Tangan Revan terulur menghapus air mata Lala yang terus mengalir dengan derasnya. Putri kecilnya juga ikut menangis saat melihat Lala menangis."Ssstt.... Kan buat putri kecil kita juga menangis." ujar Revan dan Lala langsung menghentikan tangisnya lalu menimang bayi kecilnya."Siapa namanya?" tanya Lala dan Revan menggaruk kepalanya yang tiba tiba terasa gatal. Ia tahu pasti bahwa Lala akan memukulnya lagi jika dia beri tahu bahwa putri mereka belum ia beri nama."Siapa namanya?" Lala mengulangi pertanyaannya sembari menatap Revan."Dia belum kuberi nama," jawab Revan.Lala memukuli kepala Revan dengan membabi buta, matanya menatap tajam ke arah sang suami yang sedang mengelus kepalanya yang terasa sakit akibat pukulannya."Dasar ayah tidak waras!" maki Lala dan Revan memasang jengkelnya."Apa? Mau marah?" ujar Lala sembari memberi tatapan devil pada sang suami."Aku menunggumu sadar, Kalo aku kasih nama terus kamunya gak suka gimana? Kamu marah sama aku." tutur Revan dan Lala
Revan berlari tergesa-gesa di sebuah lorong rumah sakit, rambutnya naik turun akibat derap langkahnya yang yang kencang. Bulir bulir keringat membasahi area keningnya. Revan sekarang sudah jauh lebih dewasa, menjadi ayah dari seorang putri yang sekarang sudah tumbuh menjadi gadis yang cantik. Usia Becca saat ini sudah menginjak sepuluh tahun, dan hari ini Revan akan kedatangan anggota keluarga baru, Lala saat ini sedang berada di rumah sakit untuk melahirkan buah cintanya dengan Revan yang kedua.Revan menghentikan langkahnya saat ia melihat putrinya, Becca sedang duduk di sebuah kursi samping pintu sebuah kamar. Di sana juga ada Erik dan Norma yang sedang menunggu. Sedangkan Heru sedang mengurus pabrik makanan ringan yang di rintis Revan dengannya. Pabrik yang awalnya rumahan dan kecil, sekarang sudah berubah menjadi pabrik besar dengan mesin mesin canggih yang memproses pembuatan makanan ringan. Bisa di bilang sekarang Revan mendapatkan kesuksesannya kembali. Keluarga mereka juga t
Seorang gadis melihat ke arah test pack yang tengah ia pegang, berharap bahwa benda kecil dan pipih itu menunjukkan dua garis yang artinya ia tengah mengandung benih dari seseorang yang sangat amat ia cintai. "Apa? Gagal lagi?! " Teriaknya dengan kesal lalu melempar benda itu ke sembarang arah saat menunjukkan garis satu pertanda ia tidak tengah mengandung. Ke dua tangannya merepal dengan kuat, gagal sudah semua rencananya menjadi seorang wanita terhormat dan hidup mewah. Selanjutnya apa? Apa yang harus ia lakukan setelah ia gagal memberikan keturunan pada kekasihnya? Namanya Jessica, ia di vonis tak bisa memiliki keturunan karena penyakit rahim yang ia miliki, namun dengan keyakinan yang besar serta tidak percaya dengan apa yang di katakan oleh dokter, ia terus berusaha untuk memiliki seorang anak dengan kekasihnya yang tak lain adalah seorang mafia ternama di negeri ini demi kehidupan yang layak serta derajat yang lebih tinggi supaya di hormati. Suara ketukan pintu kamar mandi t
Seorang pria tampan duduk dengan sangat tenang di sebuah kursi kebesaran miliknya. Tatapannya yang tegas dan aura kemisteriusannya membuat siapa saja yang berada di dekatnya memilih mundur dari pada berhadapan dengan sesosok pria tampan tersebut. Banyak sekali para pria berbadan besar yang berada di sisinya setiap saat. Para pria berbadan besar itu adalah body guard pribadi pria tampan dengan sejuta pesona itu. Revan Antonely William adalah nama pria itu, seorang lintah darat terkemuka di kota ini, atau kaum milenial sering menyebutnya dengan Mafia kelas kakap yang paling di segani dan juga di takuti. Revan adalah nama sapaannya, pria kesepian yang sama sekali tak memiliki keluarga besar. Sang Ayah memiliki pekerjaan yang sama sepertinya, seorang Mafia. Sedangkan Sang Ibu melarikan diri saat ia masih bayi, maka dari itu, Revan sama sekali tak pernah melihat wanita yang telah melahirkannya di dunia ini sepanjang hidupnya.Sekarang Revan tinggal sendirian, kadang kalanya sang Ayah mene
