Share

Terjebak Permainan Mr. Sean
Terjebak Permainan Mr. Sean
Penulis: Vaanella

1 | Sienna Adelaide

“Sean,” panggil Sienna ketika ia melepaskan sepatu karetnya dan mengganti dengan flat shoes yang ia bawa.

Ia baru saja menyelesaikan pekerjaannya sebagai seorang residen tahun ke dua di Mont-Sien Medical Center, rumah sakit swasta terbaik dan terbesar yang ada di Jakarta. Rumah sakit ini kini menjadi pilihan bagi para pasien Indonesia yang selama ini berobat ke luar negeri, seperti Malaysia dan Singapura.

"Sean, aku baru selesai kerja," kata Sienna lagi.

Oleh karena itu, menjadi residen di rumah sakit ini adalah impian banyak orang, karena jika sudah menjadi residen di sini, maka besar kemungkinan akan langsung bekerja di sini.

“Hm?” jawab Sean di ujung sana.

Sienna mengerutkan keningnya karena mendengar suara Sean yang cukup aneh di telinganya. Tidak–bukan cukup aneh–ia sudah sangat terbiasa mendengar suara Sean yang seperti ini. Ia hanya tidak menyangka kalau Sean akan melakukannya di sore hari seperti ini.

“Kamu lagi sama cewek?” tanya Sienna lagi. Sean tidak perlu menjawab karena Sienna mendengar suara desahan seorang wanita. “Oh.. kamu lagi main?”

Lalu, ia mendengar Sean yang terdengar kesal. “Ya. Kamu sangat mengganggu.”

“Aku mau ke apartemen kamu,” kata Sienna yang tidak terima dengan ucapan Sean. “Aku enggak mengganggu. Buktinya aku telepon dulu sebelum dateng.”

“Rumah aku sedang berantakan, Sienna.”

Sienna mengambil tasnya dan berjalan keluar dari ruang piket yang selama tiga hari berturut-turut sudah menjadi tempatnya tidur untuk beberapa jam. Profesinya sebagai seorang residen terkadang membuatnya tidak bisa beristirahat.

“Kamu punya waktu untuk membersihkannya dulu,” jawab Sienna yang tidak mau tahu alasan apapun.

Setelah itu, ia mematikan sambungan telepon karena ia sudah keluar dari lift dan sudah tiba di lobi. Ternyata cuaca sore ini cukup mendung. Sangat jarang ia melihat awan Jakarta sangat gelap seperti ini.

“Dokter Sienna?” panggil seorang perawat.

Sienna menoleh dan tersenyum ke arah dua orang perawat yang bernama Viola dan Anisa. Ia sangat mengenali dua perawat ini karena mereka sering bekerjasama.

“Ya, sus?” tanya Sienna.

“Dokter sudah mau pulang, ya?” tanya Viola.

Sienna tersenyum dan menganggukkan kepalanya.

Lalu, Annisa berkata, “Seneng banget karena melihat dokter Sienna pulang. Kita bahkan lupa kapan terakhir kali ngeliat dokter pakai baju biasa kayak gini.”

Mereka sedikit mengobrol dan pada saat itu, seorang perawat lainnya datang menghampiri mereka.

“Dokter Sienna. Bapak Presdir mau ketemu,” kata perawat itu yang sepertinya sejak tadi memang sudah mencari Sienna.

Ketika mendengar hal itu, Sienna langsung tersenyum dan berpamitan kepada tiga orang perawat yang ada di hadapannya. Ia berbalik dan kembali memasuki lift untuk menuju ke lantai tertinggi dari gedung rumah sakit ini.

Ketiga perawat itu memperhatikan Sienna yang sudah masuk ke lift dengan bingung. “Kalian udah berapa kali dapat pesan dari sekretaris pak presdir untuk cari Dokter Sienna?”

Annisa menjawab, “Aku sudah lebih dari tiga kali.”

Viola menambahkan, “Aku kayaknya udah mau sepuluh kali.”

“Aku gak mau suudzon. Tapi.. apa pak Presdir sama dokter Sienna ada sesuatu?” tanya perawat lainnya.

“Hus udah jangan gitu ah..”

Kemudian, mereka pun bubar untuk mengerjakan tugas masing-masing.

***

Setelah selesai menemui pemilik rumah sakit, kini Sienna sudah berada di luar rumah sakit. Hanya membutuhkan beberapa menit dengan menaiki gojek untuk tiba di apartemen Sean. Namun karena cuaca sangat bagus seperti ini, ia memutuskan untuk berjalan saja. Selama di perjalanan, ia tidak bisa berhenti memandangi langit dan selalu tersenyum. Angin Jakarta yang berpolusi terasa sedikit sejuk karena cuaca mendung ini.

