Share

Bab 7 Aku Butuh Bantuan

"Apa maksud, Ibu …? Apa Ibu menyetujui permintaan pria itu?" tuduh Davinka tidak percaya.

Tidak mungkin Wulan tidak melakukan hal itu, dari mana wanita itu mendapatkan uang secepat ini jika bukan menjual dirinya.

"Ibu terpaksa melakukan hal ini Vie! Yudha membutuhkan uangnya cepat!" dalih Wulan, dia memang benar-benar tidak berdaya.

Wanita itu benar-benar tidak tahu harus melakukan apa, pikirannya begitu buntu. Dia tidak ingin kehilangan Putra satu-satunya yang didapatkan dengan susah payah.

Wulan memang begitu mendambakan kehadiran Yudha. Sepuluh tahun awal pernikahannya wulan belum juga diberikan kepercayaan, hingga akhirnya dia melakukan pengobatan herbal. Jika kini Wulan harus kehilangan putranya, jelas wanita itu tidak akan rela. Setiap Ibu pasti melakukan apapun untuk menyelamatkan nyawa putra mereka, termasuk apa yang dia lakukan, dan dia yakin, banyak ibu lainnya yang akan melakukan hal yang sama. Anggaplah Wulan kejam, tapi dia tidak punya pilihan.

Kaki Davinka tidak lagi sanggup menopang tubuhnya, dia bersimpuh dengan isak tangis yang sudah tidak kuasa dikendalikan lagi. Dunianya hancur, kebahagiaan yang diimpikan sirna sudah. Bahtera rumah tangga yang baru dibina selama tujuh hari, harus gugur dan berakhir dengan perceraian. 

Tapi, Davinka bisa apa?

"Bagaimana aku menjelaskan hal ini kepada Mas Yudha jika dia sadar nanti? Apa yang harus aku katakan?" ujarnya lirih.

Raungan Davinka benar-benar terdengar begitu memilukan bagi siapapun yang melintasi koridor itu, koridor yang menjadi saksi di mana dirinya tidak lagi memiliki kendali akan hidupnya.

"Kamu boleh membenci ibu, Vie … tapi ibu harus melakukan hal ini. Kamu mencintai Yudha, bukan? Anggaplah ini pengorbanan cintamu!"

Kejam, sungguh kejam. Ibu mertuanya ini benar-benar kejam. Jika putranya sadar nanti, mungkin saja dia akan membenci ibunya dan lebih memilih mati daripada harus mengorbankan istrinya.

Tapi, cepat atau lambat Davinka memang harus melakukan ini demi melihat suaminya hidup. Tapi kenapa harus Sanjaya?! Pria yang sudah membeli tubuhnya untuk satu malam, pria yang begitu terobsesi kepada mendiang istrinya dan mengira dirinya wanita yang sama! Bahkan lebih parahnya, mengira dirinya akan mencelakai pria itu!

Davinka tidak akan pernah melupakan malam itu dalam sisa hidupnya, malam di mana dirinya menemui seorang mucikari demi mendapatkan sejumlah uang untuk biaya operasi suaminya. 

Malam itu … di bawah guyuran hujan, Davinka menemui Rani, sahabatnya.

"Rani! Rani!" 

Davinka terus neggedur daun pintu sebuah kamar kost dengan seluruh sisa tenaganya. Emosinya sudah terkuras habis, menangis berjam-jam diruang emergency sebuah rumah sakit.

Pintu kamar itu terbuka dan memperlihatkan sosok sahabatnya yang masih terlihat sangat mengantuk karena tidur nyenyaknya telah diganggu. Tapi, itu hanya sebentar, wajahnya langsung tergantikan oleh raut kepanikan karena melihat tubuh kuyup dan gemetar sahabatnya.

"Vie, Lo kenapa mandi hujan kayak gini, sih? Ayo masuk?!" Rani langsung membimbing tubuh Davinka dan membawanya ke dalam kamar mandi. "Lo bilas badan dulu, gue ambil anduk!

Belum juga Rani melangkah pergi tangannya sudah dicekal oleh tangan dingin Davinka. "Gue kesini bukan untuk numpang mandi, Ran! Gue butuh pertolongan Lo!"

