Davinka memajukan bibirnya, apa yang dikatakan oleh Rani memang benar, artis biasa aja paling mahal 30 sampai 50 juta, bagaimana dengan dirinya? Yang pasti tidak bisa menyamai mereka.
Rani berbinar dan langsung berdiri. "Lo memang bukan perawan, tapi Lo udah tiga tahun semenjak suami Lo meninggal, 'kan, gak pernah ngelakuin hubungan badan, otomatis Lo beda tipis ama perawan. Ayo! Daripada Lo nemuin orang yang gak jelas, mending gue kenalin sama Madam Gaysa."
Davinka sudah tidak punya pilihan lain lagi untuk mendapatkan uang, selain apa yang dia lakukan sekarang, berdiri di hadapan pria hidung belang yang memiliki tingkat sosial tinggi.
Setelah di make over dari ujung kaki sampai ujung rambut, Davinka bersiap untuk tampil memperkenalkan dirinya.
Dalam diam dia berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa langkah yang diambil sudah sangat benar.
Dari balik tirai Davinka mengamati apa yang dilakukan oleh lima orang peserta yang sudah tampil lebih dulu. Melenggak-lenggokan tubuh dengan gaya sexi,
menggoyang sedikit pinggul, menggigit bibir bawahnya disertai kerlingan mata menggod, sedikit merenggangkan kedua kaki memperlihatkan apa yang ada di dalam dan mulai mengelilingi para tamu, mencari Tuan yang akan memilih mereka
Davinka menggigit bibir bawahnya. "Gila, masa gue ngelakuin kayak gitu?"
"Kamu memang harus melakukan itu agar mendapat harga tinggi," timpal Madam Gaysa, "bahkan lebih," ujarnya lagi.
Davinka tertegun, bagaimana bisa melakukan hal serendah ini? Tapi demi suaminya apapun akan dia lakukan.
"Ayo sekarang giliran kalian!" titah Madam Gaysa setelah memastikan kelima wanita sebelumnya sudah mendapatkan tuan.
Davinka semakin kuat menggigit bibir bawahnya, menatap tirai dengan ngeri. Setelah tirai dibuka, semua pasti berubah.
Dua orang wanita dengan pakaian sama seksinya dengan dirinya mulai melangkahkan kaki, mengikuti hentakan Irama musik perpaduan antara timur tengah dan India.
Davinka melakukan hal sama, mulai menghentak pinggul dengan gerakan patah-patah di bagian dada dan pinggul. Tarian itu baru dia pelajari beberapa saat yang lalu, walaupun kaku tapi Davinka dapat melakukannya dengan baik.
Dibalik topengnya Davinka melihat satu persatu wajah tamu di meja bundar. Dia meleok-leokan tubuh dengan sesekali membuat gerakan memutar. Pandangannya terhenti pada sosok yang terus menatap tubuhnya penuh nafsu. Tapi bukan hanya pria itu, ada empat pria lainnya yang sudah gerah melihat apa yang kini dilakukan oleh dirinya dan beberapa wanita lainnya.
Tapi, tatapan pria itu begitu berbeda, dan Davinka merasa takut. Dia berusaha menghindar dan berharap pria itu tidak memilih dirinya.
Namun, ada sesuatu yang membuatnya tertarik, dan ingin mengenalnya lebih dalam, tapi Davinka tidak tahu apa itu.
Davinka bergerak ke sudut lainnya, kemana saja asal jauh dari jangkauan pria misterius itu yang selalu mengikuti langkahnya dengan sorot matanya yang tajam.
"Tunjukkan gaya memukau kalain ladies, dan buat kami bergetar," titah salah satu pria berkemeja merah maroon.
Davinka mulai mengangkat satu kakinya lalu ditopangkan pada salah satu kaki kursi dan mulai menarik pinggulnya ke belakang membuat gerakan memutar dengan gerakan yang sangat pelan sampai semua mata mengarah padanya.
Dalam benaknya Davinka mengutuk dirinya sendiri, entah keberanian dari mana dirinya bisa melakukan hal sememalukan ini.
Pria di sudut matanya terlihat begitu buas dengan setelan jasnya yang berwarna biru Dongker. Tatapannya sangat tajam dengan sudut bibirnya yang terus terangkat.
"Aku ingin wanita itu, persiapan dia!"
"Baik, Tuan Sanjaya." ujar madam Geysa dengan badan sedikit membungkuk memberi hormat.
