Home / Romansa / Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver / Bab 4 : Sebuah Petaka atau Keberuntungan

Share

Bab 4 : Sebuah Petaka atau Keberuntungan

Author: NACL
last update Last Updated: 2024-11-29 14:36:55

Melalui cara pandang Denver, Dewi mengetahui sebuah jawaban yang memecahkan teka-teki dalam pikirannya. Dia menurunkan pandangan dan perasaan ragu itu datang lagi memenuhi rongga dada. Bagaimana mungkin dia melewatkan satu hal?

Selama ini Dewi melihat banyak perempuan datang untuk melakukan program bayi tabung, diantar oleh seorang pria yang memiliki ciri fisik persis seperti sosok tambun dan plontos malam itu, ternyata ….

“Kamu adalah perempuan yang aku cari, Dewi,” kata Denver berusaha melenyapkan keraguan sang gadis. Pria itu berkata lagi, “Kelak anak itu tidak akan kekurangan satu apa pun. Aku akan mengurusnya dengan baik.”

Bibir tipis Dewi terkatup rapat, lidahnya bergitu kelu dan pita suaranya seolah tak bersuara. Dia tahu status Denver sebagai direktur sudah tentu mampu memberikan kehidupan di atas rata-rata pada anaknya. Hanya saja, dia tidak menyangka pria yang menyewa rahim dan membeli sel telurnya adalah sosok yang selama ini dikagumi oleh semua orang.

Dia menggeleng lemah, lalu mengangkat pandangan. Seketika otaknya menjadi paham mengapa Denver memerlukan seorang perantara untuk mencari dan menemukan kandidat yang tepat. Tentu saja karena pria itu tidak mau menimbulkan skandal.

“Tapi kenapa Dokter tidak mengatakan sedari awal?” tuntut bibir tipis gadis itu meminta jawaban. Saking rahasianya, Bima saja tidak tahu siapa sebenarnya pria yang menyewa rahim.

Denver tersenyum tipis. “Apa kamu pikir tindakanku ini dibenarkan?”

Dewi menggeleng, sama halnya dengan Denver. Pria itu menambahkan, “Aku memiliki alasan kuat melakukan hal ini. Kamu tidak perlu cemas, kesepakatan kita berakhir setelah satu tahun. Satu hal lagi, rahasiakan hal ini dari siapa pun.”

 Bahkan Dewi dibuat tercengang ketika Denver menarik pelan tangannya, lalu meletakkan selembar cek senilai 200 juta. Seketika tatapan netra hitam terkunci pada nominal yang tertulis di sana. Tangan gadis itu menjadi gemetaran.

Dewi membatin, ‘Setidaknya uang ini bisa kugunakan untuk menyelamatkan Ayah.’

Tangan gadis itu langsung bergerak dengan cepat mengamankan cek ke dalam saku. Meskipun diliputi keengganan dan kekecewaan, Dewi membuang jauh perasaan itu. Dengan tatapan mengiba, dia berujar, “Sebelumnya … terima kasih, Dokter. Tapi … Apa aku bisa meminta lebih? Karena uang ini masih kurang untuk biaya pengobatan ayah.”

“Tentu, sisanya kuberikan setelah kamu mengandung anakku,” ujar Denver.

Dewi tahu jalan ini salah, tetapi dia bisa apa selain benar-benar menjual dirinya. Entahlah ini sebuah keberuntungan atau petaka, karena Denver langsung menyetujui tanpa mendebat. Kemudian pria itu berjalan menuju pintu, sebelum keluar dia memutar badan dan menatap lekat pada Dewi. “Mulai hari ini kamu pindah ke apartemen yang aku sediakan, sebentar lagi Rudi datang menjemput. Bila memerlukan sesuatu jangan sungkan bilang padanya.”

Setelah mengatakan itu, Denver menghilang di balik pintu. Sedangkan Dewi menjadi gelisah karena mulai malam ini akan menjalani kewajibannya. Tidak pernah terlintas sedikit pun dalam benak, dia harus tidur dengan atasannya.

