Mata Felicia menatap lekat wajah Arimbi. Sedangkan Sagara mempertajam pendengarannya. Ia ingin tahu jawaban apa yang akan diberikan oleh Arimbi.
"Aku tak akan menjawab. Karena itu adalah masalah pribadiku. Meski aku ini adalah alat pembayar hutang tapi aku juga masih punya hak untuk memiliki privacy, kan?" Suara Arimbi terdengar pelan. Ada rasa kecewa dalam hati Sagara saat Arimbi tak menjawab pertanyaan Felicia.
Suasana mobil kembali sunyi. Arimbi fokus menatap ke arah lampu kerlap kerlipnya membuat Arimbi teringat kampung halaman.
Mobil kini memasuki halaman rumah Sagara. Begitu berhenti, Arimbi gegas keluar berjalan mendahului mereka. Menyisakan kerutan pada wajah Sagara. Melihat Arimbi diam seperti itu tentu saja membuatnya heran. Hampir seminggu tinggal bersama Arimbi, baru kali ini mulutnya diam. Biasanya ia berkicau laksana burung murai.
Felicia sedari tadi mengamati gerak gerik Sagara. Berkali-kali ia melihat sorot mata Sagara menatap penuh rasa khawatir.
"Apa aku yang salah liat atau banyak berpikir bahwa kau sedang mengkhawatirkan rusa kecil itu?" tanya Felicia menatap penuh selidik ke arah Sagara. Pria itu tak menjawab hanya mendengkus pelan. Berlalu meninggalkan Felicia, melangkahkan kaki panjangnya ke dalam kamar.
"Aku serius Beib! Aku perhatikan kau akhir-akhir sering mencuri pandang ke arah jalang kecil itu?" Felicia masih mencoba mengorek isi hati Sagara.
"Aku tidak tahu apa alasanmu bertanya terus tentang hal ini, Fel! Tapi aku bisa jamin, tak ada apa pun yang kusembunyikan dalam hatiku sehubungan dengan Arimbi!" ujar Sagara meyakinkan. Pria itu kemudian membuka jas dan semua pakaiannya. Felicia mendekati Sagara, melingkarkan kedua tangannya di perut Sagara. Menggosok-gosokkan bagian dada ke punggung hangat Sagara. Pria itu memejamkan mata. Menahan napas saat gerakan Felicia semakin liar. Wanita itu kini sudah berada di bagian bawah tubuh Sagara. Felicia memang sangat paham di bagian mana letak area sensitif Sagara agar terpancing hasratnya.
"Apakah kau ingin mencoba gaya baru, Beib?" tanya Felicia. Wanita itu kini telah menanggalkan seluruh pakaiannya. Ia kemudian berjalan dengan gerakan menggoda, membuka tas dan mengeluarkan benda pipih berwarna putih. Menyalakan sebuah video, menunjukkan ke arah Sagara, yang seketika wajahnya terlihat memerah, teriakan wanita di dalam ponsel itu seketika memantik gairah Sagara.
Felicia kemudian beralih ke bawah tempat tidur. Di bawah tempat tidur kayu jati itu rupanya adalah laci tempat menyimpan alat-alat yang digunakan Sagara untuk menyalurkan hasratnya terhadap Felicia. Felicia mengeluarkan benda berbentuk seperti ikat pinggang dengan dihiasi besi-besi kecil dengan ujung lancip.
Sagara segera memasangkan benda itu ke bagian kaki, pergelangan tangan, kemudian menariknya dengan sekuat tenaga. Hingga suara Felicia memekik kesakitan memenuhi kamar.
"Lebih keras, Beib!" teriak Felicia mengarahkan Sagara. Pria itu pun kemudian kembali menariknya, hingga bagian ujung benda itu yang lancip makin dalam mengenai kulit Felicia, hingga darah seketika menetes dari kulit Felicia yang penuh dengan bekas-bekas luka yang mirip parut kelapa.
Sagara tak bisa menahan lagi hasratnya, ia kemudian memukul bokong Felicia dengan kuat. Hingga membuat Felicia mengerang kesakitan.
Kini keduanya kembali menyatu dengan di sertai makian dan pukulan tangan Sagara. Tanpa mereka sadari ada sepasang mata yang memperhatikan aktivitas mereka melalui celah pintu yang sedikit terbuka. Orang itu adalah Arimbi. Manik itu membeliak ketakutan, wajahnya pucat pasi, dengan hati penuh rasa takut Arimbi berlari ke lanatai dua. Menutup pintu dengan keras, menyandarkan tubuhnya di balik pintu.
