan, rupawan, tajir ... siapa juga yang nggak kepincut.Tadi saat datang, ia merasa benar-benar diperhatikan. Sekarang malah semakin ditelisik tatapan semua mata padanya ketika berjalan bersama Sean. Tahu kan ini cowok kalau mode suami kayak gimana?“Aku jadi was-was,” ungkap Kiara dengan nada pelan, hingga hanya Sean yang mendengar.Sean tersenyum, paham apa yang sedang dibahas oleh Kiara. Sampai di loby, Sean menghentikan langkah

  • Terjebak Dekapan Panas Duda Posesif   BAB : 30

    Sementara di tempat lain, Sean mengumbar senyuman puas setelah bicara di telepon dengan Kiara. Mood nya akhir-akhir ini tergantung bagaimana sikap dan respon Kiara padanya. Jika sesuai harapan, akan berdampak pada sikapnya. Jika tidak, orang-orang di sekitar lah yang jadi pelampiasan.“Jemput Kiara di kampus, langsung bawa ke sini.”“Baik, Pak,” sahut seorang bawahannya yang memang bertugas sebagai supir.Saat supir itu keluar dari ruangan, berpapasan dengan seorang laki-laki yang akan masuk. Sedikit memasang reaksi hormat, kemudian lanjut melangkah pergi.Sedangkan laki-laki itu lanjut menghampiri Sean. Kemudian duduk di kursi yang berhadapan dengan meja sang pimpinan itu.Menelisik penuh rasa penasaran, itulah raut wajah yang dia tunjukkan pada Sean. Tapi kemudian bersandar sambil bersidekap dada dan tersenyum.“Sepertinya mood sang bos hari ini lumayan baik dari kemarin.”Sean masih di pemikirannya, dengan ponsel yang ia mainkan di tangannya. Seolah tak berminat untuk membalas perk

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status