"Langit Jakarta ternyata enggak terlalu menyebalkan sekarang," gumam Sienna yang lagi-lagi tidak menghilangkan senyumannya.

Tidak berapa lama kemudian, ia berbelok ke arah kompleks apartemen Sean. Setelah ia memasuki lift dan menekan angka lantai Sean, ia menatap dirinya di pantulan cermin. Sepertinya ia benar-benar membutuhkan istirahat.

Pintu lift membuka dan ia segera keluar untuk menuju ke pintu apartemen milik Sean. ia bahkan sudah tahu kata sandi apartemen milik sahabatnya ini. Ketika ia memasuki apartemen, ia langsung disambut dengan suara jeritan seorang wanita.

“Tangan kamu sangat—” kata wanita itu yang pinggulnya bergerak mengikuti irama jari-jari Sean.

Sementara Sean terlihat senang karena wanita itu terlihat menikmati permainannya. “Kamu harus mengingat tanganku setiap kali membayangkan diriku.”

Kepala Sean lalu menunduk dan ia memainkan salah satu bagian yang paling menggoda dari tubuh wnita itu, membuat wanita itu kembali bergerak di bawah tubuh Sean. kemudian, Sean menarik tangannya dari tubuh bagian bawah wanita itu dan memberikan jarinya yang tadi memainkan tubuh wanita itu.

“Suck this,” kata Sean dengan nada yang sangat mendominasi.

“Iyuh..” kata Sienna ketika ia mendapati Sean sedang bermain dengan seorang wanita yang sudah tidak mengenakan pakaian apapun lagi. “Kamu bisa bermain di salah satu kamar kamu. Aku jadi enggak nafsu untuk makan di atas meja itu.”

Wanita cantik yang tadinya terlihat menikmati permainan tangan Sean kini terlihat sangat terkejut karena melihat orang lain yang sedang mengganggu kebahagiaannya. Sementara Sienna hanya menatap wajah wanita yang terlihat kesal itu dengan tatapan dingin.

Ia tidak tahu sudah berapa banyak wanita yang dibawa oleh Sean, dan semua wanita itu tidak pernah sama. Ia mengambil kemeja biru milik Sean yang tergeletak di lantai dan memberikannya kepada wanita itu.

Lalu, Sienna menatap Sean yang masih mengenakan celana panjang. Wajah pria itu juga terlihat sangat kesal sekarang.

“Aku harus tidur!” decak Sienna yang terlihat lebih kesal. “Aku enggak tidur dengan benar selama tiga hari. Kalau dihitung, aku cuma tidur empat jam selama tiga hari!”

“Dia siapa, beb?” tanya wanita yang sudah selesai mengenakan kemeja Sean untuk menutupi tubuhnya.

“Pengganggu,” jawab Sean pada wanita itu.

Wanita yang tidak Sienna ketahui namanya itu mengalungkan lengannya ke leher Sean dan mengecupnya singkat. “Kita akan ketemu lagi, kan?”

“Aku akan ke tempat tadi untuk menemui kamu lagi,” jawab Sean yang kembali menyentuh wanita itu hingga membuat wanita itu tertawa geli.

Sienna yang mendengar jawaban itu hanya tersenyum, membuat wanita itu kembali menatapnya. “Dia bahkan enggak memberikan kamu nomornya karena dia enggak akan menemui kamu lagi.”

Setelah itu, Sienna berbalik menuju ke arah kulkas, sementara Sean mengantar wanita itu ke luar. Di dalam kulkas, ia melihat ada kotak yang berisikan pasta. Ia tersenyum dan membawanya ke atas pantry dan segera membukanya. Tentu saja ia tidak akan memakai meja makan yang sudah tidak suci itu lagi. Sekali lagi, ia tersenyum ketika mencium aroma pasta yang sangat ia sukai.

“Aku sudah mengatakan kalau kamu tidak bisa datang,” kata Sean yang ternyata sudah kembali. Ia datang sambil membawa kursi dan meminta Sienna untuk duduk di kursi itu. “Aku tidak menodai kursi ini.”

“Aku perlu tidur dan makan. Aku enggak mau pulang dan ketemu dengan tiga Kakak aku,” jawab Sienna sambil mengaduk pasta-nya.

Sean merebut pasta itu dan berjalan untuk memasukkannya ke dalam microwave. “Kamu adalah seorang dokter tapi memakan makanan dingin.”

“Kamu enggak tahu kalau perut aku bisa menghangatkan makanan apapun,” jawab Sienna kesal. “Itu tadi siapa?”

“Kura-kura,” jawab Sean ringan.

“Memangnya ada manusia yang pakai nama hewan?” tanya Sienna bingung.

Sean hanya menganggukkan kepalanya. “Kamu kelihatan lelah.”