Arimbi luruh, kedua kakinya terasa lemas. Bagai tak bertulang. "Ja-ja-jadi seperti itu cara Tuan Sagara menyalurkan hasrat. Menyiksa tubuh pasangannya, "ta-ta-pi, kenapa Mbak Felicia terlihat sangat menikmati di tengah teriakan kesakitannya?" Arimbi berulang kali menggelengkan kepala, otaknya sama sekali tak bisa mencerna apa yang tengah terjadi dengan kedua pasangan suami istri itu.
Arimbi berdiri, memaksakan kedua kakinya mendekati tempat tidur. Menghempaskan bokongnya di kasur empuk itu. Dengan tangan gemetar Arimbi mengeluarkan ponsel dari dalam tas. Menyalakan data, masuk ke g****e. Mengetik pencarian kelainan seks di sertai penyiksaan.
Sadomasokis. Itulah yang muncul dalam pencarian Arimbi. "Penyimpangan seks disertai dengan penyiksaan baik secara atau pun psikis. Orang dengan kelaianan ini hanya akan mampu mencapai kepuasan bila telah menyakiti pasangan baik secara pisik mau pun psikis. Untuk penyiksa ini di sebut pihak dominan atau sadomasokism. Sedangkan pihak yang menjadi objek penyiksaan dan menikmati bahkan tak dapat terpancing hasratnya tanpa disakiti, di sebut masokism!"
Arimbi bergidik ngeri. Mereka adalah pasangan serasi dalam segala hal. "A-a-apakah aku juga akan disiksa seperti itu? Allah, tolong aku.
"Kemari jalang!" Tiba-tiba bayangan Sagara membawa cemeti berkelebat di depan mata Arimbi. Tak ketinggalan bayangan dirinya yang meringkuk ketakutan dengan tubuh penuh luka dan darah.
"Ja-ja-jangan lakukan itu, Tuan!"ucap bayangan Arimbi memohon dengan nada putus asa.
Tiba-tiba rasa mual datang menyerang perut Arimbi dengan hebat. Wanita itu kemudian berlari menuju kamar mandi. Untuk mengeluarkan isi perutnya yang seperti diaduk-aduk.
Sementara itu Sagara yang telah selesai dengan aktifitas seksnya. Terlihat keluar dari kamar mandi dengan ke adaan segar. Sedangkan Felicia telah tertidur pulas karena kelelahan. Perlahan Sagara keluar dari kamar. Kerutan di keningnya terbit.
"Apakah pintu ini terbuka dari tadi?"gumam Sagara. Ada rasa cemas dalam hati kalau ada yang melihat apa yang sedang dilakukannya bersama Felicia. Tapi para pelayan di rumah Sagara, bila malam tak ada satu pun yang berada di rumah utama. Karena mereka semua tinggal di rumah yang berjarak empat kilo dari rumah utama.
Mengingat hal itu Sagara menarik napas lega. Akan tetapi itu hanya beberapa detik. Tiba-tiba pria itu mengarahkan tatapannya ke atas. "Arimbi! A-apa dia melihat apa yang kulakukan bersama Felicia?" Rasa cemas, malu dan prustasi menghinggapi batin Sagara. Dengan tergesa-gesa ia naik ke lantai dua di mana Arimbi berada.
Sagara mengurungkan niat membunyikan bel, karena ternyata pintu kamar Arimbi tak terkunci. Saat mendorong daun pintu hingga membuka sempurna. Lamat Sagara mendengar suara seseorang sedang muntah-muntah. Sagara akan mendekati Arimbi tapi urung, pria itu memilih duduk di sisi tempat tidur.
Sagara mengamati Arimbi tanpa berkedip. Ingin pria itu mendekati tubuh yang sedang terduduk di lantai dengan tangan memegangi ke dua sisi kloset itu, memberi pijitan di tengkuknya untuk mengurangi rasa mual yang dialami oleh Arimbi. Akan tetapi egonya melarang. Hingga yang dilakukan Sagara hanya menunggu Arimbi keluar dari kamar mandi kemudian menanyainya ;apa yang sebenarnya sedang terjadi?
