Share

4. Dua Monyet Tampan

Bola mata Laura hampir mencelot ke luar mendengar ucapan duda cerewet yang masih berdiri di pintu yang menghubungkan dapur dan ruang makan. Kengerian terlukis di wajahnya. Kristal-kristal bening berkumpul cepat di matanya. Namun, baru saja kristal itu akan pecah, terdengar hardikan Oma Beth. 

"Jangan mengada-ada kamu, Rick!" Mata tua Oma Beth memelotot lebar ke anak sulungnya, lalu menoleh ke Laura. "Jangan hiraukan omongannya. Lukamu sama sekali tidak mengkhawatirkan. Hanya dibersihkan dengan alkohol lalu diperban. Oma akan mengobati lukamu." Sebelum Oma Beth menuju kotak obat, ia memelotot ke anaknya lagi yang masih berdiri di pintu. "Sarapan belum siap, kembalilah ke kamar."

Rick mendengkus kesal. "Perutku sudah berisik, Mami. Mengapa malah mengurus pembantu macam pengemis itu?"

Oma Beth melontarkan kata kasar. "Jika masih banyak bicara, wajan panas itu akan memukul mulutmu!"

Rick langsung kabur ke kamar mandi. Maminya hampir tak pernah asal bicara, jadi kata-kata yang keluar dari mulutnya selalu terjadi. Melempar wajan panas berisi nasi goreng tentu saja akan dilakukan maminya jika sudah nekat. 

Oma Beth menarik tangan Laura ke kursi makan setelah mengambil botol alkohol, obat luka berupa cairan, dan perban. Dengan cekatan ia mengobati jari Laura yang masih meneteskan darah. 

"Apakah Oma mantan dokter?" Laura melayangkan tanya saat melihat wanita dengan rambut model lob cut yang membuat Oma Beth terlihat percaya diri. 

Oma Beth terkekeh mendengar tebakan Laura. Ia menggeleng. "Menjadi dokter adalah cita-cita papaku, sedangkan aku lebih tertarik di dunia desainer."

Pupil Laura melebar takjub. "Jadi bosku adalah seorang desainer terkenal?" Wajahnya jadi bersinar, pasalnya ia senang memakai baju atau gaun yang modelnya unik dan tidak ada yang menyamainya.

"Tidak terlalu terkenal, tapi sudah cukup banyak langganan. Itu dulu, waktu masih muda. Sekarang cuma seorang nenek yang menikmati hari penuh bahagia bersama seorang cucu dan dua monyet yang tidak akur." Kekeh Oma Beth kencang dengan memelankan lima kata terakhir sebab ia tahu Rick belum keluar dari kamar mandi. 

Tawa Laura meledak begitu saja mendengar Oma Beth menjuluki monyet untuk kedua anak lelakinya. Rasa nyeri di jarinya sedikit berkurang karena hiburan tak sengaja yang dilontarkan wanita itu. 

Rick yang baru keluar dari kamar mandi, berdiri di pintu lagi dan menbentak pembantu barunya. 

"Heh, ngapain kamu masih di sini? Jangan bilang bantuin Mami masak dengan penampilan seperti gembel begini!"

Darah Laura mendidih mendengar hinaan itu. Pertama, pria itu telah menyebutnya pengemis dan sekarang mengatakan ia gembel. 

Oma Beth memelotot lebar ke arah Rick, tapi duda itu acuh tak acuh dan terus menyerocos sambil menelan Laura lewat tatapan sadisnya. 

"Pulang dulu sana! Mandi dengan air kembang biar harum kalo gak mampu beli parfum! Dandan dulu baru kerja! Jadi orang selera juga mau makan."

Mata Laura semakin berembun mendengar hinaan bertubi-tubi itu. Seumur hidupnya, pria ini adalah orang pertama yang telah menghinanya dan kata-katanya sangat pedas. Tak pernah Laura mengalami sebelumnya sehingga mentalnya langsung down. Namun, ia gengsi terlihat tampak rapuh di mata pria itu. Maka ia akan melawannya. Reaksi pertama atas hinaan itu adalah dengan mengepalkan tangan, ingin meninju mulut pria itu. Baru saja mulutnya terbuka ingin memaki balik, ia mendengar suara Oma Beth. 

"Tunggulah di kamar, telur setengah matang belum Mami masak. Jika kamu masih cerewet, Mami akan melempar wajan panas itu!" ancam Oma Beth tidak main-main. 

Rick tak menyahut, bahkan mengatupkan mulut rapat-rapat. Setelah memberi tatapan panjang sadis ke Laura, ia menyeret langkah menuju kamarnya. 

