Share

Bab 6 Ceraikan Suamimu!

Suara dari seberang sana membuat tubuh Davinka seketika membatu, dia langsung berdiri dan menjatuhkan semua barang dalam kardus hingga berceceran.

Pikirannya kalut, hingga tidak memperdulikan apapun lagi. Davinka berlari sangat kencang dengan rok span dan heels lima sentinya.

Davinka berlari dan terus berlari di tengah hiruk pikuk kota Jakarta yang padat. Tujuannya hanya satu, rumah sakit diman suaminya terbaring lemah. 

Saat tiba rumah sakit tubuh Davinka langsung ambruk di depan ruang ICU. Bersimpuh tepat didepan pintu, berharap segera mendapat kabar baik dari dalam sana.

"Davinka, Yudha membutuhkan banyak biaya, lebih baik segera jual rumahmu! Yudha membutuhkan uang itu segera!" desak Wulan, ibu mertua Davinka.

Davinka bangun, dan menatap wajah Wulan dengan iba, bagaimana bisa dia menjelaskan bahwa rumahnya sudah digadai di malam Yuda kecelakaan, bahkan masih kurang hingga dirinya melakukan hal di luar nalar.

"Maaf, Bu. Rumah itu sudah di gadai di bank, kita tidak bisa menjualnya lagi," ucap Davinka penuh sesal. "Tapi, bagaimana ini bisa terjadi, tadi pagi Mas Yudah baik-baik saja, Bu?" tanya Davinka penasaran.

Wulan mengacuhkan pertanyaan menantunya, baginya membahas soal biyaya operasi putranya jauh lebih penting, "Tapi, Vie … bagaimana dengan Yudha. Ibu sudah tidak punya rumah, semua uang digunakan untuk modal Yudha. Kami sudah tidak memiliki tabungan lagi." 

Wulan bersimpuh dikaki Davinka, berharap menantunya dapat melakukan sesuatu untuk menyelamatkan putra tunggalnya.

"Kata dokter a-ada se—" Wulan membekap mulutnya, tidak kuasa mengatakan apa yang dikatakan oleh dokter.

Bagaimana bisa semuanya berubah, bahkan belum jam makan siang? Tadi pagi sebelum Davinka berangkat, suaminya sudah lebih baik. Tapi kenapa jadi seperti ini?

Davinka mencengkam kuat lengan Wulan. "Apa, Bu. Apa? Apa yang dikatakan oleh dokter?" 

Di depan ruang ICU itu begitu gaduh, tangis Davinka semakin menjadi. Baru saja merasa semua akan baik-baik saja, tapi apa? Tiba-tiba Yudha kembali kritisi.

"Keluarga Pak Yudha?" panggil dokter.

Davinka langsung membalik tubuhnya, menatap wajah dokter penuh harap. 

"Pak Yudha harus segera dioperasi sekarang juga. Jika tidak, oksigen tidak dapat mengalir pada otak dengan baik." ujar dokter penuh penekanan. Mengatakan hal ini juga tidak mudah, tapi pasiennya begitu kritis.

"Berapa biayanya, Dok? Berapa yang harus kami bayarkan?" 

Davinka harus menayangkan ini agar bisa segera mencari pinjaman untuk operasi suaminya.

Dokter terlihat begitu ragu, jelas membutuhkan biaya yang sangat besar untuk bedah saraf. Sementara mereka sebelumnya sudah mengeluarkan banyak uang untuk oposisi organ dalam, tubuh Yudha tertusuk batang pohon.

"Delapan puluh sampai seratus juta, itu baru biaya operasi. Untuk perawatan selanjutnya kita bisa membahasnya nanti. Waktu kalian tidak banyak, hanya sampai malam ini," tegas dokter lagi.

"Kami harus cari kemana, Dok. Uang itu sangat banyak." 

Wulan sudah tidak sanggup lagi menopang tubuhnya, semua menjadi gelap, dan tubuhnya terkulai lemas.

"Ibu!" teriak Davinka ketika melihat tubuh ibu mertuanya jatuh dan tergeletak di lantai.

Para suster yang ada disana langsung mengangkat tubuh Wulan dan membawanya ke ruang perawatan.

"Ibu, ibu harus kuat. Ibu pasti kuat!" Davinka terus berlari mengejar para suster yang membawa tubuh ibu mertuanya.

Dia bingung harus melakukan apa, semuanya diluar kendali. Suaminya butuh biaya, ibu mertuanya jatuh pingsan.

Dokter langsung melakukan tindakan pada Wulan, wanita itu terkena serangan jantung ringan.

Saat sadar, Wulan langsung mencari keberadaan menantunya melalui suster, tapi tidak menemukannya.

