Lala terbangun dari tidurnya di lantai, semalam ia menangis di pojokan kamar sampai tertidur, dan sekarang ia bangun setelah mendengar suara jam wekernya berbunyi sangat nyaring. Lala bangun dari baringnya di lantai, membuka matanya dengan berat, mata indahnya pagi ini terlihat sembab dan juga bengkak. Dengan langkah pelan, Lala bangkit dari duduknya, berjalan menuju nakas mengambil jam weker lantas mematikan suaranya. Setelah itu ia memulai rutinitasnya setiap pagi, seperti membersihkan tubuhnya dan memilih beberapa buku yang akan di bawanya ke kampus. Tentang masalah semalam, Lala masih belum melupakannya, ia bahkan tidak habis pikir kenapa ke dua orang tuanya bisa bersikap seperti itu.
Sekarang Lala duduk di depan meja rias, memoles wajah cantiknya dengan make up tipis, riasan wajahnya yang simple dan sederhana justru malah membuatnya semakin terlihat cantik dan juga manis.Tok tok tok. Suara ketukan pintu kamarnya terdengar, membuat Lala reflek dengan cepat menolehkan kepalanya ke arah pintu. "Sayang, buka pintunya." itu adalah suara Norma, suara wanita paruh baya itu masih terdengar serak, mungkin itu akibat ia menangis semalaman. Lala menghembuskan nafasnya dengan berat, meraih tas selempangnya lantas menyampirkannya di bahunya. Ia lantas berjalan ke arah pintu, membukanya dan melihat Norma dan Heru berada di depan pintu.Lala bersikap acuh, ia dengan cepat langsung menutup pintu kamarnya dengan kasar dan berjalan melewati ke dua orang tuanya. Namun baru saja Lala melangkahkan kakinya beberapa langkah, tangan Norma sudah memegang lengan Lala, mencegah gadis itu untuk melanjutkan langkahnya."Dengarkan Ibu, Ibu dan Ayah tahu bahwa ini adalah hal yang salah. Tapi, kita tidak punya cara lain sayang, mafia itu akan membunuh Ayahmu jika kita tak memberikanmu padanya." jelas Norma dengan suara lirih, ke dua bola matanya berkaca-kaca, sudah siap untuk meneteskan air matanya kembali. Dengan kasar Lala menghempaskan tangan Ibunya yang mencengkram lengannya, dengan cepat ia berjalan menghindar dari ke dua orang tuanya."Astaga!" pekik Lala terkejut saat lengannya kembali di tarik oleh Norma, kali ini bukan hanya untuk mencegahnya melangkahkan kakinya, namun Norma menarik Lala hingga gadis itu berjalan mengikuti langkahnya. Norma membawa Lala ke dalam kamarnya, mendudukan gadis itu di kursi depan meja rias. Norma sibuk memilih beberapa pakaiannya saat masih muda yang masih cocok di gunakan oleh Lala. Sedangkan Lala merasa bingung dengan apa yang Ibunya lakukan saat ini."Pakai ini!" Norma menyodorkan sebuah gaun putih tanpa lengan dengan bawahan panjang ke arah Lala, Lala tak langsung menerimanya, ia menatap ke arah gaun dan Ibunya secara bergantian, masih tak mengerti tentang apa yang Ibunya rencanakan."Pagi ini Boss mafia itu akan datang menjemputmu, dan kamu harus menggunakan gaun ini supaya kamu cantik." jelas Norma seolah-olah tahu apa yang sedang di pikirkan oleh putrinya saat ini. Lala tersenyum getir lantas membuang nafasnya dengan kasar."Jadi benar, Ibu menggunakanku untuk melunasi hutang Ayah?" tanya Lala dengan nada yang tinggi, ia benar-benar merasa marah saat ini. "Iya." jawaban singkat dan jelas dari Norma membuat Lala neneteskan air matanya kembali. Dengan paksa Norma memakaikan gaun putih itu ke tubuh Lala, Lala hanya bisa memberontak kecil sembari menangis sesegukan."Maaf kan Ibu sayang." tutur Norma setelah berhasil memakaikan gaun itu di tubuh langsing putrinya. "Ibu jahat!" maki Lala di sela-sela isakan tangisnya. Norma hanya bisa diam, ia sangat sadar, ia memang jahat dan bukan termasuk dalam kategori ibu yang baik. "Maaf." hanya satu kata itulah, yang bisa Norma katakan berulang kali kepada putri cantiknya.Empat mobil mewah berhenti di halaman rumah keluarga Wijaya, Heru yang mendengar suara mobil lantas berjalan tertatih-tatih menuju ke arah halaman rumah. Di sana sudah ada Revan yang