Home / Romansa / Terjebak Nafsu Tuan Sanjaya / Bab 2 Di Mana Wanita Itu

Share

Bab 2 Di Mana Wanita Itu

Author: Buenda Vania
last update Last Updated: 2021-09-30 19:44:59

Apa yang dilakukan oleh Diandra tidak jauh beda dengan apa yang dilakukan oleh Papanya di masa lalu. Mungkin, ini yang dinamakan hukum karma yang berimbas pada dirinya. Melupakan seseorang yang pernah menyatu dengan kita sama saja memisahkan tulang dari daging, itu yang dirasa oleh Sanjaya.

Brata berbalik dengan kedua tangan yang terkepal, rasa kecewa jelas terlihat dalam matanya. "Papa tidak ingin ada penolakan Sanjaya! Hari Senin—Papa harap kamu sudah ada disana."

Sanjaya mengabaikan ucapan Brata, pandangannya tetap lurus kedepan. Kali ini berargumen pun percuma.

Kobaran api dari tungku-tungku raksasa semakin membuat Sanjaya marah atas apa yang dilakukan oleh almarhum istrinya. Inilah salah satu alasan Sanjaya tidak meninggalkan kota yang berbatasan dengan kota Jakarta, dimana pabrik daur ulang besi tua dileburkan berdiri kokoh dan tak pernah padam, nyaris sama seperti kobaran api di dalam hatinya.

Pabrik itu beroperasi selama 24 jam, dengan tiga kali pergantian shift. Tidak satu haripun mesin itu dimatikan, bahkan pada hari-hari besar selama Sanjaya memimpin. Melihat kobaran api dan uap-uap panas seolah membantunya mengeluarkan seluruh emosi yang tertanam di jiwa, membuat Sanjaya selalu terjaga akan kemarahan dan cintanya pada Diandra. Wanita yang begitu tega mengkhianatinya.

Seorang pria dengan setelan jas navy memasuki ruangan dan sedikit membungkuk, menghadap pada Tuanya.

"Apa semua sudah siap?" tanya Sanjaya tanpa memalingkan wajah.

"Sudah Tuan, Minggu malam ada beberapa barang baru," jawabnya tanpa mengangkat wajah.

"Siapkan semuanya, kita berangkat besok pagi!"

Setelah mendengar semua permintaan Tuannya, pria berkulit sawo matang itu segera keluar dari ruangan dengan kaca besar. Dari atas sana Sanjaya bisa melihat seluruh bagian dan memastikan mesin beroperasi dengan baik. Tapi hari ini, dirinya dipaksa meninggalkan ruang kerja yang lebih mirip kamar pribadinya. Seperti menarik roh dari raganya, Sanjaya kembali merasa kehilangan.

*

Enam orang wanita berpakaian sama dengan topeng di wajah mereka mulai menuruni tangga. 

Tarian erotis mulai mereka lakukan hingga pandangan mata pria hidung belang langsung berbinar menatap penuh nafsu.

Pakaian mereka begitu minim dengan heels sepanjang lima centi dengan tali yang melilit indah sepanjang betis mereka.

Pandangannya hanya diam sambil sesekali menyesap wine, menatap satu persatu penari seksi di hadapannya yang mulai mengangkat kaki mereka dan mengaitkannya pada tiang besi. Mereka berputar, meleok-leokan tubuh mereka, berusaha menggoda para pria hidung belang.

Dengan instruksi dari seorang, para penari mulai turun dari panggung dan berjalan mendekat kearah Sanjaya. Sang cassanova malam ini.

Sanjaya meyesap winenya seblum mengucapkan apa yang dia inginkan. "Tunjukkan kehebatan kalian ledis, yang terbaik akan memuaskan hasratku malam ini."

Sanjaya memang ingin wanita terbaik yang dapat melayaninya di ranjang, melepaskan seluruh hasrat dan amarahnya sebelum kembali ke kota itu, kota dimana semua duka dimulai.

Salah satu dari wanita berjongkok di hadapan Sanjaya, membuka celah pahanya agar tubuh kecilnya bisa masuk dan terbenam. Dia mulai menarik zipper.

Sanjaya hanya memejamkan mata, berusaha menikmati setiap sentuhan wanita itu, sementara wanita lainya membelai dadanya, mengecapi cuping dengan ujung lidah, berusaha membuatnya terangsang.  

Tapi, ingatan akan wanita bertopeng beberapa malam lalu kembali memenuhi benaknya, memancing gairahnya. Seluruh lekuk tubuh dapat diingat, bahkan satu bintik pun dia tahu dimana letaknya, terutama bibir sensual wanita itu yang terasa tebal namun mampu membuat hasratnya menggila.

