Share

Bab 8. Nafsu yang menakutkan

Mata Felicia menatap lekat wajah Arimbi. Sedangkan Sagara mempertajam pendengarannya. Ia ingin tahu jawaban apa yang akan diberikan oleh Arimbi.

"Aku tak akan menjawab. Karena itu adalah masalah pribadiku. Meski aku ini adalah alat pembayar hutang tapi aku juga masih punya hak untuk memiliki privacy, kan?" Suara Arimbi terdengar pelan. Ada rasa kecewa dalam hati Sagara saat Arimbi tak menjawab pertanyaan Felicia. 

Suasana mobil kembali sunyi. Arimbi fokus menatap ke arah lampu kerlap kerlipnya membuat Arimbi teringat kampung halaman.

Mobil kini memasuki halaman rumah Sagara. Begitu berhenti, Arimbi gegas keluar berjalan mendahului mereka. Menyisakan kerutan pada wajah Sagara. Melihat Arimbi diam seperti itu tentu saja membuatnya heran. Hampir seminggu tinggal bersama Arimbi, baru kali ini mulutnya diam. Biasanya ia berkicau laksana burung murai.

Felicia sedari tadi mengamati gerak gerik Sagara. Berkali-kali ia melihat sorot mata Sagara menatap penuh rasa khawatir.

"Apa aku yang salah liat atau banyak berpikir bahwa kau sedang mengkhawatirkan rusa kecil itu?" tanya Felicia menatap penuh selidik ke arah Sagara. Pria itu tak menjawab hanya mendengkus pelan. Berlalu meninggalkan Felicia, melangkahkan kaki panjangnya ke dalam kamar.

"Aku serius Beib! Aku perhatikan kau akhir-akhir sering mencuri pandang ke arah jalang kecil itu?" Felicia masih mencoba mengorek isi hati Sagara. 

"Aku tidak tahu apa alasanmu bertanya terus tentang hal ini, Fel! Tapi aku bisa jamin, tak ada apa pun yang kusembunyikan dalam hatiku sehubungan dengan Arimbi!" ujar Sagara meyakinkan. Pria itu kemudian membuka jas dan semua pakaiannya. Felicia mendekati Sagara, melingkarkan kedua tangannya di perut Sagara. Menggosok-gosokkan bagian dada ke punggung hangat Sagara. Pria itu memejamkan mata. Menahan napas saat gerakan Felicia semakin liar. Wanita itu kini sudah berada di bagian bawah tubuh Sagara. Felicia memang sangat paham di bagian mana letak area sensitif Sagara agar terpancing hasratnya. 

"Apakah kau ingin mencoba gaya baru, Beib?" tanya Felicia. Wanita itu kini telah menanggalkan seluruh pakaiannya. Ia kemudian berjalan dengan gerakan menggoda, membuka tas dan mengeluarkan benda pipih berwarna putih. Menyalakan sebuah video, menunjukkan ke arah Sagara, yang seketika wajahnya terlihat memerah, teriakan wanita di dalam ponsel itu seketika memantik gairah Sagara.

Felicia kemudian beralih ke bawah tempat tidur. Di bawah tempat tidur kayu jati itu rupanya adalah laci tempat menyimpan alat-alat yang digunakan Sagara untuk menyalurkan hasratnya terhadap Felicia. Felicia mengeluarkan benda berbentuk seperti ikat pinggang dengan dihiasi besi-besi kecil dengan ujung lancip.

Sagara segera memasangkan benda itu ke bagian kaki, pergelangan tangan, kemudian menariknya dengan sekuat tenaga. Hingga suara Felicia memekik kesakitan memenuhi kamar.

"Lebih keras, Beib!" teriak Felicia mengarahkan Sagara. Pria itu pun kemudian kembali menariknya, hingga bagian ujung benda itu yang lancip makin dalam mengenai kulit Felicia, hingga darah seketika menetes dari kulit Felicia yang penuh dengan bekas-bekas luka yang mirip parut kelapa.

Sagara tak bisa menahan lagi hasratnya, ia kemudian memukul bokong Felicia dengan kuat. Hingga membuat Felicia mengerang kesakitan.