Tubuh Davinka mendadak kaku, pria yang dia hindari kenapa menunjuknya, dan nama itu … nama itu seperti tidak asing di telinganya. Bisakah dia menolak dan memilih pria lain? Davinka harus menyatakan keberatannya pada Madam Gaysa nanti.
"Mad—"
Baru saja Davinka hendak membuka bibir, pria itu sudah mengarah ke arahnya dan menarik sejumput rambut dengan bibir yang mulai mendekat ke telinganya. Mengendus kuat aroma parfum yang baru dia semprotan beberapa saat lalu.
"Aku menyukai bau tubuhmu, puaskan aku," ucap pria itu dengan suara yang begitu serak hingga mampu membangkitkan bulu kuduk Davinka.
Davinka meremas kedua tangan yang saling bertaut, sedikit takut dengan suara bariton pria itu. Davinka benar-benar tidak berani menatap wajah pria yang begitu dekat dengan dirinya.
Setelah mengatakan itu, Sanjaya langsung meninggalkan ruangan dan menuju kamar di mana dia mendapatkan kepuasan. Sementara Davinka langsung ditarik oleh dua orang asisten Madam Geysa.
Madam Geysa mengikuti Davinka dan yang lainya menuju ruang ganti. Dia ingin kembali menjelaskan apa yang harus dilakukan oleh Davinka. Apalagi Madam Gaysa sekilas melihat penolakan dari Davinka lewat sorot mata dan tubuh yang bergetar karena ketakutan. Dia tidak ingin ada kesalahan.
"Dengar, Davinka, saya tidak mau Kamu mengecewakan Tuan Sanjaya. Dia tamu penting di club saya ini!"
Davinka menatap wajah Madam Gaysa dari balik topengnya dengan perasaan takut dia menyatakan penolakannya. "Ta-tapi Madam … bi-bisakah saya minta ganti Tuan yang harus saya layani? O-orang itu terlihat begitu haus se-se-seks."
Terlihat senyum mengejek di bibir Madam Geysa saat melihat keluguan Davinka dengan suaranya yang terbata-bata.
Madam Geysa mengangkat dagu Davinka dan berkata. "Semua pria yang ada di sini memang haus seks, Davinka. Jika tidak untuk apa mereka datang kemari. Ingat, jangan membuat kesalahan apapun dan lakukan apa yang sudah Noni ajarkan tadi!"
Sanjaya adalah tamu VVIP terbaik yang sangat royal. Madam Geysa tidak ingin membuat pria itu kecewa hanya karena satu wanitanya.
Dengan tangan yang gemetar, Davinka mengetuk pintu dimana Sanjaya berada. Dia hanya mengenakan gaun malam yang sangat minim, hampir memperlihatkan seluruh pahanya yang putih mulus.
"Masuk!"
Suara itu membuat Davinka gemetar, entah mengapa dia sangat takut, hanya dengan mendengar satu kata saja dari bibir pria berwajah dingin dengan sorot matanya yang tajam.
Pintu terbuka, memperlihatkan wajah Sanjaya yang menatapnya penuh selidik. Tangan pria itu bergerak, menggoyang cairan merah kehitaman hinga berputar-putar, lalu menyesapnya sedikit, menjilati bibirnya dengan gaya sensual.
Tubuh Davinka sedikit didorong masuk oleh kedua asisten Madam Gaysa dan meninggalkannya seorang diri.
"Siapa namamu?"
"Tandatangani ini!"
Suara bariton pria itu kini kembali menggema di gendang telinga Davinka, tapi bukan menayangkan namanya, melainkan untuk memberinya secarik kertas yang harus dia tandatangani.
