"Innalilahi wainalillahi roji'un," jawab mereka serentak."Baru kali ini sih ada kejadian seperti itu, biasanya di daerah sini aman-aman saja, iya toh Bu,?""Saya kebetulan tadi sore sedang lewat habis dari pasar nah kalau magrib memang jalanan agak sepi, ya saya lihat ibu itu masih sadar tangannya melambai seperti minta tolong, lalu saya panggil warga di sekitarnya langsung kami bawa ke rumah sakit dan saya juga yang melaporkan kejadian itu ke pihak yang berwenang," terang Pak Warjito kepada kami."Baiklah Pak, kami pulang dulu sudah malam, sekali lagi terima kasih Pak atas penjelasannya, kami pamit pulang Pak.""Sama-sama, saya juga terima kasih sudah di antar pulang ke rumah," jawabnya sambil tersenyum."Assalamualaikum!""Walaikumsalam! “Kami pun pergi dari rumah itu, tetapi kami belum bisa menemukan titik terang ke mana perginya Lira dan sebenarnya apa yang terjadi dengan mereka?"Apa yang kamu pikirkan Rum?"Aku diam sebentar menerawang semua kejadian, mataku letih melihat peris
Sementara aku pergi menemui Mbak Sukma terlebih dahulu, kubuka pelan-pelan pintu kamar itu, dan melihat Mbak Sukma sudah duduk di tepi ranjang.Tatapannya lurus ke depan, pikirannya kosong, bahkan aku datang pun dia tidak merespons.Aku mendekatinya, lidahku kelu tak bisa bicara hanya melihat dengan rasa sedih, aku merasa bersalah karena aku mereka menderita."Namun apakah aku salah mempertahankan harga diriku yang selama lima tahun diinjak-injak oleh mereka?""Apakah aku salah memberi pelajaran kepada mereka yang telah menzalimi aku?""Ya Allah bukan maksud aku membuat mereka seperti ini, maafkan aku ya Allah!" ucapku dalam hati."Rum, mengapa kamu menangis?""Kamu tahu Rum, aku ini sudah hancur, bahkan diriku tidak ada gunanya untuk hidup.""Aku minta maaf Rum, selama lima tahun itu aku telah berbuat keji kepadamu, bahkan aku tidak pernah membelamu.""Aku tahu Rum kalau suamiku meninggal karena Lira dan Mamah yang melenyapkannya, karena sebenarnya suamiku tahu kalau mereka telah mel
Kulihat sebuah cahaya tapi tak mampu ku pandang, begitu silau hingga aku menapaki jalan mengikuti cahaya itu dan aku sampai di sebuah hutan, banyak pohon menjulang ke atas, ada rasa takut melanda namun cahaya itu kembali menuntun ke suatu tempat yang tak ada ujungnya.Hingga cahaya itu pun berhenti dan lama-kelamaan kulihat Mas Ariel berdiri di sana, wajahnya tampan bersinar seperti cahaya itu, berbaju putih sangat bersih, dia pun tersenyum melihatku, lalu dia menuntun jalanku kembali ke semak-semak hutan dan menunjukkan sesuatu, tapi aku tak tahu apa itu.Aku langsung terbangun, napasku tak beraturan, keringatku sudah bercucuran baju basah dengan keringat, seperti nyata Mas Ariel datang dalam mimpiku, tetapi apa yang dia tunjukkan kepadaku."Kulirik jam berdentang di kesunyian malam jam 02.00 dini hari, entah pertanda apa itu."Ingin kembali tidur, tetapi mata ini sudah tidak berkompromi, akhirnya aku pergi ke kamar mandi mengambil air wudu dan menunaikan salat tahajud.Kubuka pintu
"Ini buktinya Bu," kataku seraya melihatkan semua chatting mereka dan foto-foto syur mereka."Ya Allah, siapa yang harus kita percaya, berarti semua ini sudah di rencanakan?" tanya Ibu yang semakin gelisah."Terus apa hubungannya dengan Lira dan Bu Sumi? Apakah mereka hanya alat supaya terlihat kalau merekalah yang membuat masalah tetapi kenyataannya adalah Lingga adalah atasan mereka, apakah itu maksudnya?""Arum belum tahu Bu, apa perasaan Mas Lingga ke Arum, apakah ini semua disengaja atau tidak?""Arum bingung mulai dari mana, padahal semua keluh kesah sampai tadi Arum memberikan semua informasi kepada Mas Lingga."Sabar Rum, Allah tidak akan menguji umat di luar batas kemampuannya," ucap Ibu."Baiklah Bu, jika Mas Lingga bermain cantik Arum juga seperti itu," sahutku tersenyum sinis."Oh ya Bu, Arum tadi mimpi bertemu Mas Ariel, sepertinya dia mau memberi petunjuk.""Di dalam mimpi itu Arum berjalan mengikutinya lalu masuk ke hutan, setelah itu hilang.""Selain hutan ada nggak