Rani membalik tubuhnya, memandang wajah sahabat yang begitu berantakan dengan kelopak mata yang membesar, bibir yang menebal dan dan hidung yang begitu merah, mungkin karena terlalu banyak menangis.

"Lo butuh apa, Vie? Asal bisa gue pasti bantu. Tapi Lo ganti baju dulu!"

Davinka tidak memiliki pilihan lain, selain membiarkan sahabatnya mengurus dirinya seperti boneka lilin yang rapuh. Karena dia memang begitu tidak berdaya.

Setelah Davinka mengenakan handuk kimononya, Rani menggiring tubuh sahabatnya ke sebuah single bed yang tak jauh dari pintu kamar mandi berada.

"Lo butuh apa, Vie? Kenapa bisa kayak gini? Lo berantem sama suami Lo?" cecar Rani akhirnya.

Sebenarnya sudah dari tadi Rani ingin menanyakan sebuah pertanyaan, tapi dia berusaha menahannya karena tidak ingin sahabat jatuh sakit karena menjelaskan dalam keadaan basah kuyup.

Davinka menggeleng. "Mas Yudha kecelakaan, perutnya ketusuk ranting, kakinya kejepit. Dia kritis, Ran …."

Davinka tidak sanggup lagi menahan duka di hatinya, ujian hidup ini begitu berat di awal rumah tangganya. Tangisnya pecah dengan isakan yang terdengar pilu.

"Gimana bisa? Lo bilang mobil Mas Yudha udah masuk tol Cikampek, kan? Kenapa jadi kaya gini?"

Rani ingat betul apa yang katakan Davinka, sahabatnya begitu terlihat bahagia saat memberitahukan dirinya bahwa suaminya akan segera sampai di rumah dan dia bergegas pulang agar dapat menyiapkan kejutan kecil sebelum suaminya datang dan membuat kamar mereka dipenuhi cahaya lilin dengan taburan kelopak bunga mawar, menyambut malam pertama mereka yang sempat tertunda. Tapi, apa yang dia lihat sekarang? Sahabatnya malah mendapatkan duka!

"Gue gak tau gimana kejadiannya, Ran. Pas gue keluar dari kamar mandi, ada telepon dari rumah sakit dan bilang kalo Yudha kritis. Gue butuh banyak uang Ran, uang yang gue dapet dari gade di rumah gak cukup buat biaya operasi dan ruangan ICU. Gue butuh uang banyak Ran! Bantu gue please…!"

Rani merengkuh tubuh sahabatnya, dia sudah tidak bisa menahan air matanya lagi. "Gue gak punya uang sebanyak itu Vie. Apalagi Lo mintanya mendadak gini."

Davinka mendongakkan kepala, menatap wajah sahabatnya yang sedang berdiri. "Lo punya kenalan yang bisa ngasih pinjem duit gak? Rentenir juga gak papa, gue butuh uang banyak, Ran!"

"Apa jaminannya? Kita harus punya jaminan!" 

"Gue gak punya apa-apa selain harga diri gue, apa bisa gue gade?" tanyanya tanpa pikir panjang dan langsung di disambut gelengan kepala dari Rani.

Keduanya sama-sama termenung memikirkan cara agar mendapatkan uang.

"Sepupu Lo kerja di bar, kan? Pasti punya kenalan Om-Om hidung belang?" racau Davinka tanpa sadar, tapi dapat didengar jelas oleh Rani.

"Gawur! Gak usah aneh-aneh Lo! Mas Yudha pasti gak setuju kalau tahu ini!"

"Tapi gak ada pilihan, bank buka hari Senin. Gue bisa apa!" tangis Davinka Kembali pecah, kali bahkan lebih kencang.

"Apapun! Selain harga diri Lo, tubuh Lo! Apapun, selain apa yang Lo pikir barusan!"

Tubuh Davinka berguncang hebat, dia benar-benar bingung harus melakukan apa.

"Gue butuh uang itu malam ini, Ran. Paling gak 20 juta dulu," pintanya lirih.

Dia memang membutuhkan uang 50—60 juta untuk operasi dan ruang ICU, ditambah lagi uang deposit selama perawatan yang jumblahnya gak sedikit.

Rani berkata di tengah keheningan, "Artis terkenal aja dihargai 100 juta paling tinggi, Lo siapa?!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status