"Cinta yang mendalam kadang-kadang menumbuhkan rasa cemburu, bukan karena ketidakpercayaan, tetapi karena takut kehilangan orang yang kita kasihi." - Mateo Ryder -
Mateo menatap Chloe dengan pandangan menelisik ketika melihat gadis itu turun dari lantai atas. Hatinya panas dan terbakar oleh rasa cemburu. Dia sudah selesai memompa semua balon. Saking cemburu dan emosi, dia memompa balon-balon itu hanya dalam hitungan beberapa menit saja. Kini dia berdiri di tengah-tengah balon berwarna-warni. Pria itu jadi terlihat seperti penjual balon di taman bermain. Chloe harus menahan senyum melihatnya. ‘Oh Tuhan! Dia sangat manis dan sekaligus macho’ keluh Chloe dalam hati. “Freya, kamu bisa mengajak Audrey untuk menghias ruang tamu, aku akan membantu Mateo untuk memperindah koridor utama.” Baru saja Chloe selesai bicara, Audrey langsung mendekati Mateo mengulurkan tangannya ke arahnya dan mengajak pria itu kenalan. Di antara mereka, Audrey memang selalu merupakan garda terdepan kalau ada pria keren yang nganggur. Entah kenapa, tubuhnya terasa gatal kalau tidak berkenalan dengan pria yang menurutnya menarik dan maskulin. “Hello,” sapa Audrey sambi
Pling, pling, pling! Tiga pesan elektronik masuk berturut-turut ke dalam inbox Aurora. Rupanya gadis itu sedang dalam perjalanan menuju Burger King. Demi untuk bertemu dengan Willian, dia membohongi mommy dan Ella dengan mengatakan bahwa akan ada kerja kelompok di rumah salah satu temannya. ‘Hei! Aku akan tiba sebentar lagi. Kamu sudah di mana?’ Aurora tersenyum riang. Dia sudah tidak sabar lagi ingin bertemu dengan pria bernama William. Gadis belia itu merapikan rambutnya dan memastikan bahwa penampilannya sudah bagus dan rapi. ‘Aku sudah di depan Burger King. Boleh video call, tidak? Aku ingin melihatmu sebelum kita bertemu nanti.' ‘Em, aku rasa itu bukanlah sebuah ide yang bagus. Akan lebih mengasyikkan kalau kita bertemu langsung.’ Aurora membalas pesan William dengan emoticon wajah cemberut. ‘Hei! Where is my beautiful girl? Give me a smile please.’ William membalasnya dengan cepat disertai emoticon hati, yang membuat wajah Aurora memerah. ‘Fine! Aku sudah tidak sabar u
Aurora bangkit berdiri. Dia harus pulang sekarang juga. Dengan langkah-langkah panjang, dia meninggalkan pria dewasa itu yang hanya bisa menatapnya, sampai ia menghilang dari balik pintu. Pria tampan berambut coklat itu menarik napas panjang dan segera menelpon seseorang “Hi, Uncle!” sapa seseorang di ujung telepon. “Lain kali, kamu harus datang sendiri untuk menemui gadis yang kamu sukai,” ucap pria dewasa itu. “Apakah dia marah?” “Menurutmu? Apakah kamu akan tertawa terbahak-bahak kalau hal itu terjadi padamu, heh?” tanya pria dewasa itu sarkas. Rupanya dia marah dengan kelakuan keponakannya. Ditambah lagi dengan rasa bersalah karena telah membohongi gadis remaja itu. “Maaf, Uncle. Aku hanya takut dia akan berlari dariku begitu melihat keadaanku.” “William, kamu yang memutuskan untuk menghubungi gadis itu. Saat kamu melakukan hal itu, maka kamu harus menerima resikonya, suka atau tidak suka. Mengerti?” William, pemuda yang di seberang telepon sana, hanya terdiam menyadari k
“Keluar dari rumahku sekarang juga!!!” bentak Albert. “Tidak! Dia tamuku, kamu tidak berhak mengusirnya dari sini. Kalau kamu mengusirnya, maka aku juga akan pergi dari sini,” ucap Chloe lantang dan tegas. Kata-kata Chloe membuat Albert dan Mateo sama-sama membelalakkan mata dan menatap gadis cantik yang sama-sama mereka cintai itu. “Apa yang kamu bilang tadi?” sentak Albert dengan suara yang cukup keras. Saking marahnya, urat-urat lehernya tercetak dengan jelas. Dia mendekati Chloe dan mencekal tangan Chloe sehingga gadis itu meringis kesakitan. Bugh!!! Satu pukulan telak menghantam dagu Albert sehingga pria itu melepaskan cekalan tangannya pada tangan Chloe. Pukulan keras dari Mateo di dagu bagian bawahnya membuat gigi-gigi pria itu hampir lepas karena gigi bawahnya menghantam gigi bagian atas. Sempat terdengar bunyi gigi-gigi yang bergemeretak. Belum puas juga karena melihat Chloe yang disakiti oleh Albert, Mateo melayangkan satu tendangan dari samping. Bugh!!! Albert t