Sanjaya mengerang, tidak percaya dengan keinginannya. Padahal tidak satu malam pun Sanjaya menghabiskan malam dengan wanita yang sama.

Saat matanya terbuka, Sanjaya menarik rambut wanita yang membelai dadanya, menempelkan bibirnya pada bibir wanita itu, lalu mulai melumatnya dengan kasar, mengenyahkan semua ingatanya.

Tapi, ciuman itu hanya sesaat. Sanjaya tidak menemukan apa yang dia cari. Dia menginginkan wanita itu. Wanita yang mampu membuatnya melupakan Diandra untuk sesaat.

Sanjaya bangun dari duduknya dengan gerakan cepat sampai membuat dua wanita cantik di hadapannya terjengkang ke belakang.

"Panggil Madam-mu!"

Kedua wanita itu bagun dengan sedikit terhuyung, antara takut dan tidak percaya dengan apa yang mereka lihat.

Pria di hadapan mereka sangat marah, sorot matanya tajam dengan dadanya yang bergemuruh. Pria itu sama sekali tidak peduli dengan resleting celananya yang masih terbuka.

"Apa yang dilakukan oleh mereka? Kenapa Tuan Sanjaya sangat marah?" gumam Madam Gesya sedikit geram. 

Hal ini tidak pernah terjadi selama Sanjaya menjadi pelanggannya selama tiga tahun. Tapi sekarang, pria itu terlihat begitu gelisah.

Wanita bertubuh gempal dengan kipas di tangannya berjalan dengan langkah lebar ke arah Sanjaya, mengabaikan ucapan beberapa pelanggannya yang meminta wanita terbaik.

"Dimana wanita itu!" tanya Sanjaya tidak ingin menunda lagi.

Madam Geysa menautkan alisnya, merasa bingung dengan apa yang dimaksud oleh pria dihadapannya ini yang terlihat begitu marah.

"Wanita mana yang Tuan maksud?" tegas Madam Gesya bingung.

Gairahnya sudah di ubun-ubun, dengan tidak sabar Sanjaya menjawab, "Wanita kemarin!"

Sanjaya sadar semua orang tengah menatapnya, dia hanya acuh sambil menarik zipernya dan membuat benda tumpul itu kecewa.

Raut wajah menyesal terlihat di wajah Madam Gesya yang terlihat cantik walau tertutup dengan make up tebal. Dia terlihat begitu bingung dengan pertanyaan Sanjaya.

"Maaf Tuan, wanita itu hanya ada malam itu bersama, Tuan. Dia tidak bekerja lagi," jawabnya penuh sesal. Kali ini dia tidak bisa memuaskan Tuanya.

Sanjaya berkacak pinggang, sorot matanya semakin tajam, membuat Madam Gesya mengerut dan tubuhnya terlihat sedikit ringkih karena takut.

"Aku menginginkannya malam ini. Bagaimanapun caranya dia harus berada di kamarku, tidak lebih dari satu jam!" tegas Sanjaya mulai melangkahkan kakinya. Dia sangat menginginkan wanita itu.

"Maaf Tuan, dia hanya bekerja untuk satu kali saja. Dia bukan wanita tetap disini." Madam Geysa melirik dengan takut. 

Tapi, mau bagaimana lagi, wanita itu memang tidak bekerja dengannya, dan mungkin tidak akan pernah.

Sanjaya membalik tubuhnya, tatapannya tetap sama, bahkan rasa sakit dikepala mulai dia rasakan. "Saya tidak ingin mendengar alasan. Cepat cari wanita itu dan bawa ke kamarku, atau—aku hancurkan gedung ini!"

Sanjaya mulai melangkah kembali, tapi hanya beberapa langkah, karena langkah selanjutnya dia mendengar penolakan dari madam Geysa.

"Saya tidak takut dengan ancaman apapun, Tuan. Anda tahu dengan baik peraturan disini, bahkan Anda menikmati hasilnya. Jika tidak, Anda tidak mungkin dapat menikmati wanita terbaik yang Anda nikmati seperti kemarin malam!" tukasnya tak kalah tajam.

"Omong kosong, seharusnya Madam bisa menekan orang-orang Madam, dan menyeret wanita itu!" Kali ini Sanjaya tidak bisa mengendalikan emosinya lagi.

"Maaf Tuan, saya tidak bisa." Lagi-lagi penyesalan terlihat diwajah Madam walau suaranya terdengar tegas, tanpa bantahan.