Untung saja tidak ada orang yang melihat karena mereka sudah lama pergi meninggalkan masjid.Aku merintih kesakitan di bagian punggung seperti ngilu. Dan laki-laki itu bukannya menolong malah beristigfar beberapa kali.Ibu hanya memperhatikan tingkah laku kami berdua, di saat anaknya jatuh tidak di tolong, Ibu malah asyik melihat wajah laki-laki itu, kesal banget."Bu, tolongi, masa anaknya jatuh dibiarin, sakit tau Bu," ucapku cemberut."Oh ... iya maaf Rum, habis lihat itu anak ganteng banget!" sahut Ibu mengulas senyum."Ih ganjen banget deh Ibu, malu Bu, sudah tua beginian!""Memang ada yang lihat nggak ada tuh!" balas Ibu santai. "Maaf saya nggak sengaja memegang mbak, maafkan saya!" jawab laki-laki itu tertunduk malu."Uuuh ... kenapa Masnya tadi lepaskan, jadi saya jatuh begini, aawwh sakitnya, niat bantuin nggak sih tadi lebih baik jatuh sekalian daripada ditolong sama Masnya malah di jatuh in!" gerutu kesal."Sekali lagi maafkan saya Mbak, saya tidak sengaja menjatuhkan Mbak
"Begini kami kesini tadi ingin mencari sesuatu ternyata kami sampai masuk ke dalam dan kami lupa jalan pulangnya tepatnya kami kesasar kayanya,” jelas Ibu kepada pria itu."Bukan kayanya lagi Bu, memang kita nggak tau jalan pulang," kilahku."Sepertinya kalian bukan orang sini?" tanyanya penasaran."Gimana sih Mas nya, tadi kan Ibu saya sudah bilang kesasar ya otomatis kami bukan orang sini!" kilahku sedikit emosi."Iya maaf, terus apa yang kalian cari apa sudah dapat?" Justru itu masih di cari, Mas nya kalau mau bantu silakan, saya jadi tambah semangat nyarinya!""Ah Ibu bisa saja, ngomong-ngomong Ibu tinggal di mana?""Wah, sudah tanya alamat mau ngapel nya, nggak apa-apa sih, kebetulan Ibu dan anak saya lagi tinggal di rumah kontrakan Pak Haji Husein.""Oh di situ yang baru meninggal Pak Ariel dan Bu Sumi?" "Iya Mas, mereka dulu mantan suami anak saya!""Oh ya kita belum kenalan, kata orang dulu tak kenal maka tak sayang," ucap Ibu semangat."Iya Bu, say juga sampai lupa, kenal
"Ibu rasa wajah Pak Alex dengan Lingga itu sedikit berbeda, coba kamu ingat-ingat wajah Pak Alex."Pak Alex itu kulitnya sawo matang, agak pendek dan wajah sedikit ada bule-bulenya gitu, sedangkan Lingga seperti keturunan Arab, alisnya tebal dan brewokan.""Iya sih Bu, cuma ... ""Saat ingin melanjutkan percakapan kami, tiba-tiba Mas Fahri ke luar dengan membawa laptop pribadinya, lalu dia masuk kembali dan keluar lagi membawa tiga cangkir teh hangat beserta cemilan kue jajanan pasar.""Wah tau saja kalau Ibu lapar, terima kasih yan Nak Fahri.""Sama-sama Bu, soalnya dari tadi pasti kalian belum makan apa-apa, sekalian di makan Bu, Arum lumayan buat ganjal perut yang kosong," jawabnya tersenyum."Ya sudah cepat Rum kita cek dulu, isi dari flashdisk itu," ucap Ibu yang tidak sabar melihat isinya.Aku, Ibu dan tentu saja teman baruku itu Mas Fahri ikut nimbrung bersama kami, mau di usir nggak enak juga, mungkin siapa tahu dia bisa membantu kami dalam memecahkan masalah rumit ini.Jujur
"Oke, Mas Fahri aku minta maaf mungkin sedikit keterlaluan karena kita baru kenal dan langsung meminta bantuan sama kamu Mas.""Huuuf ... apakah kamu bersedia membantu aku Mas Fahri?" ucapku mengiba agar dia mau membantuku."Benar kata Ibu kalau di pikir-pikir dia memang tampan, tetapi mengapa sekilas mirip dengan almarhum Mas Ariel ya?""Ah atau hanya perasaan aku saja karena belum lama ini Mas Ariel datang di dalam mimpiku juga.""Aku bersedia, Rum!""Yes, terima kasih Mas!"Sontak Mas Fahri kaget bukan kepalang entah apa yang meracuniku aku langsung memeluknya dengan erat."Bahkan aku mencium aroma tubuhnya yang wangi, aku terbuai di dalam pelukan yang hangat, aku menyandarkan kepalaku di dada bidangnya, tapi mengapa pelukannya sama dengan Mas Ariel?Mengapa selalu dia yang muncul dalam ingatanku?Entah apa yang terjadi kepada diriku, tidak terasa air mataku jatuh sudah membasah kedua pipiku, aku menangis di dalam pelukan Mas Fahri.Ternyata Mas Fahri membalas pelukanku dan dia mem