Terima kasih baca juga 1. Terperangkap jadi Ibu Susu Bayi Presdir 2. Tuan Menjadi Gila Setelah Nyonya Pergi 3. Tiba-Tiba Mnejadi Istri Presdir
Ruang tengah itu hening. Tidak ada lagi yang berani berbicara. Michael menghindari Jordan. Dia duduk di kursi tunggal dan menatap pada sauaranya. Pria itu benar-benar cemburu pada adik satu-satunya.“Aku akan menikahi Fahima setelah dia sehat total,” ucap Aaron.“Apa Mama bisa membantuku mempersiapkan pernikahan ku yang meriah. Aku akan meminta Fanny dan Fendy membantu mama.” Michael melihat pada Nyonya Li.“El, apa Fahima mau menikah dengan kamu?” tanya Nyonya Li.“Dia mau dan tidak bisa menolak lagi,” jawab Michael menoleh pada Jordan.“Baiklah. Mama akan mempersiapkan pesta yang meriah untuk kamu,” ucap Nyonya Li memegang tangan Hardianto.“Papa akan mengundang semua kolega jika waktu pernikahan sudah ditentukan.” Hardianto melihat pada Michael.“Dua Minggu lagi,” ucap Michael.“Aku sudah meminta mereka semua bersiap. Mama hanya perlu mengawasi saja.” Michael mengambil ponsel bisnisnya dari saku celana.“Mama bisa menghubungi mereka.” Michael mengirimkan kontak dan alamat perusahaan
Azan subuh berkumandang. Fahima merasakan sakit pada kepalanya karena terlalu lama menangis hingga sampai tertidur. Dia turun dari tempat tidur dan menyalakan semua lampu. Berjalan menuju kamar mandi. Wanita cantik itu melepaskan semua pakaian yang melekat pada tubuhnya dan mengenakan sehelai kain sebagai basahan. Dia menatap wajah yang tampak bengkak dan sembab.“Jelek,” ucap Fahima mencuci muka dan menggosok gigi. Membersihkan tubuh dengan sabun susu serta sampo. Dia memakai semua perlengkapan yang ada di kamar mandi. Menikmati waktu seorang diri. Wanita itu tidak perlu terburu-buru karena tidak salat.“Nyaman sekali.” Fahima berada di dalam bak mandi yang dipenuhi busa lembut serta harum. Dia memejamkan mata dan ingin melupakan semua kejadian malam itu. Ada rasa takut dan benci di dalam hatinya.“Aku benci!” teriak Fahima memukuli air dalam bak mandi.“Kenapa aku harus bertemu dengan Michael? Apa kesalahanku padanya?” tana Fahima pada diri sendiri. Kondisi diri yang sedang mentruasi
Fahima masih bersama dengan Nyonya Li di taman. Wanita muda dan berhijab itu cukup merasa nyaman bercerita dengan mama Michael di dalam malam yang tenang dan suasana yang damai.“Bagaimana kamu bisa bertemu Michael?” tanya Nyonya Li memecahkan ketenangan malam karena Fahima tampak melamun.“Itu sangat memalukan untuk diceritakan,” jawab Fahima tersenyum simpul.“Benarkah? Ini semakin membuat penasaran.” Nyonya Li tersenyum dan menatap Fahima.“Ah, aku pikir Michael sudah menceritakannya,” ucap Fahima meremas jari-jarinya.“Tidak. Dia hanya mengatakan kamu yang membuat guci pernikahan keluarga kami pecah.” Nyonya Li memperhatikan Fahima.“Maafkan saya. Saya tahu barang itu sangat berharga.” Fahima menunduk.“Bukan itu masalahnya. Kamu tidak usah merasa bersalah.” Nyonya Li memegang tangan Fahima.“Jika kamu keberatan untuk bercerita tidak usah. Bibi pikir itu adalah pengalaman yang lucu dan tidak bisa terlupakan.” Nyonya Li tersenyum.“Apa?” Fahima tentu saja kesulitan untuk melupakan t
Fahima terlelap dalam tidur tanpa sengaja. Dia merasakan nyaman di perut setelah ditempel koyo penghilang nyeri oleh dokter. Michael menyadari itu beranjak dari kursi dan mendekat tempat tidur. Dia memperhatikan wajah tenang gadis berhijab yang sedang terlelap.“Kamu cantik,” ucap Michael menyentuh hidung Fahima dengan ujung jarinya.“Apa sudah merasa lebih baik?” tanya Michael dengan berbisik di telinga yang terutup hijab. Dia tersenyum memperhatikan mata yang bergerak dan membuka pelahan.“Mm.” Fahima menatap wajah yang sangat dekat darinya.“Kamu terlalu dekat.” Fahima mendorong wajah Michael dengan guling yang dipeluknya.“Hari sudah gelap. Apa kamu mau menginap di sini?” tanya Michael tersenyum.“Apa boleh aku menginap di sini?” Fahima tidak mau ikut dengan Michael pulang ke rumah pria itu dan bertemu dengan keluarganya. Dia bingung, malu dan tidak tahu harus melakukan apa karena dirinya ingin menolak pria itu.“Kenapa kamu mau di sini? Tidur di rumah lebih nyaman.” Michael segera
Michael sudah selesai membersihkan diri dan berganti dengan pakaian santai. Kaos putih lengan pendek sepadan dengan celana sebatas lututnya. Dia berjalan menuju kamar Fahima yang berada tepat di ujung kamarnya.“Hey, Fahima. Apa kamu tidur?” Michael mengetuk pintu kamar yang tidak terkunci.“Apa dia tidur? Tidak mungkin.” Michael melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya yang baru menunjukkan pukul lima sore.“Aku pikir boleh masuk.” Michael membuka pintu kamar dengan perlahan dan melihat tempat tidur yang kosong.“Di mana dia?” Michael melangkah kaki dengan perlahan dan masuk ke dalam kamar.“Fahima,” sapa Michael pelan.“Apa kamu sedang mandi?” tanya Michael.“Hey. Apa yang terjadi?” Michael terkejut melihat gadis berhijab yang meringkuk di atas lantai menahan sakit di perut.“Fahima.” Michael segera menggendong Fahima dari lantai dan memindahkan ke kasur.“Apa kamu terjatuh? Apa yang terjadi?” Michael sangat khawatir dan bahkan sampai ketakutan melihat wajah pucat Fah
Michael benar-benar tidur dan Fahima terus menatap keluar jendela hingga mobil memasuki pintu pagar tinggi dengan nuansa putih dan hitam. Gadis berhijab itu segera melihat sekeliling. Dia seakan memasuki kawasan hotel yang mewah.“Ini di mana?” tanya Fahima.“Rumahku. Kita sudah sampai.” Michael membuka mata dan tersenyum tampan pada Fahima. Pria itu puas bisa membawa wanita yang dicintainya bertemu keluarga walaupun dengan memaksa.“Hm.” Fahima meremas kedua tangannya. Dia tidak gugup, tetapi serba salah. Tidak ingin menyakiti keluarga Michael.“Kenapa?” tanya Michael.“Silakan, Tuan muda.” Fendy membuka pintu untuk Michael.“Ya.” Michael turun dari mobil dan membuka pintu bagian Fahima.“Apa tangan kamu sakit?” tanya Michael.“Tidak.” Fahima menarik lengan bajunya untuk menutupi pergelangan yang merah. Wanita berhijab itu menghela napas dengan berat dan beristigfar di dalam hatinya. Dia terus berusaha menenangkan diri. Fahima bergeser ke pintu sebelah yang sudah ditutup Fendy.“Apa y