"Berikan identitas wanita itu, saya sendiri yang akan mencarinya," desak Sanjaya.

Tapi, sepertinya Sanjaya kali ini harus kecewa, karena melihat gelengan di kepala wanita itu dengan wajah yang semakin menunduk.

"Maaf Tuan, saya tidak bisa sekalipun Anda menembak mati saya dan seluruh orang-orang saya."

Madam Geysa bukan tidak takut mati, jelas dia takut. Tapi, hidup setelah memberikan informasi tentang wanita itu pun percuma, dia tidak akan lagi mendapatkan wanita yang sama, dan ini semua karena peraturan.

Ya, ini memang karena peraturan yang dibuat sejak dulu sebelum dirinya memimpin. 

Tidak semua wanita menjual dirinya dengan sukarela, atau hanya sekedar tuntutan profesi. Tapi ada juga yang melakukannya karena terdesak dan tidak ingin diketahui identitasnya.

Sanjaya mencengkram kuat rahang wanita gempal itu, "Baik, jika itu memang mau kalian!"

Setelah mengatakan itu, Sanjaya mendorong kuat dangu yang dia cengkraman hingga Madam meringis dan hampir jatuh jika tidak segera ditangkap. 

"Aggrrahh…! Dimana wanita itu!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terjebak Nafsu Tuan Sanjaya   Bab 244 Tujuan Hidupku Adalah Kamu

    Davinka kembali menoleh pada Wulan dan menggenggam tangannya, menatap wanita itu penuh hormat, berkata dengan suara yang lembut dan penuh permohonan, "Mah, aku tidak dibesarkan oleh seorang ibu dan tidak banyak orang yang aku kenal. Sekarang aku memanggilmu Mama. Emm, Mama mau, kan, menjadi ibuku dan merestui pernikahanku!"Pupil matanya melebar, terus menatap Wulan penuh harap. Akankah Wulan memenuhi keinginannya?Wulan sendiri kehilangan kata-katanya. Air mata kembali mengalir deras dengan isakkan tertahan. Wanita itu hanya mengangguk sebagai jawaban.Bodoh! Anak sebaik ini, bagaimana ia bisa menyakitinya dan menolaknya berulang kali!Davinka mengangguk dengan senyum lebarnya, lalu memeluk tubuh gemetar itu dengan penuh kehangatan."Terima kasih, mulai sekarang aku punya Mama." Bisik Davinka dengan elusan lembut di punggung Wulan.Davinka mengurai pelukan, menarik tangan Sanjaya agar menjabat tangan Wulan, "Sekarang Mama Wulan adalah ibu mertuamu, cepat sungkem!"Sanjaya tercengang.

  • Terjebak Nafsu Tuan Sanjaya   Bab 243 Semua Sudah Selesai

    Mendengar ibunya berkata seperti itu membuat Yudha bangun dari duduknya dan meraih tangannya."Ini semua karena Yudha. Mama hanya korban dari obsesi Yudha! Sudah, semua sudah selesai. Biar Yudha yang menanggung semua ini!" Tegas pria itu. Kini aura kehidupan sudah terlihat di wajahnya. Davinka yang asli sering menolaknya dengan kata-kata kasar karena ke keraskepalaannya.Penyesalan, kekecewaan, dan amarah terpancar jelas. Akan tetapi, semua ditujukan kepada dirinya sendiri."Tidak ada yang akan masuk penjara. Semua hanya karena kesalahpahaman!" tanam Sandy, "Tuan Sanjaya mengembalikan semua yang sudah diambilnya," ujarnya lagi yang membuat mereka semua tercengang."Mak-maksudnya?"Kebingungan jelas terlihat dari bagaimana cara mereka bereaksi. Entah apa yang diambil dan harus dikembalikan."Toko elektronik suami Anda beserta isinya dan beberapa calon investor sudah ada di dalam dokumen ini. Kalian tidak bisa menolak! Ja

  • Terjebak Nafsu Tuan Sanjaya   Bab 242 Kebebasan Yudha

    "Udah malem! bye, Rani …." Davinka langsung menutup pintunya rapat.Rani membalikkan tubuhnya, kamar itu sudah temaram. Yang membuat ia menggigit bibir bawahnya adalah, Sandy berada di tengah ranjang dengan memeluk Inggi. Putrinya malah ada di sisi lainnya ranjang itu.'Ais … jadi gue harus tidur disamping dia?' jerit Rani dalam hatinya.Bersentuhan dengan kulitnya saja sudah hampir membuatnya seperti terbakar. Tapi ini ….Pikirannya terhenti."Mau sampai kapan kamu di sana!" Suara bariton itu menggema dalam remangnya kamar hingga mampu membuat bulu kuduk Rani meremang sempurna.Suara serak Sandy menandakan bahwa pria itu sudah sempat tertidur, terdengar sangat menggoda di telinganya hingga jantungnya mulai berdetak lebih hebat. Rani mulai melangkah dengan kaki beratnya. Ia tahu malam ini harus tidur di ranjang yang sama dengan Sandy. Mampukah?Ini memang bukan malam pertama mereka. Tapi, tidur tepat di sisi pria itu hampir tidak pernah terjadi selama tiga Minggu mereka menikah."Di-d

