Huek, huek, huek!!!
Berulang kali Arimbi memuntahkan isi perutnya. Masih terbayang dengan jelas gambaran bagaimana Sagara memukuli Felicia tanpa ampun. Sebelum kemudian melakukan penyatuan mereka. Felicia, wanita itu bagaimana dia bisa berteriak ke sakitan tapi juga mengiringinya dengan desahan menikmati?
"Kau kenapa?"
"Astaghfirullah!" teriak Arimbi, matanya membeliak sàat melihat Sagara duduk di atas tempat tidur dengan menatap tajam ke arahnya.
"Anda ... sedang apa di sini?" tanya Arimbi dengan wajah pucat pasi seperti habis melihat hantu.
"Kenapa? Ini rumahku jadi aku bebas ada di mana saja selagi masih di wilayah rumah ini!" balas Sagara. Netra bak elang itu masih saja menyorot tajam ke arah Arimbi membuat wanita itu ketar ketir.
"Kamu belum menjawab pertanyaanku. Kamu kenapa?" Sagara mengulangi pertanyaannya
"Tidak apa-apa! Mungkin masuk angin!" jawab Arimbi asal. Wanita itu kemudian berj
Arimbi menahan napasnya, manik bening itu berkedip-kedip manatap Sagara."Aku sangat membencimu, Arimbi! Bagaimana bisa gadis cilik sepertimu mengganggu pikiranku?" Sagara meracau, membuat Arimbi sontak menutup hidungnya. Bau alkohol itu membuat perut Arimbi mual.Pria itu tiba-tiba mengeratkan pelukannya. Dengan sekuat tenaga Arimbi berusaha melepaskan diri tapi tak juga bisa. Tenaga Sagara terlampau kuat. Meski sekarang dia dalam keadaan mabuk. Sebenarnya rasa mabuk Sagara sudah sedikit menghilang. Tapi, pria itu memang sengaja tak mau melepaskan Arimbi dari pelukannya."Tu-tu-an! Aku tidak bisa bernapas!" bisik Arimbi. Dadanya memang terasa sesak karena kuatnya pelukan Sagara."Diamlah!" bentak Sagara. "Jangan banyak bergerak! Jangan sampai kau menyesali tindakanmu. Jadi kalau kau ingin tetap aman. Diamlah! Jangan membuat gerakan apa pun!" ucap Sagara dengan suara serak. Nyali Arimbi ciut mendengar ancaman Sagara
"Apa yang kau lakukan, Fel? Apa kau sudah gila?" teriak Sagara ketika vas bunga hampir saja mengenai kepalanya."Kau yang gila. Bagaimana kau bisa tak mengabariku sekali pun! Kau pasti bersama pelacur kecil itu kan?" teriak Felicia, tak kalah kencang. Wajah wanita itu terlihat merah padam."Apa--kau-- sudah mulai mencintainya? Apa kau sudah menyentuhnya?" Felicia menatap tajam ke arah Sagara. Wanita itu berjalan mendekat tak perduli dengan pecahan vas bunga yang melukai telapak kakinya. Warna keramik yang tadinya putih, kini berwarna merah karena darah dari luka di telapak kaki Felicia.Sagara hanya memejamkan mata melihat apa yang dilakukan Felicia. Wanita ini dua kali lebih beringas dari saat bercinta ketika dilanda cemburu seperti ini.Wanita itu kini berada tepat di hadapannya. Menyentuh wajah Sagara, awalnya lembut, tapi kemudian kuku panjang itu seperti menancap di kulit Sagara."Kau belum menjawab pertanyaanku! Apak
Sagara melangkah dengan tergesa-gesa ke dalam resto. Wira menahan napas melihat wajah Sagara yang diliputi amarah. Ingin rasanya menelpon Arimbi untuk memghentikan tawanya di depan Hans. Terlambat. Sagara telah berada tepat di hadapan tempat Arimbi.Wajah Arimbi pucat pasi. Terkejut tak terkira, hingga membuatnya tersedak. Bagaimana bisa pria ini tiba-tiba sudah ada di sini. Dengan ekspresi wajah menakutkan."Tu-tu-an. Anda ada di sini?" tanya Arimbi dengan terbata. Sagara mendengkus menatap tajam, seakan ingin menelan tubuh Arimbi bulat-bulat."Iya. Ini aku. Sepertinya kau sangat terkejut sekali melihatku? Apa kau sudah melakukan kesalahan? Hingga wajahmu pucat begitu?" sindir Sagara. Arimbi susah payah menelan makanannya. Kemudian membasahai tenggorokan dengan air mineral."Wow, Tuan Sagara. Anda sepertinya salah paham! Saya dan Arimb-"Diam! Tak ada yang memintamu bicara di sini! Aku hanya ingin mendengar penjelasan dari is--
Pukul tiga dini hari Sagara terbangun. Meraba tempat di sampingnya kosong. Bayangan keberadaan Arimbi tak ia temui di kamar ini. Sayup-sayup ia dengar suara isakan. Sagara melangkahkan kaki menuju ruang tengah. Ia tertegun. Arimbi nampak begitu khusyuk berdoa."Ya Allah, ya Robb. Kalau memang takdirku berada di sisi Tuan Sagara. Tolong kuatkan aku. Berikan jalan agar kami bisa mencapai pernikahan sakinah, mawaddah, warohmah. Beri suami hamba kesehatan, kemudahan dalam setiap jalannya. Sentuhlah hatinya dengan hidayahmu ya, Robb! Lindungilah di mana pun ia berada. Amin, ya robbal alamin!"Sagara mengusap netranya yang tiba-tiba memanas. Seumur hidup Sagara tak pernah mendengar orang lain dengan tulus mendoakannya. Hati Sagara membuncah penuh rasa bahagia.Perlahan pria itu kembali ketempat tidur. Berpura-pura menutup mata saat Arimbi kembali memasuki kamar. Sagara tetap memejamkan mata saat napas Arimbi menyapu wajahnya."Dia sangat tampan, s