Huek, huek, huek!!!Berulang kali Arimbi memuntahkan isi perutnya. Masih terbayang dengan jelas gambaran bagaimana Sagara memukuli Felicia tanpa ampun. Sebelum kemudian melakukan penyatuan mereka. Felicia, wanita itu bagaimana dia bisa berteriak ke sakitan tapi juga mengiringinya dengan desahan menikmati?"Kau kenapa?""Astaghfirullah!" teriak Arimbi, matanya membeliak sàat melihat Sagara duduk di atas tempat tidur dengan menatap tajam ke arahnya."Anda ... sedang apa di sini?" tanya Arimbi dengan wajah pucat pasi seperti habis melihat hantu."Kenapa? Ini rumahku jadi aku bebas ada di mana saja selagi masih di wilayah rumah ini!" balas Sagara. Netra bak elang itu masih saja menyorot tajam ke arah Arimbi membuat wanita itu ketar ketir."Kamu belum menjawab pertanyaanku. Kamu kenapa?" Sagara mengulangi pertanyaannya"Tidak apa-apa! Mungkin masuk angin!" jawab Arimbi asal. Wanita itu kemudian berj
Arimbi menahan napasnya, manik bening itu berkedip-kedip manatap Sagara."Aku sangat membencimu, Arimbi! Bagaimana bisa gadis cilik sepertimu mengganggu pikiranku?" Sagara meracau, membuat Arimbi sontak menutup hidungnya. Bau alkohol itu membuat perut Arimbi mual.Pria itu tiba-tiba mengeratkan pelukannya. Dengan sekuat tenaga Arimbi berusaha melepaskan diri tapi tak juga bisa. Tenaga Sagara terlampau kuat. Meski sekarang dia dalam keadaan mabuk. Sebenarnya rasa mabuk Sagara sudah sedikit menghilang. Tapi, pria itu memang sengaja tak mau melepaskan Arimbi dari pelukannya."Tu-tu-an! Aku tidak bisa bernapas!" bisik Arimbi. Dadanya memang terasa sesak karena kuatnya pelukan Sagara."Diamlah!" bentak Sagara. "Jangan banyak bergerak! Jangan sampai kau menyesali tindakanmu. Jadi kalau kau ingin tetap aman. Diamlah! Jangan membuat gerakan apa pun!" ucap Sagara dengan suara serak. Nyali Arimbi ciut mendengar ancaman Sagara
"Apa yang kau lakukan, Fel? Apa kau sudah gila?" teriak Sagara ketika vas bunga hampir saja mengenai kepalanya."Kau yang gila. Bagaimana kau bisa tak mengabariku sekali pun! Kau pasti bersama pelacur kecil itu kan?" teriak Felicia, tak kalah kencang. Wajah wanita itu terlihat merah padam."Apa--kau-- sudah mulai mencintainya? Apa kau sudah menyentuhnya?" Felicia menatap tajam ke arah Sagara. Wanita itu berjalan mendekat tak perduli dengan pecahan vas bunga yang melukai telapak kakinya. Warna keramik yang tadinya putih, kini berwarna merah karena darah dari luka di telapak kaki Felicia.Sagara hanya memejamkan mata melihat apa yang dilakukan Felicia. Wanita ini dua kali lebih beringas dari saat bercinta ketika dilanda cemburu seperti ini.Wanita itu kini berada tepat di hadapannya. Menyentuh wajah Sagara, awalnya lembut, tapi kemudian kuku panjang itu seperti menancap di kulit Sagara."Kau belum menjawab pertanyaanku! Apak
Sagara melangkah dengan tergesa-gesa ke dalam resto. Wira menahan napas melihat wajah Sagara yang diliputi amarah. Ingin rasanya menelpon Arimbi untuk memghentikan tawanya di depan Hans. Terlambat. Sagara telah berada tepat di hadapan tempat Arimbi.Wajah Arimbi pucat pasi. Terkejut tak terkira, hingga membuatnya tersedak. Bagaimana bisa pria ini tiba-tiba sudah ada di sini. Dengan ekspresi wajah menakutkan."Tu-tu-an. Anda ada di sini?" tanya Arimbi dengan terbata. Sagara mendengkus menatap tajam, seakan ingin menelan tubuh Arimbi bulat-bulat."Iya. Ini aku. Sepertinya kau sangat terkejut sekali melihatku? Apa kau sudah melakukan kesalahan? Hingga wajahmu pucat begitu?" sindir Sagara. Arimbi susah payah menelan makanannya. Kemudian membasahai tenggorokan dengan air mineral."Wow, Tuan Sagara. Anda sepertinya salah paham! Saya dan Arimb-"Diam! Tak ada yang memintamu bicara di sini! Aku hanya ingin mendengar penjelasan dari is--