"Kamu duduklah di sini, Oma akan lanjut memasak," kata Oma Beth setelah punggung anaknya menjauh. Ia kembali ke dapur sambil membawa obat-obatan untuk ditaruh di tempatnya kembali. 

"Aku akan lanjut mengiris bawangnya, Oma." Laura gegas menyusul. 

Mata Oma Beth menyipit memandang jari Laura. "Jarimu?"

"Masih nyeri, tapi tidak perih lagi, jadi tidak apa-apa." Laura mengembangkan senyum untuk meyakinkan Oma Beth. Tentu saja ia ingin duduk saja di kursi makan sambil mendengarkan cerita Oma Beth yang ia yakin masih cukup banyak, tapi ia sadar tujuannya ke sini adalah untuk mendapat pekerjaan agar bisa makan dan membeli paket internet. Jika ia memanjakan jarinya, bukan tidak mungkin ia tidak diterima bekerja di sini. Oma Beth memang hangat, tapi siapa yang mau menerima pembantu malas dan manja? 

"Hmmm, baiklah. Mari kita lanjut lagi. Perut Oma sudah berisik sekali dan Oma yakin perut Cla dan kedua monyet itu juga pasti sudah berdisko." 

'Perutku juga, Oma,' sambung Laura di dalam hati. Ia sudah menelan air liur beberapa kali demi menghidu aroma nasi goreng yang sepertinya sangat sedap itu. 

"Apakah aku perlu berganti pakaian dan berdandan dulu? Jangan sungkan untuk menjawab jujur, Oma." Laura meminta pendapat Oma Beth sekali lagi. Walau kata-kata yang dilontarkan duda cerewet tadi sangat pedas, tapi ada benarnya juga. Mungkin ia juga geli memakan masakan pembantu yang berpenampilan seperti pengemis. 

'Tapi gue, kan, gak kayak pengemis!' debat Laura di dalam hati menghibur diri sendiri. 

"Tidak." Oma Beth menggeleng cepat. "Sama sekali tidak. Seperti yang Oma bilang tadi, jangan diambil hati apa pun yang dikatakan olehnya." Senyum teduh itu menghias di wajah Oma Beth. 

Laura mengangguk dan balas tersenyum tipis sekadar untuk menghargai Oma Beth. Nyeri di jarinya tak seperih hatinya menerima hinaan dari duda cerewet itu. 

"Ya, Oma. Oh ya, apakah mereka tahu dijuluki monyet oleh Oma?" Laura menatap penasaran. 

"Jika mereka tidak bisa dipisahkan dalam baku hantam, Oma selalu memanggil monyet pada keduanya."

Gelak Laura menggema. Ia jadi membayangkan bagaimana warna wajah kedua pria yang dipanggil monyet oleh ibu mereka sendiri. 

"Kamu pun bisa memanggil monyet kepada mereka jika berulah."

Mata Laura membeliak lebar. Astaga! Orang tua macam apa yang mengizinkan orang lain untuk memanggil monyet kepada anak-anaknya? Sekalipun anak-anaknya sudah pada dewasa, tapi sungguh tidak elok didengar publik. Ah, sepertinya dunia Oma Beth berbeda dari kebanyakan orang dan Laura jadi tertarik untuk masuk ke dunia wanita itu yang sepertinya mengasyikkan. 

"Wah, aku tidak berani, Oma. Bisa putus leherku nanti." Laura bergidik membayangkan kedua lelaki itu mengamuk. 

"Bukan cuma lehermu yang putus, tapi aku akan mutilasi tubuhmu jadi 100 potong."

Tiba-tiba terdengar suara dari pintu. Mata Laura terbelalak melihat duda cerewet yang sangat menyebalkan itu sudah berdiri di pintu lagi dengan tatapan seperti serigala yang siap melahap mangsanya. 

'Astaga! Mengapa dia muncul terus? Bukankah tadi dia ada di kamar? Apakah duda cerewet itu punya banyak telinga yang menempel di area dapur?' Laura bergidik sendiri membayangkan ada banyak telinga menempel di dinding. 

"Praaaangg!"

Belum hilang rasa terkejut mendengar ucapan duda cerewet itu, Laura sudah dikejutkan lagi oleh suara benda yang mencium lantai. Suaranya nyaring sekali membuat telinga Laira berdenging. Matanya terbeliak lebar melihat cutil yang tadi digunakan Oma Beth untuk mengaduk nasi goreng telah berada di ujung kaki duda cerewet. 

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status