membawa banyak sekali anak buahnya. Revan berjalan dengan gagahnya ke arah Heru, di belakang Revan ada sekitar 10 body guard setianya."Di mana putrimu?" tanya Revan langsung pada intinya, ia tidak suka berbasa-basi. Susah bagi Heru untuk membuka mulutnya, pukulan beberapa body guard Revan kemarin masih terasa sakit. "Masuk ke dalam dan bawa gadisku sekarang!" perintah Revan pada ketiga body guardnya, Revan tahu bahwa Heru saat ini sedang kesulitan berbicara. Body guardnya dengan patuh langsung masuk ke dalam rumah Heru untuk menjemput Lala. "Mulai sekarang, kamu tidak ada hak atas putrimu, dia milikku. Tenang saja, aku akan membahagiakan putrimu dengan uangku." sombong Revan, Heru hanya diam sembari kepalanya ia anggukan, ia tak mau nyawanya dalam bahaya, walaupun ia harus bersikap egois, memberikan putri kesayangannya pada seseorang yang ia anggap tidak baik.Tiga body guard Revan akhirnya keluar dengan membawa seorang gadis cantik dan juga anggun. Revan mematung di tempat, netranya mengamati penampilan gadis yang berada di hadapannya, sangat sederhana namun terkesan elegan dan juga anggun. Bahkan Revan merasa bahwa gadis bernama Lala itu lebih cantik dari pada yang ada di foto yang ia lihat kemarin. "Sempurna." komentar Revan pada Lala, Lala menatap Revan dengan tajam, sama sekali tak menyukai pria asing yang ada di depannya."Kenapa? Apa aku sangat tampan hingga kamu melihatku seperti itu?" tanya Revan dengan nada yang lembut, bahkan para body guard yang notabenenya sudah bekerja bertahun-tahun pada Revan saja sampai terkejut. Revan sebelumnya tak pernah bersikap manis pada seorang pun, bahkan dengan wanita yang pernah ia kencani sebelumnya. Lala adalah wanita pertama yang membuat Revan mengucapkan kalimat dengan nada yang lembut dan hangat."Tampan nenek lo jungkir?!" balas Lala dengan tak sopan, sontak ucapan Lala barusan membuat emosi Revan berubah, yang awalnya hangat kini telah memanas. Lala dan para body guard bahkan bisa merasakan aura kemarahan Revan dari sorot mata pria berusia 27 tahun itu yang sangatlah tajam."Seret dia ke mobil!" suruh Revan pada body guardnya dengan ekspresi wajah tampannya yang mendadak dingin, dengan paksa mereka menyeret tubuh Lala lantas memasukkannya ke dalam mobil, sempat beberapa kali Lala berontak dan mencoba kabur, namun semua apa yang di lakukan Lala itu hanya sia-sia, ia tak bisa melawan tiga orang body guard yang sedang menahan tangannya. Sedangkan Revan dan ke tujuh body guardnya masih berada di hadapan keluarga Wijaya. Norma, Heru dan Erik menangis sesegukan, melepaskan kepergian putrinya yang sangat mereka sayangi."Mulai sekarang hutangmu lunas. Dan aku memberikanmu sebuah apartemen mewah yang letaknya taknjauh dari sini, aku juga akan memberikan kalian uang yang sangat banyak. Terima kasih, sudah memberikan putri cantikmu padaku." ucap Revan dengan dingin, menatap keluarga yang sedang bersedih itu tanpa rasa iba. Tangisan Norma semakin kencang saat mendengar teriakan Lala yang terus saja memanggilnya dengan keras."Bantu mereka untuk pindah hari ini." suruh Revan pada ke tujuh body guardnya yang lain, para pengawal setianya itu lantas mengangguk dengan cepat tanpa berani membantah semua yang Revan katakan. Dengan langkah panjangnya Revan berjalan ke arah mobil lantas masuk ke dalam mobil yang sama dengan Lala. Revan mengambil tempat duduk tepat di samping Lala, gadis itu kini tengah duduk manis sembari menutupi wajahnya menggunakan ke dua tangannya, suara isak tangis pun terdengar di gendang telinga Revan, itu adalah suara isak tangis Lala, gadis yang telah memiliki hatinya mulai saat ini.Ke dua kelopak mata Lala terbuka perlahan, ia mengerjap-ngerjapkan matanya berkali-kali untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam retina matanya. Saat Lala membuka matanya, orang yang pertama kali Lala lihat adalah pria asing yang telah membawanya