Pukul tiga dini hari Sagara terbangun. Meraba tempat di sampingnya kosong. Bayangan keberadaan Arimbi tak ia temui di kamar ini. Sayup-sayup ia dengar suara isakan. Sagara melangkahkan kaki menuju ruang tengah. Ia tertegun. Arimbi nampak begitu khusyuk berdoa."Ya Allah, ya Robb. Kalau memang takdirku berada di sisi Tuan Sagara. Tolong kuatkan aku. Berikan jalan agar kami bisa mencapai pernikahan sakinah, mawaddah, warohmah. Beri suami hamba kesehatan, kemudahan dalam setiap jalannya. Sentuhlah hatinya dengan hidayahmu ya, Robb! Lindungilah di mana pun ia berada. Amin, ya robbal alamin!"Sagara mengusap netranya yang tiba-tiba memanas. Seumur hidup Sagara tak pernah mendengar orang lain dengan tulus mendoakannya. Hati Sagara membuncah penuh rasa bahagia.Perlahan pria itu kembali ketempat tidur. Berpura-pura menutup mata saat Arimbi kembali memasuki kamar. Sagara tetap memejamkan mata saat napas Arimbi menyapu wajahnya."Dia sangat tampan, s
Jam sudah menunjukkan pukul 11.00 siang. Uul, art rumah Sagara, mondar-mandir di depan kamar sang Bos. Tak seperti biasanya Felicia sesiang ini bangunnya. Apalagi ini adalah hari senin. Hari di mana wanita itu sibuk dengan pekerjaan di butiknya.Dengan memberanikan diri, Uul membunyikan bel pintu kamar Felicia. Tak ada jawaban. Hampir satu jam Uul sibuk menekan bel pintu, namun tak ada tanda-tanda Felicia akan membuka pintu. Ia kemudian memanggil Yudi, salah satu penjaga di rumah untuk membuka pintu kamar Felicia. Hasilnya nihil."Coba telpon Tuan Sagara, saja!" usul Yudi. Uul kemudian menekan nomer telpon Sagara. Wanita itu menggelengkan kepala, menatap Ivan dengan putus asa."Nomernya gak aktif!" Yudi dan Uul mendesah secara bersamaan. "Dobrak saja. Kita rusak pintunya. Pake bor saja,Yud. Karena pintu ini dilengkapi pengaman!" usul Uul lagi. Yudi pun berlari ke arah gudang tempat biasa menyimpan alat-alat pertukangan. Pria itu mengeluarkan bor list
Kembali Arimbi melirik ke arah Sagara. Dan, kembali hatinya berdenyut nyeri.Arimbi cemburu. Arimbi terluka."Ayolah Arimbi! Jangan seperti anak-anak. Lagi pula mereka lebih dulu bersama. Felicia lebih dulu mengisi hati Sagar, jadi wajar kalau dia terlihat gelisah seperti ini manusiawi!" hibur hati Arimbi.Tak lama mereka tiba di rumah sakit tempat Felicia di rawat. Sagara mendekatu meja tempat dua orang perawat perempuan sedang berjaga."Sus, kamar pasien dengan nama Felicia Handoyo, ada di ruangan mana?"Perawat itu melihat komputer untuk melihat nama Felicia."Kamar kenanga no 3, pak. Bapak terus saja naik lantai dua, di sana nanti ada perawat jaga juga, tanya pada mereka!"Dengan langkah tergesa-gesa Sagara berjalan menuju tempat yang ditunjukkan oleh perawat tadi. Genggaman di tangan Arimbi semakin ia eratkan.Arimbi dan Sagara telah sampai pada kamar di mana Felicia dirawat. Sebuah kamar ya
Hans menatap foto yang dikirimkan seseorang padanya. Semua tentang kegiatan Arimbi. Saat wanita itu di kampus, di rumah, pusat perbelanjaan atau pun saat ...."Ha, ha, ha!" Hans tergelak saat melihat Arimbi sedang di sebuah wahana pemainan. Tertawa lepas tanpa beban dan itu --amat--sangat menawan.Tanpa sadar Hans mengusap wajah Arimbi dalam foto secara lembut. Bergetar rasa hatinya."Hai, Hans! Ingat apa misimu? Jangan biarkan perasaanmu mengacaukan misimu!" tegur Hans pada dirinya sendiri. Ia kemudian menasukkan ponsel dalam saku celananya.Hans menatap lurus ke depan. Bersamaan dengan itu Arimbi turun dari sebuah mobil, alvard hitam. Gadis berhijab kuning gading itu berjalan dengan tergesa-gesa, tanpa memperhatikan sekitarnya.Satu, dua, tiga.Hans mulai berjalan juga ke arah Arimbi dengan pura-pura asyik melihat ponsel."Aw! Aduh!!" Arimbi mengaduh kesakitan."Astaga, kamu kan ...!" Hans menjeda kalimatnya