Mila hanya mengangguk saat Bram mengatakan sesuatu di balik layar ponselnya. Ia pun kembali menutup telepon nya setelah selesai. Mila pun kembali bekerja setelah itu. Mengecek semua laporan karena selama ini juga belum sempat membaca satu persatu.Setelah jam pulang kerja, Mila sudah bersiap untuk pulang. Ia pun melewati meja sekretaris nya yang sudah kosong. Mungkin saja sudah pulang. Ia pun bergegas menemui Bram di sebuah cafe yang telah dijanjikan oleh Bram.Karena jam pulang kerja sehingga membuat perjalanan Mila cukup lama. Tetapi akhirnya ia sampai di cafe tujuannya. Ia sudah melihat Bram duduk di sebuah meja yang tak jauh dari pintu depan.''Maaf, sudah menunggu," ucap Mila dan membuyarkan lamunan Bram."Oh, nggak kok. Aku memang sudah di sini lama. Tapi aku tahu kalau jalanan cukup padat," sahut Bram."Jadi, apa yang akan kamu sampaikan sama aku, Bram?" tanya Mila."Rumah kamu yang ditinggali sama mantan suami kamu itu belum ditinggalkan. Ini sudah beberapa hari kan kamu juga
Adam kemudian merasa frustasi. Ia telah ditinggalkan oleh perempuan yang berhati malaikat. Tetapi saat Adam terus mencari Mila tetap saja tak menemukan keberadaan Mila. Meskipun ia juga terus mengikuti persidangan dan berusaha untuk mempertahankan rumah tangga bersama Mila karena Mila juga hanya diwakilkan oleh pengacara sehingga garapan Adam untuk kembali kepada Mila tidak ada.Adam pun merasa sangat stres dan tidak bisa berfikir jernih. Parah nya lagi Hana juga hanya makan dan tak bisa mengurus rumah. Rumah dibiarkan begitu saja. Berbeda dengan Mila yang selalu menjaga kebersihan dan keindahan rumah dari depan hingga belakang. Karena dirinya juga sudah malas ia pun membiarkan rumah menjadi seperti itu.Saat Mila datang untuk menagih rumah itu sebenarnya Adam sedang berkemas. Ia sudah merencanakan untuk pergi dari rumah itu. Tetapi Hana menahannya. Kalau pulang ia akan malu dengan keluarga nya karena ia hamil anak laki-laki lain. Tetapi kalau keluar uang untuk kontrak juga tak bisa k
Adam hanya mendengus kesal. Ia juga bingung bagaimana harus mendidik Hana. Pakah ini adalah sebuah karma karena ia telah menyia-nyiakan Mila dan saat ini ia diberikan istri yang mengandung bukan anaknya. "Terserah kamu saja!" jawabnya lesu.Tak lama kemudian pesanan Hana pun datang. Tetapi Hana mengatungkan tangan pada Adam saat Adam sedang bersama ibunya di ruang tamu. "Mana uangnya? Dua ratus ribu."Bu Retno justru melotot. Kamu ini memang nggak tahu diri, Hana! Sudah bagus kamu dibawa ke sini tapi masih saja nggak meletakkan dirimu," kesalnya."Ibu diam saja lah! Atau ibu yang mau kasih aku uang?" sahut Hana. Adam pun terpaksa memberikan uang kepada Hana sebesar yang diminta Hana. Hana menikmati makananya sendiri. Adam mengira akan membawa untuknya juga tetapi tidak. "Itu untuk kamu sendiri, Hana?" tanya Adam."Tentu lah. Memang kamu mau? Kalau kamu mau ya beli sendiri lah! Aku makan untuk berdu," ketus Hana.Adam menghela napas kasar. "Seharusnya kamu paling nggak beli untuk ibu
Adam masih terdiam. Ia mencoba untuk bisa berkata-kata yang baik meskipun perkataan Hana cukup menyakitkan. "Kamu bisa belajar untuk lebih baik lagi 'kan, Hana?" tanyanya."Aku lelah. Kamu memang suamiku, Mas. Tapi ingat aku juga menjaga harkat dan martabat Kamu menjadi istri yang hamil. Agar bisa dipandang orang Kamu bisa punya keturunan," sahut Hana."Buang saja sampah itu di tempat sampah! Apa sulit nya sih?" titah Adam sedikit merasa kesal. Hana pun bangkit dan bukannya memungut sampah justru ia menendang plastik bekas makanannya. Hal itu membuat Adam tak bisa menahan emosi. "Hana, kamu keterlaluan sekali," pekiknya. "Buang lah saja sana, Mas! Kan nggak sulit juga?" sahutnya lembut tetapi dengan tatapan yang mencibir.Mendengar keributan di kamar Adam dan Hana, Bu Retno pin masuk tanpa permisi. "Ada apa ini ribut-ribut di rumahku?" Hana pun menoleh. Tersenyum mengejek. "Ini lo, Bu. Anak kesayangan ibu yang mandul ini ingin aku membuang sampah. Tetapi aku keberatan. Karena aku
