Share

Hari Pertama Bekerjasama

"Mas Aidan, ada cewek nyariin."

Seto menyembul dari balik pintu ruangan Aidan. "Tapi, ceweknya aneh," lanjutnya.

"Suruh masuk, Set," perintah Aidan pada bawahannya, pemuda berumur dua puluh dua tahun yang baru lulus dari sekolah intelijen negara.

"Mas Aidan kenal?" tanya Seto. Pemuda berambut cepak itu masih melongokkan kepalanya.

"Kenal. Sudah, suruh dia masuk." Aidan masih berkutat di depan layar komputernya tanpa menoleh ke arah Seto.

Seto meringis. "Siap, Komandan!" seru pemuda itu sambil berlalu.

"Silahkan masuk, Mbak."

Aidan mendengar suara Seto mempersilahkan seseorang untuk masuk ke ruangannya. Dia memandang ke arah pintu. Tidak lama kemudian, seorang gadis berpakaian hitam, rambut hitam panjang dengan poni lurus menghiasi kening, muncul.

"Hello, Nara. Silahkan duduk."

"Apa saya terlambat, Mas?" tanya Nara sambil menarik kursi di depan meja Aidan lalu mendudukinya.

"Tidak." Aidan menutup komputernya dan mengumpulkan sebungkus rokok, ponsel dan sebuah buku catatan kecil lalu ia masukkan ke dalam tasnya. "Okay, ada poin-poin yang harus kamu ingat sebelum kita memulai pekerjaan hari ini."

"Pertama, setiap hari jam delapan pagi, dari senin sampai jum'at, kamu berangkat ke kantor. Kedua, saya adalah atasan kamu di sini, meskipun kita adalah team. Ketiga, semua hal yang sudah saya beritahu waktu saya datang menemuimu kemarin. Mengerti?"

Nara mengangguk. "Mengerti, Mas."

"Agenda hari ini ada dua. Ke tempat kejadian perkara dan ke salah satu toko senjata tajam."

"Kalau begitu kita berangkat sekarang." Aidan beranjak dari duduknya, melangkah keluar ruangan diikuti oleh Nara.

"Tugas lapangan, Mas?" tanya Seto dari mejanya, saat Aidan dan Nara melintas.

"Seto, perkenalkan, ini Nara, rekanku. Mulai hari ini hingga kasus Arina selesai, dia akan masuk ke kantor setiap hari."

Seto mengangguk-angguk. Namun, saat Nara memandangnya dan melempar senyum, pemuda itu bergidik ngeri. Dia merasa seakan-akan pikirannya sedang dibaca oleh gadis itu.

Sementara Aidan masuk ke dalam mobilnya yang terparkir di depan kantor. Nara mengikutinya masuk dan mobil pun melaju meninggalkan area kantor dan membelah jalanan Nusantara City yang ramai.

Aidan rupanya bukan orang yang senang mengobrol. Buktinya, di dalam mobil pria itu hanya diam saja. Fokus mengemudi. Nara tidak berani membuka obrolan terlebih dahulu. Aidan---meskipun tampan---dia terlihat angkuh. Dalam benak pria itu tidak henti-hentinya menggerutu.

"Mas, berhenti sebentar!" seru Nara saat mobil melaju di pinggir kota yang dipenuhi pepohonan di kanan kirinya. Gadis itu memegangi dada yang tiba-tiba saja terasa sesak.

"Kenapa?" tanya Aidan keheranan. Namun, dia menuruti permintaan Nara menepikan mobil di atas rerumputan yang tumbuh di sepanjang pinggir jalan.

Nara mengatur napas yang sedikit terengah. Beberapa detik lalu pandangan matanya gelap, dan dia seperti terseret ke sebuah tempat serupa dengan keberadaannya kini, tetapi terlihat lebih ramai. Hanya beberapa detik saja, kemudian kesadarannya kembali.

"Kamu nggak apa-apa?" tanya Aidan sambil mengamati gadis manis di sampingnya itu.

"Sepertinya harus putar balik, Mas. Di depan macet ada kecelakaan," jawab Nara.

"Tahu dari mana?" Aidan mengerutkan kening. Jangan bilang gadis itu mendapatkan penglihatan, gerutunya dalam hati.

"Tahu saja, Mas."

"Ya, ya," desis Aidan sembari tersenyum mengejek.

"Parah, Mas. Ada yang meninggal, seorang wanita."

Aidan menghela napas dalam-dalam. Belum juga sehari bekerja dengan gadis ini, dirinya sudah disuguhi lelucon yang konyol. Sungguh ia benci sekali dengan bosnya.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status