“Aku enggak tidur selama tiga hari,” jawab Sienna. “Aku harus bekerja keras untuk masa depan aku. Bahkan di umur dua lima aku masih harus kayak gini. Sementara kamu sekarang adalah seorang pebisnis muda yang bisa tidur dengan semua wanita yang ada di Jakarta ini.”

Mendengar ucapan itu, Sean tersenyum. “Semua? Termasuk kamu?”

“Kecuali aku. Aku enggak akan pernah tidur dengan seorang bastard seperti kamu,” jawab Sienna. Lalu, microwave berdenting, menandakan kalau pasta miliknya sudah siap untuk dikeluarkan. “Ambilin dong.”

Sean tidak beranjak dan ia hanya menatap Sienna. “Aku adalah seorang pebisnis kaya yang baru saja dinobatkan oleh Time.”

“Tapi bagi aku kamu cuma seorang pria aneh yang tidur dengan semua wanita yang kamu jumpai,” jawab Sienna. “Kecuali aku.”

Sienna sama sekali tidak mengetahui, mengapa Sean selalu mendapatkan wanita untuk ia ajak tidur bersama. Mungkin karena Sean adalah pria yang sangat mapan dan tampan bagi semua orang. Namun sekali lagi, baginya Sean hanyalah teman yang bisa ia suruh-suruh.

“Cuma kamu yang tidak pernah tertarik dengan aku,” kata Sean yang akhirnya mengambilkan pasta miliknya yang sekarang sudah diambil Sienna.

“Ya karena aku adalah satu-satunya cewek waras di antara semua cewek yang ada di Jakarta.”

***

Sienna tidak tahu sejak kapan dirinya tertidur. Ia hanya ingat kalau setelah menghabiskan pasta, ia mandi dengan cepat dan berbaring di sebuah kamar yang sudah ia anggap seperti kamarnya sendiri. Namun, ketika ia membuka matanya, ia tahu kalau matahari sudah meninggi.

Ia sudah akan menghabiskan libur sehari yang ia dapatkan dengan susah payah ini.

Sienna mengubah posisinya menjadi menelentang dan tahu kalau sekarang ia sedang kelaparan. Maka, ia memutuskan untuk keluar dari kamar yang ia rasa adalah tempat paling suci dari semua ruangan yang ada di apartemen milik Sean ini.

"Sienna?" panggil Sean ketika Sienna menerima panggilan telepon dari pria itu.

"Hm?" tanya Sienna. "Aku baru bangun."

Di ujung sana, Sean tahu kalau Sienna baru bangun. tanpa wanita itu beritahu pun, ia tahu. Suara serak wanita itu membuatnya tahu, dan membuat bagian lain dalam dirinya tahu.

"Aku harus ke Singapura. Maaf.."

"Enggak apa-apa. Kamu adalah orang paling sibuk," jawab Sienna.

"Aku sudah bersihkan meja makan—dengan antiseptik—kalau kamu bertanya-tanya," kata Sean lagi.

Mendengar ucapan itu, Sienna tertawa. "Bagus. Kamu memang harus membersihkannya."

Ketika keluar dari kamarnya, Sienna langsung menuju ke dapur dan mendapati makanan di atas pantry. Ada secarik kertas yang bertuliskan 'aku tidak meletakkan makanan ini di atas meja makan.'

"Kamu masakin aku juga?" tanya Sienna senang.

"Ya. Aku tida mau melihat dapur aku berantakan karena kamu memaksa untuk masak."

"Ya udah aku makan dulu. Bye."

Setelah itu, ia mematikan sambungan teleponnya.

Ia tersenyum dan membawa nampan makanan itu ke ruang TV. Ia ingin menikmati sisa siangnya dengan sangat nyaman. Namun, ketika ia menyalakan televisi, ia menatap sebuah saluran televisi yang menyiarkan wawancara bersama dengan seorang pebisnis.

Ia ingin memindahkan ke saluran televisi lain, namun ia terlanjur mendengar sebuah pertanyaan dari si pembawa acara.

“Apakah benar rumor kalau Anda memiliki saudari perempuan yang tidak diketahui publik?” tanya pembawa acara itu.

Pebisnis pria itu tertawa. “Tidak. Kami tidak pernah memiliki adik lain. Ibuku hanya melahirkan tiga anak sebelum dia meninggal.”

Dengan lemas, Sienna mematikan televisi dan menatap makanannya. Sekarang, ia tidak lagi ingin makan. Ia berbaring di sofa dan meringkuk memeluk tubuhnya sendiri. Tidak ada suara apapun di sini. Ia bahkan bisa mendengar suara napasnya sendiri dengan sangat jelas.

Jangan nangis, katanya kepada dirinya sendiri.

Akan tetapi, semakin ia mengatakan hal itu kepada dirinya, air matanya semakin membendung dan mengalir keluar dengan derasnya.

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status