Bertepatan dengan beberapa jam setelah tubuhnya membaik, Dewi kedatangan tamu ke kamar rawat. Sosok itu adalah orang kepercayaan Denver—Rudi—pria bertubuh tambun dan plontos yang ditemui Dewi bersama Bima.

“Mari Nona. Kita pergi lewat pintu belakang,” kata Rudi yang diangguki Dewi.

Saat berjalan menyusuri koridor, sepasang iris hitam pekat gadis itu menangkap pria tampan berjas putih sedang melangkah bersisian bersama seorang wanita cantik dan seksi. Sejenak, Dewi menghentikan ayunan kaki, dan memperhatikan keduanya.

Dia yakin wanita itu adalah istri sah Dokter Denver. Sekilas, Dewi menilai tidak ada yang salah dengan sosok cantik di sana. Bahkan keduanya tampak serasi dan rukun. Dia tidak mengerti mengapa Denver membeli sel telurnya dan merahasiakan hal ini dari semua orang termasuk istri? Ah sudahlah, Dewi mengempas pikiran itu, baginya sekarang lebih penting adalah uang untuk menolong keluarganya.

Sepanjang perjalanan menuju apartemen, Dewi dibuat gugup karena pria yang duduk di depannya selalu melirik ke kursi belakang sambil berbincang bersama Denver melalui panggilan suara, hanya untuk memastikan keberadaannya.

Tiba di unit apartemen, Dewi disambut senyum hangat oleh dua orang wanita paruh baya. Seketika dia teringat pada mendiang ibunya, dahulu wanita yang telah melahirkannya berprofesi sebagai asisten rumah tangga di rumah keluarga Prawara. Dikarenakan sakit-sakitan, sang ibu mengundurkan diri dan berselang beberapa bulan kemudian meninggal dunia. Sekarang, dia tidak mau lagi kehilangan orang tercinta. Dewi bertekad akan melakukan apa pun demi keluarga tercinta, terutama ayahnya.

Dia diantar masuk ke salah satu kamar di apartemen ini. Dewi tercengang karena di dalamnya telah tersedia semua peralatan dan perlengkapan wanita. Dia pun berpikir, dirinya atau bukan perempuan yang dicari Denver, percayalah dokter tampan itu sengaja mempersiapkan semuanya dengan matang dari jauh hari.

Satu hal yang Dewi tahu, Denver benar-benar menginginkan seorang anak.

Sampai matahari semakin bergerak ke arah barat, selama itu juga Dewi dilayani dengan baik oleh dua pelayan di apartemen. Bahkan keduanya juga menawarkan diri membantu gadis itu membersihkan tubuh. Tentu saja Dewi menolak karena raganya merupakan hal pribadi.

Pukul tujuh malam, setelah makan Dewi tersentak ketika salah satu asisten rumah tangga berkata, “15 menit lagi Pak Denver sampai, beliau dalam perjalanan ke sini.”

Pascamendengar informasi itu, Dewi gelisah. Dia tidak bisa duduk tenang atau berdiri santai menikmati pemandangan kelap-kelip lampu dari dinding kaca. Saking paniknya, gadis itu menjadi cegukan.

Bukankah itu pertanda, malam ini dia harus tidur bersama Denver? Ah kepala Dewi berdenyut nyeri ketika memikirkannya.

Ketegangan kian kentara ketika pintu unit apartemen terbuka dan suara hentakan sepatu derby menggema di ruang. Dewi menoleh lalu matanya terpaku pada seorang pria tampan bertubuh atletis berjalan ke arahnya. Tampak sekali Denver telah siap, karena beberapa kancing kemeja putih terbuka dan bagian lengan panjang tergulung sebatas siku.

“S-selamat ma-malam, Dokter,” sapa Dewi. Dia berusaha meredakan cegukannya, tetapi sulit.