  • Terjebak Nafsu Tuan Sanjaya   Bab 241 Permata yang Kutenggelamkan!

    'Aku tahu, aku sedang dihukum atas semua kejahatan-kejahatanku. Tapi kenapa tidak ambil saja nyawaku daripada membuat semua orang menderita bersamaku!'Venti mulai merasa depresi dengan keadaannya. Kata-kata berikutnya semakin membuatnya tenggelam."Itu jauh lebih bagus. Di kantor Papa bisa fokus bekerja. Tadinya Papa hanya akan pergi saat mendesak saja. Tapi melihat cinta kalian, Papa merasa sangat lega!"Davinka melihat suster membawa sesuatu di tangannya. "Apa itu, Sus? Apa makan siang mama?""Ya, Nyon—""Panggil ibu saja. Saya lebih nyaman dengan itu!" pangkas Davinka cepat. Dia sudah sangat risih dengan sebutan nyonya-nonyaan.Suster itu mengangguk dan berjalan mendekati Davinka, memperlihatkan apa yang ia bawa."Ini bubur cair. Nyonya Venti hanya dapat makan ini sementara waktu sampai bisa mengunyah kembali," jelas suster itu.Dengan wajah murung dan dan air mata yang hampir jatuh, Davinka terus menatap ib

  • Terjebak Nafsu Tuan Sanjaya   Bab 240 Menunda Bulan Madu

    "Keadaannya tidak akan membaik hanya karena kamu membatalkan resepsi kita, Ra!" Dan ini akan selalu menjadi panggilan untuk Diandra walaupun kini sudah mengganti nama Davinka dan melupakan panggilan Davin-nya."Baiklah, aku kalah dari kalian!" desahnya sambil menatap kelima pria ini yang sekarang berada dikamar perawatan Venti."Ayo! Rasty dan yang lainnya sudah menunggu di rumah," ujar Noel mengingatkan.Mereka akan pulang ke apartemen mewah Sanjaya. Noel sendiri setelah resepsi akan kembali ke Singapura dan menetap disana. Insiden berdarah di rumahnya sama sekali tidak pernah terpublikasikan. Ada keinginan untuk menjual rumah itu, tapi Davinka menolaknya. Bagaimanapun, rumah itu memiliki kenangan untuk Davinka ataupun Diandra.Brata menyewa satu jasa suster untuk merawat istrinya. Sebenarnya ia ingin dua orang agar mereka bisa bergantian menjaga. Tapi, menantunya ini menolak dengan alasan Venti sekarang memiliki empat orang anak. Satu suster sudah cukup."Kenapa tidak pulang kerumah

  • Terjebak Nafsu Tuan Sanjaya   Bab 239 Semua Sudah Terlambat

    Ketika semua tidak seperti apa yang kita rencanakan maka, pasrahkan, serahkan, ikhlaskan …. Biarkan tangan Tuhan yang melanjutkan karena, seberapa gigih pun kita mencoba, tanpa jamahan tangannya semua akan sia-sia.Venti sudah mengerahkan seluruh kemampuannya untuk menyingkirkan Diandra agar menjauh dari putranya. Tapi apa? Semakin ia berusaha, semakin mendekatkan mereka hingga akhirnya membuat dirinya seperti ini sekarang. Bahkan, kematian lebih baik daripada kehidupan yang menyiksa ini.Dari tempatnya berbaring, Venti terus menatap wajah Davinka. Wajah cantik itu memang sangat berbeda dengan milik Diandra kecuali, mata, bibir, siluet dan suaranya yang sangat ia kenal.Seharusnya dia tahu akan hal ini karena Noel adalah bedah plastik terbaik di negaranya hingga mendapatkan pekerjaan di Singapura."Kita harus mencari dokter terapis terbaik, mama tidak bisa terus seperti ini!" bujuk Davinka disela isak tangisnya.'Apa dia menangis untukku? Menangisi aku yang jahat ini?' bagaimana mana

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status