Suara petir menggelegar, bagaimana pria dihadapannya ini sekejam itu. Di dalam sana suaminya bertarung nyawa hidup dan mati. Tapi pria ini benar-benar tidak memiliki hati nurani, dengan tega memintanya menandatangani berkas perceraian! "Bagaimana Anda sekejam ini Tuan Sanjaya? Bahkan suami saya masih bertarung nyawa disana!" tuduh Davinka dengan tubuh gemetar, tangannya menunjuk pintu ruang operasi. Wajah Davinka sudah sepenuhnya merah, air matanya tanpa henti membanjiri pipi dengan bola mata yang terus bergerak karena panik. "Aku hanya ingin semua berjalan sesuai dengan kemauanku. Kamu bisa tinggal di sini sampai suamimu stabil. Tapi sebelum itu, tandatangani dulu berkas perceraiannya!" Pengacara Sanjaya menyerahkan berkas pada Davinka dan entah bagaimana disana sudah ada cap jari suaminya. Bukan hanya itu, tanda tangan Yudha sudah ada disana. Davinka semakin bergidik ngeri melihat kuasa pria dihadapannya ini yang sepertinya lebih mengerikan dari malaikat pencabut nyawa. Melihat
Dokter menatap iba dua wanita dihadapannya. Kabar duka ini pasti akan membuat mereka terpuruk. "Pak Yudha koma—" dokter itu menjeda ucapnya dan menarik napas dengan susah payah sebelum kembali melanjutkan ucapannya dengan suara yang lebih tenang, "beliau menyerah untuk kembali pulih. Kami sudah melakukan yang terbaik, maaf …." Dokter itu terlihat begitu bersalah. Dalam kurun waktu tidak lebih dari tiga hari, dia sudah memberikan kabar duka yang bertubi-tubi. Davinka kembali menghempaskan tubuhnya ke lantai, menatap semuanya dengan nanar. Wulan bahkan kembali pingsan dalam rangkulan suster dengan tubuh sedingin es. Linangan air mata kembali membasahi pipi Davinka, tatapannya terus menatap lantai seolah disana dia akan mendapatkan keajaiban. "Nyonya!" Teriakan suster membuat Davinka menoleh ke arah sumber suara. Matanya membesar dengan kelopak bibir sedikit terbuka. "Ibu …." Suara Davinka terdengar begitu lirih deng
Wajah yang sedang bersandar pada dinding ruangan pesakitan membuat Davinka berang. Wajah itu begitu mengejek dirinya dengan senyum tipis di sudut bibir. "Apa yang akan terjadi dimasa depan siapa yang tahu, Tuan Sanjaya! Mungkin saja aku akan melahirkan dua, bahkan tiga orang bayi yang sangat lucu," ujarnya sinis. Nadanya jelas menyiratkan ketidak sukaan. Seringai pria itu semakin melebar, menunjukkan gigi putihnya yang rapi, dia kini bahkan mengganti posisi kakinya. Pria ini sangat mendominasi ruangan. "Sayang, jelas kamu akan membuat bayi kecil yang lucu dan menggemaskan. Tapi, bukan dengan raga tanpa jiwa itu," tunjuk Sanjaya pada ranjang dimana Yudha terbaring lemah. Sorot mata Davinka semakin tajam, pria kejam ini memanggil suaminya raga tanpa jiwa. Tidak tahukah dia bawa suaminya hanya tertidur untuk waktu yang tidak bisa ditentukan! Davinka beringsut, pria itu melangkah gontai, gerakannya begitu indah. Setiap langkah seperti sudah diperhitungkan dengan baik. Sanjaya semaki
Sorot mata Wulan penuh akan kebencian, jika saja dulu putranya mendengarkan kata-katanya, tidak mungkin semua ini terjadi. "Kamu memang pembawa sial, Davinka! Siapapun yang berada di sisimu pasti akan menderita! Lihat saja putraku, kamu membuatnya tidak berdaya antar hidup dan mati!" Wulan mengeluarkan hampir semua racun yang bersarang di tubuhnya tanpa belas kasih. Dia sependapat dengan Davinka, ini semua memang karena wanita itu. Andai saja Yudha tidak tergila-gila terhadap Davinka semenjak mereka masih di sekolah menengah atas, Wulan jelas tidak akan setuju Yudha menikahi seorang janda kembang dan sekarang, wanita ini membawa malapetaka bagi putranya. "A-aku akan pergi setelah Mas Yudha sembuh, Bu. Aku mohon …," pinta Davinka semakin lirih. Dia tidak ingin meninggalkan suaminya sekarang, dia ingin mendampingi Yudha dan melihatnya pulih. "Tidak!" tolak Wulan cepet. Entah apa yang akan terjadi jika Davinka masih disini. Dia sendiri tahu