Denver mengangguk, dengan suara serak ciri khasnya pria itu bertanya, “Apa kamu sudah siap?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Salsa Bila
sangat seru
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   SPECIAL CHAPTER : BIDADARI CANTIK DI ATAS CATWALK

    Siang itu, butik kecil bernuansa pastel milik Diana tampak tenang. Tirai tipis bergoyang lembut tertiup angin dari jendela yang terbuka. Di sudut ruangan, Diana sedang memeriksa detail bordiran pada salah satu gaun yang akan digunakan untuk pemotretan pernikahan besok. Jemarinya bergerak perlahan, matanya fokus, dengan senyum yang tetap lembut. “Cantik banget, Diana .…” Suara wanita dari pintu membuat Diana menoleh. “Tante Rani!” seru Diana pelan, senyumnya makin mengembang. Dia segera bangkit dan memeluk teman mamanya itu. Maharani tertawa kecil, lalu menunjuk gaun di tangan Diana. “Kalau kamu yang pakai, pasti tambah sempurna. Sumpah, waktu lihat kamu di catwalk bulan lalu … Tante sampai mikir, ini manusia apa bidadari, sih?” Diana mengerucutkan bibirnya merahnya, lalu menepuk lengan Maharani dengan. “Berlebihan banget, Tante. Tapi makasih, ya. Aduh, jadi malu.” Mereka duduk di sofa mungil dekat jendela. Maharani membuka kotak kecil berisi bros handmade yang ingin dia titipkan

  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   SPECIAL CHAPTER : DOKTER BEDAHKU TAMPAN

    “Dokter, bolehkah kami berfoto bersama sebelum operasi?” Dashel menoleh dengan senyum khasnya. Wajahnya yang sebagian tertutup masker dan sorot mata yang tajam membuat beberapa perawat tak kuasa menyembunyikan rona merah di pipi mereka. “Boleh saja,” jawab pria itu santai sambil mengangkat dua jari ke arah kamera. “Asalkan jangan sampai pasiennya menunggu terlalu lama. Bisa-bisa dia memutuskan kabur.” Si paling usil dari keluarga Denver, kini telah menjelma menjadi salah satu dokter bedah muda yang paling diidolakan di rumah sakit. Setelah menyelesaikan pendidikan spesialis di Johns Hopkins University, sebuah institusi kedokteran bergengsi, Dashel—yang akrab disapa Dash—kembali ke Indonesia membawa pulang segudang prestasi serta rasa percaya diri yang tak terbendung. Akan tetapi, sesungguhnya transformasi Dash bukan hanya terlihat dari gelar dan jas putih yang kini melekat di tubuh atletisnya. Di ruang operasi, dia menjadi sosok yang sangat berbeda dari kesehariannya. Dash sela

  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   SPECIAL CHAPTER : SI PRESIDIR YANG NYEBELIN

    Pukul tujuh pagi, lantai tertinggi gedung J&B Pharmacy sudah dipenuhi staf yang pucat pasi. Mereka berlarian, merapikan berkas, menyusun slide, mengecek statistik berkali-kali. Hal ini karena ada yang menakutkan, Akashan Draven Bradley mulai menjadi presdir. "Dia sudah di ruang rapat?" bisik salah satu staf. "Sudah. Dari jam enam empat puluh," jawab yang lain pelan, seakan menyebut nama Draven terlalu keras bisa bikin dicoret dari daftar gaji. Di ruang rapat, suasana membeku. Draven duduk di ujung meja panjang, mengenakan jas hitam pekat, dasinya lurus, rambutnya klimis tak bergerak. Tatapannya setajam pisau bedah. “Proyeksi penjualan kalian di kuartal ini ... menyedihkan,” kata Draven sambil menatap grafik. Salah satu kepala divisi mencoba menjelaskan, “Kami mengalami hambatan distribusi karena banjir—” “Jadi kamu biarkan masyarakat tidak dapat obat hanya karena hujan?” Suaranya datar dan dingin. “Kamu kerja untuk perusahaan farmasi. Kalau distribusimu kalah sama cuaca, se