paksa dari ke dua orang tuanya. Saat ini pria itu tengah berdiri di sisi ranjang, netranya fokus menatap ke arah Lala. Menyadari pria itu melihat ke arahnya, Lala dengan cepat bangkit dari baringnya dan langsung memberikan tatapan tajam ke arah pria itu."Kamu sudah bangun?" tanya Revan sembari melipat ke dua tangannya di dada. Lala tak menjawab pertanyaan Revan, ia sibuk melihat-lihat setiap sudut kamar yang sedang ia tempati. Ranjang besar dan empuk, udara di ruangan ini sangat sejuk lantaran adanya AC, tembok bercat putih, sangat luas, nyaman dan juga mewah."Mulai sekarang ini adalah kamarmu!" suara Revan menyadarkan Lala dari kekagumannya pada kamar besar ini, dengan cepat ia menggeleng, ia tidak mau tinggal di sini, walaupun ia mer
Malam sudah tiba, Jacob menguap beberapa kali, matanya sudah sayu dan terlihat sangat lelah. Lima jam sudah dirinya menunggu kehadiran Lala di cafe tempat gadis itu bekerja, namun Lala tidak kunjung datang. Tadi ia sudah sempat bertanya pada pemilik cafe, Hani. Namun wanita itu bilang Lala akan datang, namun sampai sekarang kekasihnya itu belum juga muncul."Maaf, kami akan segera tutup." peringat Hani, Jacob menatap ke arah Hani dengan tatapan dingin. "Lo bilang Lala bakal dateng ke sini? Mana? Sampai kalian tutup dia gak dateng?" omel Jacob, ia merasa tertipu dengan penjelasan Hani beberapa jam yang lalu."Maaf, biasanya Lala tidak pernah absen dalam bekerja, dan juga aku tidak tahu kalau dia tidak bekerja hari ini karena dia tidak ijin terlebih dahulu." jelas Hana sembari mengelap salah satu meja di sana. Helaan nafas kasar Jacob terdengar, ia lantas bangkit dari duduknya, pinggangnya terasa pegal saat berdiri, mungkin itu akibat dari ia terlalu lama duduk. "Berikan nomor ponselnya
Keluarga Wijaya masih berada di Apartemen mahal pemberian Revan, saat ini mereka berada di ruang makan, makanan yang tersaji di meja sangat banyak, sayuran, buah-buahan dan juga daging. Semua itu tadi di antar oleh salah satu petugas layanan jasa antar makanan yang di bayar oleh Revan. Mereka tidak langsung memakannya, mereka hanya menatap semua makanan mahal dan terlihat sangat menggiurkan itu dengan tatapan kosong. Ada yang tertinggal, ada yang terasa ganjal dan ada yang tidak biasa, dan semua itu karena tidak adanya Lala di tengah-tengah mereka."Ayah sudah ada rencana buat ngeluarin kakak dari sana?" tanya Erik menatap sendu ke arah Heru, gelengan kepala Heru membuat Erik membuang nafasnya dengan kasar. Mereka saling bungkam, tidak seperti biasanya yang selalu saja ramai memperebutkan makanan."Bagaimana ini? Kita tidak ada cara untuk membuat putri kita kembali." lirih Norma, wanita paruh baya itu terlihat sangat sedih, wajahnya serta hidungnya merah dan juga matanya bengkak karen
Lala mengerjap-ngerjapkan matanya berkali-kali saat matanya terkena cahaya matahari yang masuk lewat fentilasi jendela kamar besar dan mewah itu. Lala bangkit dari baringnya, ia berada di kamar asing ini, bukan kamar sempit yang penuh dengan buku pelajaran dan juga cucian kotor. Lala turun dari ranjang, memakai sepatu hak tinggi milik ibunya, ia jadi teringat kembali pada keluarganya, sejak semalam ia sulit tidur, memikirkan bagaimana keadaan Ayahnya, apa luka yang berada di wajahnya sudah sembuh atau belum. Ia bahkan juga memikirkan kalimat yang di ucapkan Revan semalam, ia sekarang merasa gila, ia bahkan sangat mempercayai kalimat pria itu yang mengatakan akan selalu membahagiakannya. Di hati Lala ia sangat-sangat percaya kalimat Revan, namun otaknya menyuruhnya untuk tidak mempercayainya. Revan adalah orang asing bagi Lala, bagaimana bisa Lala mempercayai pria mafia itu ?Lala berjalan ke arah pintu, memutat knopnya lantas membukanya, pintu itu tidak terkunci. Lala melangkahkan kak