Davinka tidak berani mengangkat wajahnya. Dia tau betul suara siapa itu, pria yang sudah membelinya dan menukar dengan nyawa Yudha. Davinka sangat membenci pria ini sampai ke sumsum tulang. Melihat tawanan yang ketakutan, Sanjaya merasa senang. Wanitanya terlihat begitu jinak dengan tertunduk malu, sangat berbeda dengan beberapa jam lalu yang begitu arogan. Sanjaya langsung naik ke atas ranjang, membaringkan kepalanya di atas pangkuan, mengambil sejumput rambut dan mengendusnya dalam. Merasa kesal, Davinka memalingkan wajah. Tidak ingin melihat wajah pria itu yang tanpa tau malu berbaring di pangkuannya. Sangat menyebalkan! Mata Sanjayat terpejam, tapi lidahnya begitu tajam. "Puaskan aku seperti malam itu! Jika tidak, kamu tahu akibatnya!" Deg! Hatinya bak ditikam belati. Bagaimana Davinka bisa melayani Sanjaya dengan wajah yang terpampang nyata. Malam itu, dia begitu liar karena wajahnya tertutup topeng. Tapi sekarang, Davinka menatap wajahnya pun tidak berani. Apalagi melakuk
Sanjaya tidak bisa mengendalikan diri, cengkraman dan kuku Davinka semakin menambah gairahnya. Dia mengangkat satu kaki Davinka tanpa melepas miliknya.Peluh bukan saja membanjiri tubuhnya, tapi juga menetes membasahi wajah Davinka yang semakin kewalahan mengimbangi nafsu Sanjaya.Wajah cantik Davinka sudah sangat merah dengan rambutnya yang lepek karena keringat, intinya berdenyut hebat seiring kuatnya hentakan Sanjaya hingga menghasilkan gelombang yang sudah tidak bisa dibantah."Ahh … Sayang, kamu sudah mendapat klimaks, hemm? Ini sangat basah, tapi juga nikmat. Kamu selalu hebat saat diranjang, Diandra," racun Sanjaya di tengah hentakan pinggul dengan bokongnya yang padat.Matanya terpejam, wajah istrinya sedang tersenyum dengan bibirnya yang sensual dan merekah seperti bunga mawar.Wanita dalam ingatan Sanjaya menggigit bibirnya dengan kuat disela desahannya yang selalu memanggil nama Sanjaya."Sanja …," panggil wani
Davinka menyibak selimut, berlari menuju kamar mandi dan membersihkan diri. Bagaimanapun, dia tidak ingin terjadi sesuatu terhadap Yudha. Setelan blazer dengan celana panjang sudah tersusun rapi di atas tempat tidur dengan sprei yang baru saja dipasang. Melihat itu, Davinka kembali mengingat kejadian semalam. Betapa sangat menjijikkannya dirinya, meleh dan bergetar di bawah kungkungan Sanjaya. Wajah Davinka kembali muram dengan crystal yang hampir jatuh, betapa rendah dan menjijikkan dirinya. "Gue harus kuat demi Mas Yudha, nanti kalau kak Noel pulang, dia pasti mau bantu gue bebas dari cowok gila ini," ujarnya optimis. Davinka menyakinkan diri, sampai hari itu tiba, dia harus melewati hari-hari ini dengan baik agar keselamatan suaminya dapat terjamin. Sesampainya Davinka Bank BRC, lantai dasar sudah sangat padat oleh nasabah, teller dan customer penuh dengan antrian yang panjang. Hari ini Davinka akan terjun ke lapangan, dia tidak mengenakan setelan resmi Bank BRC, rambutnya b
Sanjaya menarik sudut bibirnya, "Ya, tentu saja kita akan makan siang, ya kan, Davinka?"Pertanyaan Sanjaya membuat Davinka gelagapan. Kenapa pria ini menyeretnya?"Te-tentu, saya akan atur jadwal makan siang untuk besok di restoran terbaik," jawabnya berusaha seacauh mungkin. Pandangannya sesekali melirik Sanjaya seolah meminta persetujuan bosnya. "Anda suka makanan India dan timur tengah, bukan, Nona Manopo?" tanya Davinka memastikan.Davinka ingin memeras Sanjaya dan membuat calon nasabah mereka senang. Siapa tahu mereka jodoh dan Sanjaya melepaskannya.Wajah Davinka bersemu merah membayangkan saat itu tiba."Iya, saya suka maksa apapun, tapi yang paling saya suka adalah masakan India. Bagaimana dengan Anda, Pak Sanjaya?" Teresa Manopo ingin tahu, apa pemimpin bank BRC ini memiliki kesamaan dengannya."Oke, saya setuju. Kita akan makan dimanapun asal nona Manopo senang," ujar Sanjaya yang semakin membuat Nona Manopo terpukau,