Kini keduanya kembali menyatu dengan di sertai makian dan pukulan tangan Sagara. Tanpa mereka sadari ada sepasang mata yang memperhatikan aktivitas mereka melalui celah pintu yang sedikit terbuka. Orang itu adalah Arimbi. Manik itu membeliak ketakutan, wajahnya pucat pasi, dengan hati penuh rasa takut Arimbi berlari ke lanatai dua. Menutup pintu dengan keras, menyandarkan tubuhnya di balik pintu. 

Arimbi luruh, kedua kakinya terasa lemas. Bagai tak bertulang. "Ja-ja-jadi seperti itu cara Tuan Sagara menyalurkan hasrat. Menyiksa tubuh pasangannya, "ta-ta-pi, kenapa Mbak Felicia terlihat sangat menikmati di tengah teriakan kesakitannya?" Arimbi berulang kali menggelengkan kepala, otaknya sama sekali tak bisa mencerna apa yang tengah terjadi dengan kedua pasangan suami istri itu.

Arimbi berdiri, memaksakan kedua kakinya mendekati tempat tidur. Menghempaskan bokongnya di kasur empuk itu. Dengan tangan gemetar Arimbi mengeluarkan ponsel dari dalam tas. Menyalakan data, masuk ke g****e. Mengetik pencarian kelainan seks di sertai penyiksaan.

Sadomasokis. Itulah yang muncul dalam pencarian Arimbi. "Penyimpangan seks disertai dengan penyiksaan baik secara atau pun psikis. Orang dengan kelaianan ini hanya akan mampu mencapai kepuasan bila telah menyakiti pasangan baik secara pisik mau pun psikis. Untuk penyiksa ini di sebut pihak dominan atau sadomasokism. Sedangkan pihak yang menjadi objek penyiksaan dan menikmati bahkan tak dapat terpancing hasratnya tanpa disakiti, di sebut masokism!" 

Arimbi bergidik ngeri. Mereka adalah pasangan serasi dalam segala hal. "A-a-apakah aku juga akan disiksa seperti itu? Allah, tolong aku.

"Kemari jalang!" Tiba-tiba bayangan Sagara membawa cemeti berkelebat di depan mata Arimbi. Tak ketinggalan bayangan dirinya yang meringkuk ketakutan dengan tubuh penuh luka dan darah.

"Ja-ja-jangan lakukan itu, Tuan!"ucap bayangan Arimbi memohon dengan nada putus asa. 

Tiba-tiba rasa mual datang menyerang perut Arimbi dengan hebat. Wanita itu kemudian berlari menuju kamar mandi. Untuk mengeluarkan isi perutnya yang seperti diaduk-aduk.

Sementara itu Sagara yang telah selesai dengan aktifitas seksnya. Terlihat keluar dari kamar mandi dengan ke adaan segar. Sedangkan Felicia telah tertidur pulas karena kelelahan. Perlahan Sagara keluar dari kamar. Kerutan di keningnya terbit.

"Apakah pintu ini terbuka dari tadi?"gumam Sagara. Ada rasa cemas dalam hati kalau ada yang melihat apa yang sedang dilakukannya bersama Felicia. Tapi para pelayan di rumah Sagara, bila malam tak ada satu pun yang berada di rumah utama. Karena mereka semua tinggal di rumah yang berjarak empat kilo dari rumah utama. 

Mengingat hal itu Sagara menarik napas lega. Akan tetapi itu hanya beberapa detik. Tiba-tiba pria itu mengarahkan tatapannya ke atas. "Arimbi! A-apa dia melihat apa yang kulakukan bersama Felicia?" Rasa cemas, malu dan prustasi menghinggapi batin Sagara. Dengan tergesa-gesa ia naik ke lantai dua di mana Arimbi berada.

Sagara mengurungkan niat membunyikan bel, karena ternyata pintu kamar Arimbi tak terkunci. Saat mendorong daun pintu hingga membuka sempurna. Lamat Sagara mendengar suara seseorang sedang muntah-muntah. Sagara akan mendekati Arimbi tapi urung, pria itu memilih duduk di sisi tempat tidur.

Sagara mengamati Arimbi tanpa berkedip. Ingin pria itu mendekati tubuh yang sedang terduduk di lantai dengan tangan memegangi ke dua sisi kloset itu, memberi pijitan di tengkuknya untuk mengurangi rasa mual yang dialami oleh Arimbi. Akan tetapi egonya melarang. Hingga yang dilakukan Sagara hanya menunggu Arimbi keluar dari kamar mandi kemudian menanyainya ;apa yang sebenarnya sedang terjadi?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status