Share

Terjebak Nikah
Terjebak Nikah
Penulis: Meyyol

Surat Cinta

Rashika baru saja pulang dari kampusnya. Hari itu ia sangat senang karena mendapatkan hasil terbaik dari ujiannya minggu lalu. Ia berniat untuk menemui sang nenek dan memberitahukan nilai tersebut.

Namun, saat akan melangkah menuju kamar Sang nenek, langkahnya terhenti saat mendengar teriakan keras.

"RASHIKA!"

Rashika terkesiap dan merasa merinding mendengar teriakan Sang ayah yang begitu keras dan lantang kali ini. Perlahan Rashika membalikkan badannya.

Tuan Thakur melangkah mendekati putrinya itu, diikuti oleh asistennya yang selalu berdiri di sebelah kiri.

"Aa-ayah," ucap Rashika tergagap.

Sorot mata Tuan Thakur bak penyihir yang hendak bersiap menyihir Rashika menjadi batu. Kumisnya berderik bak ular derik di padang pasir.

"Kenapa Aa-ayah menatapku begitu?" Tanya Rashika mencoba memberanikan diri menatap sorot mata Tuan Thakur.

Sang nenek yang saat itu sedang berada di kamar terkejut mendengar suara putranya yang seperti Rahwana. Wanita tua itu pun bergegas ke luar untuk memeriksanya.

"Ada apa ini? Kenapa suaramu sampai menggema ke kamarku?" Ucap Sang ibu sambil memasang kacamatanya.

Nyali Tuan Thakur sedikit menciut tatkala saat berhadapan dengan Sang ibu.

"Maaf, Ibu, kalau suaraku mengganggu indera pendengarmu," ucap Tuan Thakur dengan tersenyum kecut. Namun, senyumannya itu hilang saat pandangannya beralih pada Rashika.

"Tentu saja sangat mengganggu! Apa lagi masalahmu kali ini?" Pungkas Sang ibu karena sudah pasti putranya itu mempunyai maksud tertentu.

"Aku sangat marah karena cucu Ibu ini," jawab Tuan Thakur sambil menunjuk ke arah Rashika.

Sang nenek lalu duduk di sofa. "Apa? Apa yang dia lakukan? Kau selalu marah tanpa sebab padanya setiap hari ...setiap hari," ujar wanita tua itu dengan menggerutu.

Tuan Thakur beralih menatap Rashika. "Apa kau hanya akan berdiri saja?" Tanya ayahnya itu dengan garang.

Dengan cepat Rashika duduk di samping neneknya. Ia masih tidak mengerti kenapa ayahnya terlihat begitu marah.

Tuan Thakur lalu duduk di kursi singlenya sambil menatap tajam ke arah Rashika. Rashika tampak takut sehingga ia menundukkan pandangannya. Sang nenek melihat hal itu ia mendengus melihat sikap putranya yang terlalu keras terhadap cucunya itu.

"Kenapa kau menatapnya begitu? Jangan sampai kedua bola matamu itu ke luar karena memplototinya terlalu lama," celetuk Sang nenek.

Tuan Thakur mengalihkan pandangannya seketika. Ia lalu meminta sesuatu pada Asisten yang berdiri di sampingnya. Terlihat pria paruh baya itu melemparkan sepucuk surat ke atas meja.

Rashika dan Sang nenek terlihat bingung.

"Apa itu?" Tanya Nenek pula.

"Ibu, minta pada cucu Ibu itu untuk membacanya. Bacalah dengan keras!" Pinta Tuan Thakur dengan senyuman sumringahnya.

Nenek menatap Rashika. Rashika mengangguk dan mengambil surat tersebut. Rashika perlahan membuka surat tersebut dan membelalakan kedua matanya. Mulutnya menjadi terkunci dan ia tampak gugup.

"Apa? Siapa yang mengirimkan surat ini? Aku bahkan tidak tahu siapa pengirimnya?" Rashika bertanya-tanya di dalam hatinya. Ia pun mulai panik, ayahnya yang otoriter itu pasti akan berpikir yang tidak-tidak terhadapnya.

