Bella mencoba menepis perasaan aneh yang ada di dirinya. Sudah berulang kali ia merasa aneh jika bertatapan atau di tatap sang tuan. Rasanya seperti sedang berada di atas awan. Lalu, muncul bunga-bunga di taman yang indah. Sepeti itu gambaran hatinya, pikir Bella. Sama halnya dengan sang tuan, pria itu pun mulai memperhatikan sedikit prilaku Bella yang lebih lembut. Tidak seperti biasanya yang terus memberontak. Tuna El teringat perkataan Bu Siti.“Tuan harus lebih sabar menghadapi Nona Bella karena dia masih sangat muda dan bahkan sedang berada di fase kekecewaan. Kalau Tuan memaksa dia untuk menerima Tuan, mungkin nanti dia akan lebih berontak.”“Lalu, aku harus seperti apa?”“Perlahan saja, buat dia nyaman. Jangan selalu ingin menyentuhnya, nanti dia malah takut.”Tuan El tersadar dari lamunan saat Bu Siti pamit untuk ke luar sebentar.“Malam saya akan pulang, hanya berkunjung ke rumah saudara yang sedang sakit.”Tuan El melirik ke arah Bella, wanita itu menunduk. Lalu, pri
Tidak seperti biasa, Bella pun tidak menolak saat lehernya di cumbu oleh Tuan El. Ia pun ikut menikmatinya, tidak ada perlawanan apalagi saat Tuan El membalikkan tubuhnya. Kini mereka berhadapan, tangan pria itu memegang dagu dan perlahan melumat bibir ranum milik Bella. Keduanya saling berpagut mesra, ciuman lembut Tuan El pun mendapat sambutan dari Bella. Wanita itu kini sudah terjerat gairah Tuan El. Perlahan, Tuan El pun membuka kancing baju Bella. Lagi-lagi tanpa perlawanan. Tuan El membopong Bella ke kasur, dengan lembut pria itu pun mulai membuat Bella tak berdaya. Ranjang besar itu menjadi saksi keduanya bercumbu dengan mesra tanpa sebuah paksaan Tuan El, Bella pun menikmati setiap sentuhan liar sang tuan.Jam dinding berbunyi, jam menunjukkan pukul 06.00 pagi. Bella membuka mata lalu melihat sosok pria yang masih tertidur dengan lelap di sampingnya. Ia pun memandang wajah tampan itu yang beberapa waktu membuatnya takut saat dia mendekat. Namun kini dirinya masih terjeb
“Baik, aku keluar. Jadi, kamu dan suamimu tidak mau menerima 10% ini?” tanya David kembali. Mellisa mengerjapkan mata, ia mencoba sabar menghadapi David. Setiap bertemu dengan asisten sang kakak, ia harus mengelus dada dan menahan emosinya karena pria di hadapannya sangat bawel dan banyak omong. Bahkan, Melissa terkadang sengaja menghindar dari David karena pria itu sangat menyebalkan. “Iya. Pergi saja, silakan.” David tersenyum tipis, lalu ia kembali ke ruangannya. Pria itu menyayangkan jika Mellisa menolak karena 10% pun sangat berharga. David pun memilih menyimpan dokumen di nakas. Sambil menunggu kedatangan Elvaro, David pun kembali memeriksa beberapa dokumen yang masih belum selesai ia revisi. Sementara, Mellisa menghampiri sang ayah yang berada di ruangannya. Ia sengaja ingin mengadu betapa pelitnya sang Kakak ya g memberikan hanya sedikit saham padanya. Bukan hanya ada sang ayah, di ruangan itu pun ada ibunya yang sedang berkunjung ke kantor ayahnya itu.“Ada apa
Bella tersadar jika Tuan El sudah menghilang dari pandangannya. Pria itu benar-benar membuat dirinya gila. Apa yang di lakukannya selalu membuat dirinya bingung kenapa bisa merasa tak bisa mengendalikan jantungnya. Apalagi saat keduanya bergulat di ranjang. Tidak ada penolakan darinya, bahkan tubuhnya terasa tertagih untuk di sentuh. Bella kembali ke dalam untuk membantu Bu Siti. “Non, kayanya ada yang lagi kasmaran?” Bu Siti menggoda Bella saat melihat raut wajah itu begitu semringah.“Apa sih, Bu. Biasa aja,” ujar Bella. “Bu Siti senang kalau Non sudah bisa menerima Tuan El. Dia pria baik dan bertanggung jawab, Ibu yakin kalau Non Bella akan bahagia sama dia.”Bella tak menjawab, ia berpikir apa benar dirinya sudah menerima pria yang di takdirkan membeli dirinya dari sang suami atau hanya sekedar kenyamanan sesaat. Bu Siti pun kembali menyiangi sayur, sedangkan Bella masih bergeming di meja. Pandangannya kosong, seolah-olah ia sedang memikirkan hal berat. Apalagi sampai de