  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   SPECIAL CHAPTER : KALAU DIRGA JADI DOKTER

    "Jangan pernah bilang menjadi dokter itu mudah." Kalimat itu terngiang di kepala Dirga sejak pagi buta. Entah mengapa, hari ini dia mengenakan jas putih dan berdiri di depan rumah sakit milik ayahnya—bukan sebagai anak pemilik, melainkan sebagai dokter baru. Ya, entah mimpi apa yang menghampirinya semalam. Dirga, si paling anti bau rumah sakit, kini resmi bertugas sebagai residen di Poli Anak. “Dokter Dirga, pasien pertama sudah menunggu di dalam,” ujar seorang perawat sambil tersenyum manis. Dirga mengangguk, mencoba tampak tegar. Namun, tangannya gemetar saat membuka pintu ruang periksa. Di sanalah bencana pertama dimulai. “Aku tidak mau disuntik!!” jerit seorang bocah lima tahun sambil melempar botol minum ke arah wajah Dirga. “Tenang … Dokter tidak gigit, sungguh.” Seketika boneka putih mendarat keras tepat di antara alisnya. Hari pertama, tiga pasien anak menangis, satu muntah di pangkuannya, dan satu lagi kabur lewat jendela kecil. Sesampainya di rumah, Dirga duduk lema

  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 338 : Kehidupan Bahagia 6 D

    12 Tahun Kemudian"Berisik banget sih! Bisa nggak sekali aja nggak nangis?" teriak Draven dari ambang pintu kamarnya.Anak laki-laki berusia 13 tahun itu mengacak-acak rambutnya sendiri, kesal. Dia mendelik ke arah Diana—adik perempuannya—yang lagi sesenggukan di tengah lorong lantai dua.Diana, dengan mata berkaca-kaca, mendongak marah. "Bukan bantu aku, malah ngomel! Huh!" serunya sambil mengusap kasar air mata."Bantu apa? Kamu tuh cengeng!" balas Draven sengit.“Dash ambil cokelatku lagi, padahal sisa sedikit tahu!” lontar Diana dengan bibir merah mudanya.Sebelum pertengkaran makin memanas, suara pintu kamar terbuka terdengar dari sisi lainnya. Seketika Diana berlari ke arah sumber suara, meninggalkan Draven yang masih berwajah masam.Diana berdiri tepat di depan seorang remaja laki-laki yang baru saja keluar dari kamar. Rapi dengan kemeja putih dan celana panjang hitam.“Kak Dirga,” rajuk Diana, sambil menerjang ke pelukan kakaknya.Dirga telah tumbuh menjadi pemuda tampan berus

  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 337 : Mimpi yang Terwujud

    Satu Tahun Kemudian--Birmingham, InggrisUdara musim semi yang sejuk menyapa kota Birmingham saat mobil yang dikemudikan Darius melaju pelan memasuki area Rumah Sakit JB. Di sebelahnya, Maharani menatap keluar jendela dengan kening berkerut."Kenapa ke rumah sakit?" tanyanya heran, sambil merapikan pakaiannya.Darius hanya tersenyum tipis, tidak menjawab.Maharani makin bingung. "Kita mau sakit? Atau mau jenguk seseorang?"Darius menggeleng pelan, tetap dengan ekspresi datarnya yang membuat Maharani makin penasaran."Darius ... ada apa sebenarnya?" tanya Maharani lagi, sedikit merajuk."Ikut saja dulu," sahut Darius tenang, sambil menggandeng tangan istrinya.Mereka berjalan melewati koridor rumah sakit yang bersih dan wangi. Sesekali Maharani melirik ke kanan dan kiri, mencoba mencari petunjuk apa yang sebenarnya terjadi. Akhirnya mereka tiba di sebuah poli, dan seorang dokter bule menyambut dengan ramah."Good afternoon, Mr. and Mrs. Darmawan," sapa dokter itu.Maharani yang masih t