“Arrgghh!” dengus Mateo kesakitan dan mendorong Albert ke belakang sehingga pria itu jatuh terjengkang Mateo memegang dadanya dan menahan perih yang mulai menjalar di sekujur tubuhnya. Dia kuatir salah satu tulang dadanya telah patah akibat hantaman kepala Albert yang cukup keras. Melihat Mateo yang merintih, Chloe segera menghampiri pria itu. Dia sepertinya tidak menghiraukan Albert yang juga sedang meradang karena rasa sakit dan cemburu. “Are you alright?” tanya Chloe cemas. Dia meletakkan telapak tangannya di dada Meteo dengan lembut. Mateo memandang Chloe dengan mesra . Diberikan perhatian seperti itu saja sudah membuat dia klepek-klepek tak berdaya di depan gadis itu. Selama ini kehidupan yang dia jalani begitu keras. Sering kali dia diburu musuh yang ingin menghabisi nyawa. Bahkan dari kecil, dia tidak pernah merasakan kasih sayang seorang ibu karena sang ibu mengalami sakit Alzheimer. Penyakit otak yang menyebabkan demensia. Dengan lembut dia meletakan tangannya di atas ta
Aurora berlari meninggalkan Burger King dengan hati yang hancur. Dia tidak menyangka, William yang dia kira adalah anak laki-laki yang baik-baik, ternyata adalah seorang penipu dan scammer. Dia merutuki kesialan-nya. "Stupid!" teriaknya dengan kesal sambil menyeka air matanya yang mulai berlinang. Dia menarik hoodie (tudung kepala) di belakang jaketnya dan menutupi kepala dan sebagian dari wajahnya. Aurora tidak mau menjadi tontonan orang-orang yang lalu-lalang di depannya. Segera dia matikan ponselnya karena dia tidak mau William menghubunginya lagi. Dihapusnya air mata yang masih mengalir dengan deras di kedua pipinya. Tanpa sadar, Aurora mulai berjalan tanpa arah. “Nona Aurora! Tunggu!!!” teriak seseorang dari arah belakang. Ternyata pria dewasa yang menemuinya tadi berlari-lari kecil ke arahnya. Melihat pria itu, Aurora langsung memutuskan untuk mengambil langkah seribu. Dia berlari bagaikan kesetanan. Rasa takut dan cemas menghantui hatinya. “Tunggu, Nona! Aku hanya ingin
Chloe mendekati Albert sambil memegang celana yang telah dipilihnya untuk pria itu. "Sudahlah. Kita lupakan masalah ini. Aku tidak akan mengungkit hal ini lagi. Okay?” “Melupakannya? Segampang itu, kah? Tidak! Jawab pertanyaanku yang terakhir sebelum kita turun ke bawah.” “Apa?” tanya Albert dengan wajah resah. Dia meraup wajahnya dengan gugup. Sepertinya dia bisa menebak pertanyaan apa yang akan Chloe ajukan kepadanya. “Apakah kau yang telah menjebakku malam itu, Albert?” "M-menjebak? M-maksud kamu apa?” Albert meraih celana yang ada dalam genggaman tangan Chloe. Wajahnya memancarkan kegugupan yang luar biasa. Dengan kikuk dia berusaha membuka lipatan celana itu. Warna celana yang senada dengan warna baju kaos yang diberikan Chloe kepadanya tadi. Gadis itu memang mempunyai selera fashion yang tinggi. Chloe menatapnya tajam. “Kamu tahu apa yang aku maksud, Albert. Jangan bersembunyi lagi di belakang topengmu itu." “Aku tidak mengerti apa yang kamu katakan, Chloe." "Apakah k
Melihat Chloe dan Freya akan pulang, Mateo segera mengikuti gadis-gadis itu menuju pintu keluar. “Tunggu sebentar! Aku perlu bicara empat mata denganmu.” Mateo menghentikan langkah kakinya. Dengan pelan dan penuh percaya diri dia berbalik dan menatap Albert. Chloe yang awalnya sudah semangat empat lima karena ingin pulang, berseru dengan kesal. “Ooo, not again, Albert!” “Kamu tidak perlu membelanya terus, Chloe. Aku hanya ingin berbicara empat mata dengannya.” Audrey mendekati mereka dan ingin mencari tahu penyebab kenapa kedua pria itu seperti dua anak kecil yang sedang memperebutkan mainan kesukaan mereka. ‘Seandainya mainan yang diperebutkan itu adalah aku, alangkah senang hatiku,’ pikir Audrey. Ngarep kali kau… “Aku tidak akan pulang sebelum aku memastikan Mateo pulang dengan selamat,” ketus Chloe keras kepala. Baik Albert maupun Mateo sama-sama bergeming. Mereka hanya saling memandang dengan galak. Aura permusuhan di antara mereka berdua seakan tidak pernah habisnya. Apa