Home / Romansa / Terjebak Perangkap Sang CEO / 83. Spekulasi Yang Beredar

Share

83. Spekulasi Yang Beredar

Author: nesitara
last update Last Updated: 2025-09-16 19:12:53

Sehari setelah acara tabur bunga di laut, halaman depan media nasional dipenuhi foto keluarga Adiwireja. Ada gambar Oma dengan wajah tua yang sembab, Kumala yang menggenggam foto Baskara erat-erat, dan tentu saja yang paling banyak tersebar dan menarik perhatian, foto Aruna yang menunduk dengan wajah pucat ditemani Arga di sampingnya.

Judul-judul besar mengiringi:

“Air Mata Aruna di Laut: Perpisahan Terakhir untuk Baskara Adiwireja.”

“Arga Adiwireja, Setia Mendampingi Ipar.”

“Siapa Aruna? Perempuan di Balik Kisah Cinta Terakhir Baskara.”

Aruna membaca sekilas dari layar ponselnya, lalu buru-buru menutup. Dadanya berdenyut sakit. Seolah semua orang kini ikut masuk ke dalam luka yang seharusnya hanya miliknya.

Di ruang makan vila, ia duduk sambil memegang gelas teh hangat yang tidak disentuh. Anindya memperhatikannya khawatir. “Kak, jangan buka berita dulu. Itu cuma bikin Kakak makin sakit.”

Aruna mengangguk, tapi tatapannya tetap kosong. “Kenapa semua orang tidak punya empati? Merek
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Terjebak Perangkap Sang CEO   83. Spekulasi Yang Beredar

    Sehari setelah acara tabur bunga di laut, halaman depan media nasional dipenuhi foto keluarga Adiwireja. Ada gambar Oma dengan wajah tua yang sembab, Kumala yang menggenggam foto Baskara erat-erat, dan tentu saja yang paling banyak tersebar dan menarik perhatian, foto Aruna yang menunduk dengan wajah pucat ditemani Arga di sampingnya.Judul-judul besar mengiringi: “Air Mata Aruna di Laut: Perpisahan Terakhir untuk Baskara Adiwireja.” “Arga Adiwireja, Setia Mendampingi Ipar.” “Siapa Aruna? Perempuan di Balik Kisah Cinta Terakhir Baskara.”Aruna membaca sekilas dari layar ponselnya, lalu buru-buru menutup. Dadanya berdenyut sakit. Seolah semua orang kini ikut masuk ke dalam luka yang seharusnya hanya miliknya.Di ruang makan vila, ia duduk sambil memegang gelas teh hangat yang tidak disentuh. Anindya memperhatikannya khawatir. “Kak, jangan buka berita dulu. Itu cuma bikin Kakak makin sakit.”Aruna mengangguk, tapi tatapannya tetap kosong. “Kenapa semua orang tidak punya empati? Merek

  • Terjebak Perangkap Sang CEO   82. Bunga Terakhir

    Hari itu, langit Lombok diselimuti awan tipis. Laut yang biasanya biru cerah kini terlihat muram, seolah ikut berduka. Di dermaga yang disterilkan untuk acara tabur bunga, keluarga besar Adiwireja berdiri dalam diam. Mereka baru saja kembali dari Jakarta untuk satu tujuan sama yaitu menggelar peringatan terakhir bagi Baskara Adiwireja, putra sulung, penerus keluarga, yang kini secara resmi dinyatakan hilang di laut.Di antara kerumunan, Aruna berdiri dengan wajah pucat. Pakaiannya serba hitam, selaras dengan warna perasaannya. Rambutnya digerai, matanya sembab karena tangis yang tidak kunjung reda. Sejak kabar pencarian dihentikan, ia belum pernah benar-benar pulih. Tubuhnya masih ada di sini, tapi hatinya seakan terkubur bersama lautan.Arga berdiri di sisi kanannya, selalu siaga menjaga. Di sisi kiri, Anindya menggenggam tangannya erat. Seolah-olah keduanya sepakat untuk tidak membiarkan Aruna jatuh, meski diri masing-masing tampak hanya bertahan dengan sisa tenaga.Wartawan sudah m