  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 336 : Aku Pusing, Ma, Pa

    "Waaa! Waaah!" Dirga panik bukan main saat mendengar tangisan nyaring menggema dari boks bayi di ruang keluarga. Dia buru-buru mengintip ke sumber suara yang mengganggu acara televisi kesukaannya. "Dash jangan nangis dong ... Kamu ‘kan udah minum susu tadi," bujuk Dirga sambil mengelus pipi sang adik dengan tangan kecilnya. Belum sempat Dashel tenang, tangisan lain menyusul. Dirga nyaris melompat kaget. "Aduh, Di ... jangan ikut-ikutan, ya," keluhnya. Sambil setengah berjongkok, Dirga mengambil botol susu yang tadi diletakkan pengasuh di meja dekat boks, mencoba menyerahkannya pada Diana. Dirga menoleh dengan wajah bingung, kedua tangannya sudah sibuk masing-masing memegang satu botol susu. Dia mencoba menyeimbangkan keduanya sambil terus berbicara setengah memohon, setengah bingung, "Diam, ya, ssst ... sebental lagi Mama pulang, kok ... Sabal." Dirga bagai seorang kapten kapal kecil mencoba menenangkan tiga anak buahnya yang memberontak bersamaan. Ya, memang Draven agak lebih t

  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 335 : Kekompakan Papa Denver dan Dirga

    Dua bulan setelah kelahiran tiga malaikat kecil mereka, kediaman Denver dan Dewi berubah menjadi kehebohan yang tiada henti. Meskipun sudah ada empat pengasuh yang disiapkan, untuk Dirga, Draven, Dashel, dan Diana—tetap saja pagi ini kacau balau. Di sudut kamar, Dewi tengah sibuk memompa ASI sembari menyusui Diana. Tubuhnya agak membungkuk, dengan rambut disanggul seadanya, dan wajah cantik itu terlihat sedikit pucat. Sementara itu, Dirga mondar-mandir dari kamar ke kamar, keningnya berkerut karena kesal. "Aduh, di mana, ya, kaus kaki dino?" rengeknya, suara kecil itu sungguh nyaring memenuhi seluruh rumah. Pengasuh sudah menawarkan beberapa pasang kaus kaki yang lain, tetapi Dirga menggeleng keras. "Dirga, ini kaus kakinya sudah dicuci bersih. Pakai saja ini, ya?" bujuk pengasuhnya lembut. "Bukan itu!" Dirga berteriak kecil, lalu berlari ke kamar Dewi. Sayang, yang dicarinya tidak ada. Dengan langkah kecil yang mantap, dia menuju kamar bayi dan menemukan Dewi sedang menyusu

  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 334 : Sibling Goals 2

    Pukul delapan pagi, suasana ruang presidential suite sudah jauh berbeda dari kemarin. Aroma antiseptik khas rumah sakit masih tercium, tetapi kini bercampur dengan tawa kecil dan desah lega yang menghangatkan udara di sekitar.Di ranjang besar berseprei putih bersih itu, Dewi duduk sembari bersandar lemah. Ya, tubuhnya masih tampak pucat, tetapi mata sipit itu berbinar lembut. Di pelukannya, Dirga sedang berbaring, melepas rindu katanya. Satu tangan mungil itu menggenggam erat piyama rumah sakit Dewi, tidak mau terpisah lagi.“Aku sayang Mama,” bisik anak itu.Dengan jemarinya, Dewi membelai rambut putra pertamanya. Dia menunduk dan mencium kening mungil itu beberapa kali, tentu penuh rasa rindu yang menyesak dada.“Mama juga sayang banget sama Kakak Dirga,” balas Dewi, diikuti senyum merekah.Sedangkan Denver berdiri di sis ranjang. Dia memeriksa kondisi Dewi. Tangan pria itu sesekali menyentuh pergelangan tangan istrinya, mengecek denyut nadi yang masih terasa lemah, tetapi stabil.

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status