"Tuh, dengar, Mila! Ini sebenarnya tergantung kamu,'' sahut Pak Seno dengan renyah. "Ayah, pernikahan tak semudah apa yang dibicarakan. Ayah taku 'kan aku pernah gagal? Ayah tahu 'kan aku pernah sakit hati karena sebuah pernikahan. Kenapa Ayah mengatakan hal itu seperti sebuah lelucon?" tanya Mila. Ia pun merasa kesal dalam posisi itu.Bu Yuni pun tersenyum. "Mila, sebenarnya sebelum ini Bram pernah mengatakan kepada kami ingin menikahi kamu. Tetapi kami memang sengaja menyembunyikan dari kamu. Karena kami paham kamu masih butuh waktu untuk menata hati kembali. Dan Bram juga seolah perperilaku seperti biasa karena ia juga mau menjaga hatimu. Tetapi waktu satu tahun sepertinya sudah lebih dari cukup. Ini waktunya kamu untuk membuka hatimu lagi," jelasnya.Mila tak menyangka ternyata semua ini sudah direncanakan sebelumnya. Ia hanya tahu kalau Bram hanya sebatas rekan kerja saja. Ternyata ia menyimpan rasa kepada Mila. "Tetapi Bram kan masih perjaka. Tentu bisa memilih gadis yang dia m
Hati Mila pun makin dag dig dug. Karena ia melihat Ibunya Bram. Persis sekali dengan tetangganya dulu. "Oh, iya." Ia pun masih bingung hendak mengatakan apa pada ibunya Bram.Setelah berbincang sedikit, akhirnya Pak Seno pun membuka pembicaraan ke intinya. Mila pun mulai tegang meskipun awalnya tadi sempat santai. "Mila, bagaimana jawaban kamu terhadap lamaran Bram?" tanya Pak Seno.Mila masih menunduk. Sedangkan yang lain masih menunggu jawaban dari Mila semua."Mila, aku tak akan memaksa kamu, kalau kamu memang tak bisa menerima aku pun bisa menerima jawaban kamu," ucap Bram mencoba memberikan ruang kepada Mila. Apapun yang akan dikatakan Mila ia pun bisa menerima dengan lapang dada.Mila masih berkecamuk dengan hatinya. Perasaan sakit, luka, dan trauma yang hanyut dalam dirinya. Entah kapan perasaan itu akan berakhir. Bu Nigntia pun menghampiri Mila kemudian mengusap punggung Mila. "Mila, ibu tahu kalau kamu pasti merasa trauma dengan pernikahan. Mungkin tak mudah bagimu untuk me
Bram pun tak bisa melihat wajah pengendara tersebut. Sementara lampu sudah hijau dan ia pun harus segera melajukan kendaraannya. Ia hanya melihat pengendara sepeda motor yang menabraknya melintas di sampingnya. Ia pun menepikan kendaraannya ternyata benar jika bamper belakang mobil cukup ringsek. Bram pun sempat mengumpat karena ia juga merasa kesal dengan orang yang tak bertanggung jawab itu. Tetapi ada yang aneh. Ia melihat secara kertas menempel di belakang mobil. "Kertas apa ini?" gumamnya.Setelah membuka kertas itu Bram pun terkejut. Isi dari kertas tersebut ia kirimkan kepada Mila melalui aplikasi hijau. Menunggu balasan Mila tak kunjung masuk akhirnya Bram pun terpaksa menuju ke bengkel untuk memperbaiki mobilnya. Setelah di bengkel ternyata mobil Bram tak bisa langsung jadi. Melainkan perlu beberapa hari karena hantaman dari belakang cukup keras dan membuat ringsek."Pak, ini bisa tapi sekitar 5 harian," jelas pegawai bengkel."Wah, lama sekali. Mobil ini saya pakai untuk be
"Pak, sudah berapa lama Anda bekerja di perusahaan ini?" tanya Mila."Sudah 20 tahun, Bu. Sejak Ayah Anda masih memimpin perusahaan ini," jawab Pak Arman santai."Oh, terima kasih. Saya hanya ingin mengucapkan terima kasih karena telah bekerja dengan baik dan menaikkan profit perusahaan ini, Pak,'' sahut Mila. Ia tak melihat ada gerak gerik yang aneh dari Pak Arman itu. "Kalau begitu Pak Arman bisa kembali ke ruangan!" lanjutnya.Pak Arman pamit dan meninggalkan ruangan Mila. Ia pun menuju ruangannya. Mila masih mengawasi Pak Arman dari cctv dan memang memasuki ruangannya juga dikunci. Mila pun masih terus merasa curiga. Ia juga tak bisa langsung bertanya kepada Santi karena ia menduga kalau Santi ada hubungan nya dengan Pak Arman.Mila pun mencoba menghubungi ayahnya."Ayah, Halo?" sapa Mila melalui panggilan telepon."Iya, Mila. Ada apa?" tanya Pak Seno."Yah, sejauh mana sih Ayah mengenal Pak Arman?" "Pak Arman manajer keuangan itu?" "Iya. Ya dia memang sudah lama bekerja dengan