Jam sudah menunjukkan pukul 11.00 siang. Uul, art rumah Sagara, mondar-mandir di depan kamar sang Bos. Tak seperti biasanya Felicia sesiang ini bangunnya. Apalagi ini adalah hari senin. Hari di mana wanita itu sibuk dengan pekerjaan di butiknya.Dengan memberanikan diri, Uul membunyikan bel pintu kamar Felicia. Tak ada jawaban. Hampir satu jam Uul sibuk menekan bel pintu, namun tak ada tanda-tanda Felicia akan membuka pintu. Ia kemudian memanggil Yudi, salah satu penjaga di rumah untuk membuka pintu kamar Felicia. Hasilnya nihil."Coba telpon Tuan Sagara, saja!" usul Yudi. Uul kemudian menekan nomer telpon Sagara. Wanita itu menggelengkan kepala, menatap Ivan dengan putus asa."Nomernya gak aktif!" Yudi dan Uul mendesah secara bersamaan. "Dobrak saja. Kita rusak pintunya. Pake bor saja,Yud. Karena pintu ini dilengkapi pengaman!" usul Uul lagi. Yudi pun berlari ke arah gudang tempat biasa menyimpan alat-alat pertukangan. Pria itu mengeluarkan bor list
Kembali Arimbi melirik ke arah Sagara. Dan, kembali hatinya berdenyut nyeri.Arimbi cemburu. Arimbi terluka."Ayolah Arimbi! Jangan seperti anak-anak. Lagi pula mereka lebih dulu bersama. Felicia lebih dulu mengisi hati Sagar, jadi wajar kalau dia terlihat gelisah seperti ini manusiawi!" hibur hati Arimbi.Tak lama mereka tiba di rumah sakit tempat Felicia di rawat. Sagara mendekatu meja tempat dua orang perawat perempuan sedang berjaga."Sus, kamar pasien dengan nama Felicia Handoyo, ada di ruangan mana?"Perawat itu melihat komputer untuk melihat nama Felicia."Kamar kenanga no 3, pak. Bapak terus saja naik lantai dua, di sana nanti ada perawat jaga juga, tanya pada mereka!"Dengan langkah tergesa-gesa Sagara berjalan menuju tempat yang ditunjukkan oleh perawat tadi. Genggaman di tangan Arimbi semakin ia eratkan.Arimbi dan Sagara telah sampai pada kamar di mana Felicia dirawat. Sebuah kamar ya
Hans menatap foto yang dikirimkan seseorang padanya. Semua tentang kegiatan Arimbi. Saat wanita itu di kampus, di rumah, pusat perbelanjaan atau pun saat ...."Ha, ha, ha!" Hans tergelak saat melihat Arimbi sedang di sebuah wahana pemainan. Tertawa lepas tanpa beban dan itu --amat--sangat menawan.Tanpa sadar Hans mengusap wajah Arimbi dalam foto secara lembut. Bergetar rasa hatinya."Hai, Hans! Ingat apa misimu? Jangan biarkan perasaanmu mengacaukan misimu!" tegur Hans pada dirinya sendiri. Ia kemudian menasukkan ponsel dalam saku celananya.Hans menatap lurus ke depan. Bersamaan dengan itu Arimbi turun dari sebuah mobil, alvard hitam. Gadis berhijab kuning gading itu berjalan dengan tergesa-gesa, tanpa memperhatikan sekitarnya.Satu, dua, tiga.Hans mulai berjalan juga ke arah Arimbi dengan pura-pura asyik melihat ponsel."Aw! Aduh!!" Arimbi mengaduh kesakitan."Astaga, kamu kan ...!" Hans menjeda kalimatnya
Sagara menggeram ketika Felicia mencoba mempengaruhinya untuk berpikir jelek tentang Arimbi.Felicia mendekat ke arah Sagara. Mencoba memeluknya dari belakang. Menyandarkan kepalanya pada punggung Sagara. Sudah lama ia tak merasakan hangatnya punggung ini. Semenjak ... Arimbi masuk ke kehidupan mereka. Sagaranya seolah hilang ditelan bumi."Apakah kau sama sekali tak merindukanku?" bisik Felicia tepat di telinga Sagara. Wanita itu kemudian berdiri tepat di depan Sagara. Menanggalkan seluruh gaunnya. Keindahan tubuh terpampang di depan mata pria itu. Sebagai seorang pria dewasa bohong bila Sagara tak tergoda. Felicia tersenyum penuh kemenangan saat melihat jakun Sagara turun naik. Susah payah menelan salivanya.Felicia merapatkan pelukan pada tubuh Sagara, membebaskan Sagara menikmati seluruh keindahan tubuhnya. Kerinduan yang selama ini ditahan Felicia tumpah detik ini. Wanita itu menyecap segala pesona Sagara. Menyentuh apa yang selama lima