David begitu senang mendapat tugas baru dari Elvaro. Ia bersiul sembari melangkah memasuki ruangan, hanya saja langkahnya terhenti saat tidak sengaja ia kembali bertemu dengan Mellisa. Sebuah kebetulan yang tidak di sengaja.Melissa masih jengkel melihat David, ia tak mau menatap. Hanya saja tiba-tiba ia hampir terjatuh jika David tak menahannya.“Jangan ambil kesempatan.”David pun melepaskan tangannya yang melingkar di pinggang Mellisa. “Kalau tidak aku tangkap, kamu jatuh. Bukan berterima kasih, malah marah-marah. Cepat tua nanti,” goda David.Wajah Mellisa terlihat sangat judes, ia pun gegas melewati David yang masih saja menatap mengejek wanita itu. Tidak bisa di pungkiri kalau adik Bosnya itu masih terlihat cantik walau sudah memiliki anak. “Kalau kamu sadar, saat kamu berpisah dari pria berengsek itu pun masih banyak laki-laki yang menunggu kamu. Contohnya aku,” ujar David dengan seulas senyum.Sementara, Elvaro mendatangi ruangan Mellisa untuk berbicara empat mata. Se
Sorot mata Elvaro menatap tidak suka karena Deswita datang tidak sendiri melainkan bersama dengan Melanie. Sudah pasti keduanya akan menghakimi Bella dan dirinya. “Karena wanita ini kamu berani berkata kasar sama Mama?” Deswita begitu marah.“Lalu, apa yang Mama lakukan di rumah ini dengan berkata kasar pada aku dan Bu Siti? Oh, pasti dia yang membuat Mama seemosi ini?” Tuan El menunjuk Melanie yang berdiri di samping sang ibu. Demi apa pun pria itu tidak bisa menerima jika ibunya terprovokasi oleh istri yang akan diceraikannya itu. “El, jangan salahkan aku. Mama membela aku karena memang aku istri sah kamu. Bukan dia yang menjadi simpananmu!” Lantang suara Melanie hingga membuat Bella pun beranjak dari tempat duduk. Namun, Elvaro memintanya tetap di tempat dan jangan maju.Menjelang sore Melanie sengaja menelepon dan mencari simpati ibu mertuanya. Dengan menceritakan apa yang di lakukan oleh Elvaro. Ibu mertuanya pun naik pitam karena tahu Bella adalah wanita yang di jual s
Deswita sebagian seorang ibu bingung harus mempercayai siapa. Akan tetapi, saat melihat Bu Siti berada di pihak Elvaro, dirinya merasa memang sang anak benar. Hanya saja, ia tak mungkin mengakui kesalahannya percaya pada Melanie. Perlahan Deswita mulai melembut, tidak seperti tadi menggebu-gebu.“Oke, walau Melanie salah pun Mama tidak membenarkan kamu asal dalam mengambil keputusan untuk menikahi wanita lain. Apalagi dia akan mengandung benih untuk keturunan keluarga kita. Wanita sepeti ini, pikir pakai otak kamu, El,” tutur Deswita.Perkataan sang ibu membuat hati Elvaro marah, tapi mau bagaimana pun ia tak bisa berkata kasar. Apalagi wanita itu yang sangat ia hormati. Lebih baik ia diam dan menenangkan.Sementara, Bella merasa sesak mendengar kalimat demi kalian yang menusuk hati. Apalagi keluar dari mulut calon ibu mertuanya. Hatinya sungguh membuatnya merasa ingin mundur saja.Elvaro menarik kasar Melanie ke luar. Walau ia pernah mencintai wanita itu, akan tetapi kini ia mer
Deswita terus saja memukuli tubuh Elvaro. Salah hidup pria itu yang boleh memukul dan menyentuhnya hanyalah kedua orang tuanya. Sementara, Ferdinan sang ayah mencoba menenangkan istrinya yang begitu ff mendengar pengakuan sang anak.“El, lebih baik kamu pulang!” titah sang ayah. Tanpa basa basi, setelah membuat sang ibu kacau, Elvaro pun melangkah ke luar ruangan. Ia mengerjapkan mata, berpikir konyol tentang apa yang di katakannya tadi.Sementara, kedua orang tua Elvaro masih berdebat sengit. Deswita sang ibu masih saja cemas, sedangkan sang suami pun sama sepertinya. Namun, masih bisa mengendalikannya.“Papa bayangin, cucu kita lahir dari rahim wanita yang enggak jelas,” ujar Deswita.“Ma, cukup. Papa juga sudah pusing dengan apa yang di lakukan anak laki-laki kamu. Sudah, aku mau tidur.” Ferdinan malangkah keluar ruangan dengan wajah masam. Pria itu menggaruk kepala berulang kali karena merasa pusing dengan apa yang sedang terjadi. Keinginannya memiliki cucu memang terwujud