  • Terjebak Perangkap Sang CEO   81. Melewati Duka

    Hingga beberapa hari selanjutnya, kabar baik belum juga menghampiri.Langit pagi itu berwarna abu-abu pucat, seolah tahu bahwa hari ini akan menjadi penutup bagi semua harapan yang masih tersisa. Laut di hadapan Aruna bergelombang kecil, memantulkan cahaya mentari yang tertutup mendung tipis. Desir angin terasa dingin, menusuk ke dalam dada yang sudah penuh dengan luka.Aruna tanpa lelah tetap berdiri di tepi pantai setiap harinya. Kakinya nyaris tertanam dalam pasir yang lembap. Rambutnya yang panjang tertiup angin, menempel di wajah yang pucat dan letih. Di belakangnya, beberapa anggota Tim SAR bersiap dengan peralatan mereka. Hari itu, seperti hari-hari sebelumnya, mereka akan melanjutkan pencarian. Namun sejak pagi, Aruna bisa merasakan sesuatu yang berbeda. Ada nada keletihan dalam gerak mereka, ada kerutan berat di wajah para penyelamat yang selama ini tak pernah menyerah.“Bu Aruna, kami akan berangkat lagi,” ucap salah seorang anggota tim sambil menunduk hormat.Aruna hanya me

  • Terjebak Perangkap Sang CEO   80. Menenangkan Diri

    Arga menggenggam lengan Aruna dengan hati-hati, seolah takut ia akan hancur menjadi serpihan berantakan bila disentuh terlalu keras. Dari beranda penginapan, pria itu menuntunnya perlahan menuruni tangga kayu, membawa langkah-langkah kecil itu menuju jalan setapak berpasir yang mengarah ke pantai.Langit sudah mulai cerah. Sinar matahari menimpa permukaan laut, berkilau keperakan terlihat indah. Tapi bagi Aruna, indahnya pagi itu terasa menyakitkan. Bagaimana bisa dunia tetap bersinar, sementara hatinya tenggelam dalam kegelapan?Aruna membiarkan Arga menuntunnya tanpa perlawanan. Kepalanya menunduk dan matanya kosong. Hanya suara ombak yang semakin dekat mengisi telinganya, setiap debur mengingatkannya pada momen ketika Baskara hilang dari pandangan.Saat kaki mereka menyentuh pasir yang masih lembap, Arga melepaskan genggamannya. Ia berdiri di samping Aruna, memberi ruang. “Kamu mau duduk di sini?” tanyanya pelan.Aruna tidak menjawab. Ia melangkah sendiri, berjalan hingga batas pasi

  • Terjebak Perangkap Sang CEO   79. Yang Merasa Kehilangan

    Suasana ruang makan akhirnya kembali hening setelah isakan Aruna perlahan mereda. Teh manis di gelasnya sudah dingin, sarapan di piringnya tinggal separuh, tapi setidaknya ia berusaha menelan sesuatu demi menuruti Oma. Ruangan itu terasa pengap oleh perasaan duka yang tidak terucap. Namun paling tidak perasaan Aruna sedikit lebih hangat oleh upaya Oma dan Arga yang menemaninya.Aruna menyandarkan sendok, menarik napas panjang, lalu menatap Oma dengan mata sembab. “Terima kasih sudah memaksa aku keluar kamar, Oma. Terima kasih karena terus menyemangatiku. Arga juga.”Oma mengusap punggung tangan Aruna dengan lembut. “Kamu sudah berusaha. Itu yang penting. Jangan pikir kamu harus kuat setiap saat. Menangis pun tidak apa-apa.”Arga hanya mengangguk pelan, wajahnya menyiratkan kelelahan sekaligus keprihatinan. Ia tahu s

  • Terjebak Perangkap Sang CEO   78. Pagi Memilukan

    Pagi datang dengan enggan. Cahaya matahari menembus tirai tipis jendela kamar yang Aruna huni. Cahaya itu berwarna pucat, seakan segan menyentuh dunia yang sedang berduka. Aruna terbangun dengan kepala berat, mata sembab, dan tubuh lelah seolah semalaman ia berlari tanpa henti. Padahal kenyataannya ia hanya tenggelam dalam mimpi buruk tentang Baskara yang datang dan pergi dalam satu tarikan napas.Suara ombak dari kejauhan masih terdengar samar-samar berirama konstan. Namun bagi Aruna suara itu kini menyakitkan. Setiap debur ombak mengingatkannya pada air laut yang menelan Baskara. Ia menatap kosong ke langit-langit kamar, membiarkan air mata kembali mengalir tanpa bisa dicegah.Ponsel di meja samping ranjang bergetar. Awalnya ia tidak ingin peduli. Namun getaran itu terus berulang, membuat hatinya resah. Dengan tangan gemetar, ia meraihnya. Di layar tertera nama adiknya.Anindya.Aruna menahan napas. Bagaimana kabar ini sampai ke telinga Anindya? Ia bahkan belum sempat memberi tahu si

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status