"Aa-ayah ... ii-ini ...?" Ucap Rashika terbata-bata.

"Baca dengan keras!" Bentak Tuan Thakur dengan lantang hingga membuat tubuh Rashika bergetar takut seketika.

Pandangan Rashika beralih pada tulisan-tulisan di atasnya. Mulutnya mulai terbuka untuk membacakan isi surat tersebut.

**Kau laksana seorang bidadari yang turun dari langit. Kecantikanmu telah menggoyahkan imanku**

"Astaga! Kata-katanya sangat norak, siapa yang menciptakan kata-kata sebodoh ini?" Ucap Rashika di dalam hati di sela-sela bacaanya.

**Aku ingin menjadikan dirimu sebagai belahan jiwaku, pandampingku dan teman hidupku.

Aku jatuh cinta sejak pertama kali melihatmu. Aku akan datang menemuimu di ....**

BRAAAKKK!

Bacaan Rashika menjadi terhenti saat mendengar sang ayah menggeplak meja. Ia semakin takut kalau sampai ayahnya mulai merencanakan sesuatu di luar keinginannya.

"Ibu dengar sendiri, 'kan? Cucu Ibu ini telah berbohong. Selama ini dia hanya berpura-pura tidak mempunyai kekasih," pungkas Tuan Thakur menghentikan bacaan Rashika.

"Tapi, Ayah, ini bukan suratku," ujar Rashika mencoba menjelaskan. Ia tidak ingin disalahkan karena memang surat itu bukan untuknya.

"Diam!" Bentak Tuan Thakur dengan keras. "Kau masih saja berbohong ... kalau itu bukan surat cinta untukmu, kenapa surat itu ada di dalam bukumu?" Lanjut Tuan Thakur sambil melemparkan buku berwarna pink ke atas meja.

Rashika kembali terbelalak. "Bukankah buku itu milik Neha? Itu berarti ... surat ini adalah milik Neha," ucap Rashika di dalam hatinya.

"Ayah, itu bukan bukuku ... buku itu milik Neha," jawab Rashika dengan cepat.

"Sudahlah! Jangan berbohong lagi!" Sergah ayahnya itu. "Ayah sudah tidak percaya lagi padamu," lanjutnya pula.

"Kalau Ayah tidak percaya, Ayah bisa melihat nama Neha di buku itu. Itu buku milik Neha, Ayah. Aku meminjamnya dua hari yang lalu," ucap Rashika tetap bersikeras.

Sang nenek melirik pada Tuan Thakur dengan tajam. Asisten Tuan Thakur, Randeep mengambil buku itu kembali dan mencoba memeriksa nama pemilik buku tersebut.

Tuan Thakur melirik pada Randeep, Randeep tampak terdiam sejenak setelah mengetahui nama pemilik buku tersebut. Tuan Thakur lalu menyambar buku tersebut dari tangan Randeep.

"Tidak peduli itu buku milik siapa. Ya, mungkin saja itu memang buku temanmu dan kau mencoba menyembunyikan surat cintamu di dalamnya. Kau takut kalau Ayah sampai menemukan surat itu, 'kan?" Ujar Tuan Thakur menuding Rashika dengan asumsinya pula.

"Ayah!"

"Sudah cukup! Kali ini kau tidak bisa mengelak dari keinginan ayah yang terakhir kalinya," sergah Tuan Thakur sambil berdiri.

"Apa maksud Ayah?"

"Ayah tidak ingin kau salah dalam memilih laki-laki untuk menjadi suamimu. Laki-laki yang akan menjadi menantuku haruslah laki-laki yang jelas asal usulnya, punya masa depan yang cerah ...tidak laki-laki yang hanya bermodal kata-kata manis dan kampungan seperti dalam surat itu," papar Tuan Thakur dengan jelas.

"Kalau kau ingin segera menikah, kau bisa memberitahukannya kepada Ayah. Ayah bisa mencarikan laki-laki yang cocok untuk menjadi suamimu," lanjut tuan Thakur kembali.

Rashika beralih menatap Sang ayah yang seenak jidatnya membuat keputusan.