Norma, Heru dan Erik sudah berada di halaman rumah Revan, langkah mereka terhenti saat di hadang oleh tiga orang penjaga dengan tubuh kekar. Heru menelan salivanya susah payah, penjaga ini adalah salah satu orang yang memukulinya hingga babak belur waktu itu, Max."Mau apa kalian ke sini ?" tanya Max dengan nada tegas dan juga dengan ekspresi dingin. Tubuh Heru menegang, namun ia harus menyembunyikan ketakutannya itu. Di tegapkan tubuh krempengnya yang sudah renta, lantas berkata, "kami sudah ada janji dengan Tuan Revan," ujar Heru dengan mantap, berbeda dengan dadanya yang bergemuruh hebat karena ketakutan. Max tak langsung percaya, di rogohnya saku celana yang ia kenakan, mengambil ponsel dari dalam sakunya lantas menghubungi seseorang. Nampak sangat jelas di mata Heru, Max sedang berbincang bertanya apa Revan mengundang keluarga Wijaya.Melihat Max yang tengah sibuk, membuat Norma dan Erik dengan cepat memukul kepala dua penjaga lainnya dengan teflon dan centong kayu yang mereka ba
Revan berjalan mendekat ke arah Lala, menarik lengan gadis itu dengan kasar ke belakang tubuhnya. Netra elangnya menatap tajam ke arah keluarga Wijaya dengan bergantian, dari mulai wajah polos Erik, Norma hingga wajah babak belur Heru akibat ulah anak buahnya atas perintahnya kemarin. Cengkraman Revan pada lengan Lala mengencang, seolah-olah pria gagah itu mencari sebuah kekuatan lewat cengkraman itu, Lala bisa merasakannya, itu bukan cengkraman kekerasan, rasanya berbeda."Pernikahan akan di langsungkan besok lusa," ucap Revan tiba-tiba, sontak ucapannya barusan membuat keluarga Wijaya menjadi terkejut, besok lusa itu terlalu cepat bagi mereka."Tidak ada penolakan atau nyawa kalian akan melayang hari ini juga!" sambung Revan dengan cepat saat ia melihat Heru hendak memprotes ucapannya barusan. Lala menatap Ayahnya dengan sendu lantas menganggukan kepalanya pelan, mengisyaratkan Ayahnya untuk menyetujuinya demi kebaikan bersama."Baiklah, besok lusa." putus Heru pada akhirnya menyetu
Sepertinya Jacob sekarang memiliki hobi baru, yaitu menunggu kekasihnya yang di pacarinya dua hari yang lalu. Setelah jam kuliahnya selesai, Jacob lantas mencari Lala ke seluruh penjuru kampus, tidak peduli dengan rasa pegal yang ia rasakan di ke dua kakinya. Dan sekarang, pemuda tampan itu berada di cafe tempat Lala bekerja, sudah dua jam lamanya ia berada di sana namun belum ada tanda-tanda kedatangan Lala untuk bekerja. Hani melirik sekilas ke arah Jacob, ia rasa ia harus memberikan penghargaan untuk pemuda itu karena sudah setia pada Lala. Jujur saja, Hani juga bingung sekaligus heran dengan sikap Lala, gadis itu tak pernah seperti ini sebelumnya. Bahkan tadi pagi dirinya menyempatkan dirinya untuk pergi ke rumah Lala, namun ia tidak menemukan siapa-siapa di sana, rumah sederhana itu sangat sepi tak berpenghuni. Yang ada di dalam pikiran Hani saat ini adalah, apakah Lala dan keluarganya sudah pindah dari kota ini? Kalau iya kenapa Lala tidak memberitahu dirinya? Lala sangat keterl
Lala melihat dirinya di pantulan cermin besar yang berada di hadapannya. Dirinya terlihat sangat cantik dengan sebuah dress pernikahan berwarna putih dengan bagian bawahnya mengembang. Lala tersenyum kecil saat melihat dirinya sendiri di cermin, ia akui, dirinya sangat cantik saat memakai gaun pengantin ini. Gaun mahal dan terlihat sangat mewah. Namun senyumannya itu tak berlangsung lama, karena beberapa detik kemudian senyuman itu lenyap dari bibir tipisnya, di gantikan dengan sebuah ekspresi sedihnya. Besok dirinya akan menikah, meninggalkan status pacarannya dengan Jacob dan resmi menjadi istri Revan. Lala bahkan baru ingat bahwa dirinya memiliki seorang kekasih, Jacob. Dirinya merindukan pria tampan itu, apa yang sedang di lakukan Jacob saat ini, apakah pemuda itu mencarinya? Atau sama sekali tidak peduli? Lala tidak tidak tau. Tapi jujur saja, ia merindukan pria itu. Lala tersentak kaget dan melupakan lamunannya tentang Jacob saat merasakan sepasang lengan kekar memeluk pinggangn