Waktu sudah menunjukkan pukul 3 sore, Heru membuka pintu rumahnya yang tidak terkunci lantas masuk ke dalamnya. Pemandangan pertama yang di lihat Heru adalah putra bungsunya, Erik sedang sibuk mengerjakan tugas sekolahnya di meja ruang tamu dengan sibuk. Dengan langkah yang gontai, Heru berjalan mendekat ke arah Erik lantas mendudukan bokongnya di sofa ruang tamu."Ayah mau Erik buatin teh hangat?" tawar Erik, Heru tersenyum manis ke arah putranya lantas menggeleng. "Lanjutkan belajarmu, Ayah bisa panggil Ibumu untuk membuatkan Ayah teh." jawab Heru sembari memijit lengan kanannya dengan menggunakan tangan kirinya. Erik mengangguk dan kembali sibuk mengerjakan PR sekolahnya."SAYANG! BUATKAN AKU TEH!" teriak Heru dengan keras untuk memberi tahu Norma yang berada di dalam rumah."IYA!" Norma yang mendengar teriakan suaminya lantas bangkit dari duduknya, ia sedang mencuci pakaian dengan manual di belakang rumah. Dengan cepat Norma meninggalkan cuciannya lantas berjalan masuk ke dalam da
Setelah selesai jam kampusnya, Lala segera menggayuh sepedanya pergi dari parkiran kampus menuju ke cafe tempat ia bekerja yang letaknya tak jauh dari gedung kampusnya. Lala bahkan melupakan janjinya bersama dengan Jacob untuk ketemuan di parkiran setelah jam kuliah selesai, maklum saja, mereka berdua berbeda jurusan. Di tambah lagi dengan Lala yang harus mementingkan pekerjaannya demi keamanan uang jajannya. Hanya butuh waktu 10 menit Lala sampai ke tempat kerjanya, Lala memakirkan sepedanya di parkiran dengan cafe tempat ia bekerja. Dengan cepat Lala lantas masuk ke dalam menuju ke ruang ganti untuk mengganti pakaian yang ia kenakan dengan seragam khusus pelayan. Setelah itu Lala langsung mengepel dan juga membersihkan jendela cafe, terkadang ia juga melayani pelanggan yang memesan makan atau hanya sekedar memesan minuman dingin.Di sisi lain, Jacob sedang duduk di atas kap mobilnya bagian depan sembari bersiul ria, ia sudah sangat merindukan kekasihnya, siapa lagi kalau bukan Lala.
Setelah melihat taxi yang di tumpangi Jacob menghilang karena membelok di sebuah tikungan, Lala bergegas menaruh sepeda kesayangannya di teras rumahnya. Mata Lala memicing heran saat melihat pintu rumahnya rusak parah, bahkan sampai pintunya hampir saja jatuh kalau saja tidak ada satu engsel yang masih menahannya. Lala berjalan masuk ke dalam rumah, kerutan di dahinya semakin kentara saat melihat kondisi ruang tamu rumah yang di sewa Ayahnya sangatlah berantakan, tak serapi biasanya. Lala dengan cepat lebih masuk ke dalam rumah, dan berhenti melangkah saat ia sudah berada di ruang makan, di mana sang Ibu, Ayahnya dan juga Erik saudaranya berada di sana. Lala lantas duduk di kursi yang biasanya menjadi tempat duduknya saat makan. Mata Lala terbelalak kaget saat ia melihat wajah Ayahnya bonyok, bahkan sekarang Heru lebih mirip dengan hantu yang ada di dalam film horror."Ayah kenapa?!" teriak Lala dengan panik sembari bangkit dari duduknya, berlari ke arah Ayah lantas menatap Ayahnya de
Lala terbangun dari tidurnya di lantai, semalam ia menangis di pojokan kamar sampai tertidur, dan sekarang ia bangun setelah mendengar suara jam wekernya berbunyi sangat nyaring. Lala bangun dari baringnya di lantai, membuka matanya dengan berat, mata indahnya pagi ini terlihat sembab dan juga bengkak. Dengan langkah pelan, Lala bangkit dari duduknya, berjalan menuju nakas mengambil jam weker lantas mematikan suaranya. Setelah itu ia memulai rutinitasnya setiap pagi, seperti membersihkan tubuhnya dan memilih beberapa buku yang akan di bawanya ke kampus. Tentang masalah semalam, Lala masih belum melupakannya, ia bahkan tidak habis pikir kenapa ke dua orang tuanya bisa bersikap seperti itu.Sekarang Lala duduk di depan meja rias, memoles wajah cantiknya dengan make up tipis, riasan wajahnya yang simple dan sederhana justru malah membuatnya semakin terlihat cantik dan juga manis. Tok tok tok. Suara ketukan pintu kamarnya terdengar, membuat Lala reflek dengan cepat menolehkan kepalanya k