"Aku belum ingin menikah Ayah ... dan kalau aku ingin menikah pun, aku hanya akan menikah dengan laki-laki yang aku cintai," sela Rashika yang tidak terima dengan perkataan ayahnya.

Raut wajah Tuan Thakur tampak sumringah. "Nah! Itu bagus! Kalau begitu, ayah akan segera menyiapkan rencana pernikahanmu dengan laki-laki pilihan ayah. Ayah yakin kau pasti akan jatuh cinta padanya."

"Ayah bukan begitu maksudku," Rashika sampai kehabisan kata-kata menghadapi sikap ayahnya yang tidak peduli dengan perasaannya.

"Kenapa Ayah tidak mengerti, aku tidak akan menikah sebelum meraih cita-citaku," rungut Rashika dengan kesal.

"Ah! Peduli apa dengan cita-cita kalau pada akhirnya kau hanya akan bekerja di dapur," oceh Tuan Thakur selepas kepergian Rashika.

Tuan Thakur lalu tersenyum-senyum membayangkan rencana pernikahan Rashika. Ia bahkan tidak menyadari kalau Rashika mendengus kesal dan beranjak pergi ke kamarnya.

***

Rashika melemparkan tasnya sembarangan. Rencananya semula ingin memberitahu Nenek soal nilai ujiannya pun menjadi buyar karena tuduhan Sang ayah tadi.

Ia menghempas tubuhnya ke atas ranjang sembari menekan nomor ponsel Neha, sahabatnya.

"Hello!" Sahut Neha nun jauh di sana.

"Hello!" jawab Rashika dengan nada kesal. "Neha, kau harus menjelaskannya kepada ayahku, karena dirimu aku dalam masalah sekarang," tuding Rashika cepat sehingga membuat Neha mengerutkan dahinya.

"Aa-apa? Apa maksudmu?" Jawab Neha yang tidak mengerti apa-apa.

"Surat cinta monyetmu itu, kau menyelipkannya ke dalam buku yang aku pinjam padamu dan sekarang surat itu ditemukan oleh ayahku. Pria tua itu mengira kalau surat itu adalah untukku," semprot Rashika dengan menggerutu mengingat sikap ayahnya beberapa menit yang lalu.

Neha terkejut mendengar penuturan sahabatnya itu.

"Bagaimana bisa ayahmu menemukan surat itu? Aku benar-benar lupa kalau surat itu ada di dalam buku yang kau pinjam, tapi harus bagaimana lagi ... itu juga bukan kesalahanku," jawab Neha pula.

"Astaga, Neha! Aku benar-benar dalam masalah sekarang," ucap Rashika dengan kesal.

"Hei, tenanglah! Kita akan cari solusinya nanti," ucap Neha mencoba menenangkan perasaan Rashika.

"Aku tidak bisa tenang, ayahku yang over itu akan segera mengatur pernikahanku. Kau bisa bayangkan bukan, bagaimana perasaanku saat ini?" Tukas Rashika sambil mendudukkan badannya.

"Iya, aku mengerti. Tapi kau cobalah untuk menenangkan diri dulu," ucap Neha kembali.

Rashika yang masih terbawa perasaannya yang kesal terus berceloteh. "Aku sudah katakan padamu waktu itu, kan. Pemuda yang memberimu surat cinta itu sangat norak, itu terlihat jelas dari kata-katanya," ucap gadis itu tanpa henti bicara.

"Hei, kau membaca suratnya?" Tanya Neha merasa malu.

"Tentu saja,"

"Tapi, bagiku itu sangat romantis. Kata-katanya sangat manis, 'kan?" Ucap Neha sambil tersenyum-senyum membayangkan kembali setiap untaian kata-kata puitis di dalamnya.

"Diam kau! Gara-gara surat bodoh ini sekarang aku terjebak," tuding Rashika sehingga membuat tawa Neha menciut.

"Pokoknya kau harus membantuku kali ini," tukas Rashika dan mematikan panggilan telponnya.

***

To be continue

****

Hello semua, salam kenal. Ini karya pertamaku di sini, moga suka dengan ceritaku ya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status