Sementara, Davinka berulang kali menghubungi kakaknya, tapi ponsel pria itu tidak dapat dihubungi.

Noel, Kakak Davinka saat ini sedang ditugaskan di Singapura. Noel hanya datang saat hari pernikahannya. Sejenak hari pernikahannya, Davinka belum menghubungi kakaknya.

"Apa yang harus aku lakukan. Harus mencari kemana uang sebanyak itu?" gumamnya lirih.

Davinka hanya dapat mondar-mandir di koridor rumah sakit. Memikirkan bagaimana cara mendapatkan uang sebanyak itu, semua aset berharga sudah dijual habis, termasuk dirinya sendiri.

"Aku akan membantumu, Davinka. Asal kamu mau menjadi milikku dan bercerai dengan suamimu!"

Suara itu begitu mengerikan di telinga Davinka. Bagaimana bisa pria tidak berperasaan ada di sini? Apa dia membuntutinya?

Davinka menatap wajah Sanjaya dengan tatapan penuh kebencian, apa yang telah dilakukan oleh pria itu beberapa jam yang lalu membuatnya terguncang dan merasa jijik.

Davinka meletakkan telapak tangan di udara, menahan pria itu yang hendak melangkah maju. "Jangan bermimpi, Pak Sanjaya yang terhormat! Saya tidak akan menjual tubuh saya pada Anda!"

"Benarkah, kita lihat seberapa lama kamu akan bertahan dan membiarkan suamimu terkapar lemah, bahkan mati! Uups, calon mantan suamimu." ujar Sanjaya sambil terus melangkah maju mendekati Davinka dan berbisik di telinga wanita itu, "Kamu tahu dimana tempat menemukanku!"

Davinka tercengang saat tubuh pria itu begitu dekat, bahkan berbisik begitu merdu sampai dia tidak menyadarinya bahwa pria itu sudah berjalan beberapa langkah sampai detik berikutnya, dia dikagetkan oleh suara ibu mertuanya yang mampu menghentikan langkah Sanjaya.

"Saya setuju dengan tawaran Anda, Tuan …."

Suara itu terdengar begitu lirih, tapi bak sambaran petir di siang bolong yang langsung menusuk ulu hati Davinka.

Bagaimana ibu mertuanya sekejam ini, menjual tubuhnya demi nyawa putranya?

"Ibu … bagaimana bisa ibu berkata seperti itu?" pandangan Davinka mulai tertutup oleh kabut yang membuatnya semakin tidak mengenali sosok ibu mertuanya. "Vie akan segera mendapatkan uang itu, tapi tidak dengan menjual diri," ucapnya penuh permintaan.

Wulan berjalan dengan limbung, meraih kedua lengan menantunya yang terasa dingin. "Tapi Yudha membutuhkan uang itu segera, Vie … andai tubuh ibu ini ada yang menawarnya, sudah pasti ibu akan menjualnya."

Davinka menggeleng, tidak percaya dengan penuturan ibunya. Andai ibu mertuanya tahu bahwa, putranya bahkan belum menikmati malam pertamanya.

Malam pengantin yang seharusnya dapat mereka nikmati, nyatanya amlam itu penuh penyesalan karena Davinka mendapatkan tamu bulanannya, dan ketika dia sudah siap dengan semua perayaan kecil menyambut malam pertama, malam itu juga Yudha mendapatkan kecelakaan.

Tapi kini, ibu mertuanya dengan tega meminta dirinya untuk menyetujui tawaran pria asing yang menginginkan tubuhnya.

Gelengan kepala semkain kencang, dengan bibir yang gemetar, Davinka menolaknya. "Maaf, Bu … Vie gak bisa. Gak bisa, Bu."

Davinka berlari kencang menuju ruang ICU, bagaimana dunia ini begitu kejam. Saat dirinya sudah menerima Yudha dan melupakan almarhum suaminya, Tuhan sudah memintanya meninggalkan pria itu, pria yang selalu mengisi kekosongannya setelah kepergian suaminya dan mengantikannya dengan pria asing tak berperasaan.

"Keluarga Pak Yudha!" panggil salah satu suster.

Davinka mengalihkan pandangannya dari ruang kaca, di mana memperlihatkan tubuh suaminya yang terbaring tak berdaya dengan beberapa tim medis yang sedang melakukan tindakan.

"Ya, Sus … bagaimana keadaan suami saya?"

"Maaf, Bu .. Pak Sanjaya semakin kritis, harap segera melakukan pembayaran, Karena operasi akan segera dimulai."

"Tapi Sus, Say—" ucap Davinka terhenti dan tergantikan oleh suara Wulan.

"Lakukan operasi itu dengan baik, kami sudah melunasi pembayarannya, Sus."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status