Share

3. Nama Untuk Anakku

Happy reading....

Hera sebisa mungkin tersenyum tanpa beban saat kedua orang tuanya dan orang tuan Jayden datang berkunjung. Mereka terlihat begitu bahagia walau hanya bisa melihat bayi Hera dan Jayden dari balik kaca transparan. Bayi lucu itu masih dalam inkubator. Bahkan Hera sendiri masih belum diizinkan untuk melihat sang anak dari dekat. 

"Dia tampan sekali," puji Elvis, ayah Jayden merangkul bangga sang anak yang sedang berdiri di sampingnya.

"Tentu saja. Bukankah dia putraku?" kata Jayden juga ikut memuji bayi kecil itu mengundang tawa dari mereka semua.

"Jayden, Hera, apakah kalian sudah punya nama untuk bayi tampan kalian itu?" tanya ibunda Hera, Anne.

Jayden dan Hera saling menatap. Setelah kepergian Jayden hari itu dia tidak pernah datang ke rumah sakit untuk menjenguk Hera. Dia terlalu sibuk menghabiskan waktu bersama Elena dan juga mengurus pekerjaannya. Hingga dua hari berlalu, barulah dia datang bersama orang tuanya dan orang tua Hera. Itu pun karena terpaksa.

Hera dan Jayden tidak punya waktu untuk berdiskusi tentang nama anak mereka. Bahkan Hera berpikir Jayden tidak akan peduli sama sekali.

"Tentu saja."

Namun jawaban Jayden membuat Hera menatapnya bingung.

"Juan Xavier," lanjut Jayden.

"Wah! Nama yang sangat bagus, Jayden," kata Jane, ibunda Jayden.

Mereka semua tersenyum puas dengan jawaban Jayden. Namun tidak dengan Hera. Dia malah menatap tajam Jayden di sana.

Seharusnya aku yang memberi nama pada putraku, bukan pria brengsek itu. Jerit batin Hera. Dia tidak terima Jayden yang memberi nama pada anaknya. Walau tak bisa dipungkiri Jayden ayah dari anak itu. Dia juga punya hak.

***

"Jadi kapan kau bisa pulang, Nak?" tanya Anne seraya memegang tangan putrinya yang masih terlihat pucat.

"Hanya tinggal menunggu keadaan bayiku membaik, Ibu," jawab Hera tersenyum tipis.

Orang tua Jayden dan Jayden sudah pulang lebih dulu. Hera yakin jika Jayden tidak akan kembali lagi ke sana, jadi dia harus mempersiapkan jawaban jika sampai orang tuanya bertanya.

Anne mengelus pipi sang anak pelan. "Kau baik-baik saja, Nak?" tanya wanita itu dengan nada sedikit khawatir.

"Aku baik-baik saja, Bu. Memangnya kenapa?" Hera sebisa mungkin menyembunyikan rasa paniknya. Apakah sangat terlihat jelas jika dia sedang tidak baik-baik saja? Padahal Hera sudah merasa menyembunyikan masalahnya dengan baik.

"Tapi kau tidak terlihat seperti itu, Nak. Apa kau ada masalah dengan Jayden?" 

Naluri seorang ibu memang tidak pernah salah. Jika saja Hera sudah tidak memikirkan apapun, dia pasti sudah menceritakan segala apa yang diperbuat Jayden padanya. Namun Hera tidak bisa melakukannya membuat dia hanya memeluk sang ibu. Bersembunyi di balik tubuh wanita yang telah melahirkannya.

"Aku tidak apa-apa, Ibu. Sungguh. Aku baik-baik saja," lirih Hera mulai terisak.

Anne sangat tahu jika putrinya tidak dalam keadaan baik-baik saja. Tapi sebagai seorang ibu dia tidak bisa memaksa Hera untuk bercerita apalagi jika itu menyangkut rumah tangganya dengan Jayden.

Anne sebisa mungkin tidak ikut campur. Hal yang juga diminta pada besannya. Biarlah anak-anak mereka sendiri yang membereskan masalah mereka. Tapi jika mereka yang datang untuk bercerita, Anne juga tidak akan keberatan.

"Baiklah jika kau tidak ingin bercerita. Ibu hanya berharap agar kau selalu bahagia. Apalagi sekarang kau sudah punya Juan," kata Anne mengelus lembut rambut Hera.

"Iya, Bu. Hera juga selalu mengharapkan hal yang sama," kata Hera. Itu bukan hanya kata-kata namun sebuah doa.

Mereka mengurai pelukan saat mendengar suara riuh dari dua orang pria menghampiri ruang inap Hera. Itu suara Jayden dan Andrew, ayah Hera.

Hera dan sang ibu hanya tersenyum tipis melihat kedua pria itu masuk. Jika sedang berada dalam situasi seperti sekarang, Hera seakan lupa jika dia dan Jayden sedang dalam keadaan yang tidak baik-baik saja.

Mereka terlihat seperti keluarga besar yang bahagia. Penuh canda dan tawa. Hera terkekeh miris seperti sedang mengejek takdirnya sendiri.

"Sayang, kata dokter kau sudah bisa pulang lusa," kata Jayden mendekat ke arah Hera lalu mengelus rambut wanita itu lembut.

Hera mendongak. Tersenyum miring melihat sang suami dengan segala sandiwaranya. Mungkin jika Hera belum tahu kebusukan Jayden keadaannya pasti akan berbeda. Di mana dia akan sangat bersyukur memiliki Jayden bersamanya.

"Apakah anak kita sudah baik-baik saja?" 

Seperti Jayden, Hera pun memainkan perannya dengan baik.

"Ya, karena dia anakku jadi dia harus kuat," jawab Jayden.

Dalam tatapan Hera, Jayden sudah bisa menebak wanita itu sedang menyumpahserapahi dirinya dalam hati. Dan hal itu yang memang diinginkan Jayden. Hera terluka dalam permainannya sendiri.

"Dia memang harus seperti itu." Hera berkata penuh penekanan.

"Kalian ini membuat ayah dan ibu iri saja," kata Andrew menatap bahagia anak dan menantunya itu tanpa tahu apa yang sedang terjadi sebenarnya.

Jayden tiba-tiba merangkul Hera. "Kau tahu 'kan ayah jika aku sangat mencintai putrimu ini?"

Bullshit! 

"Tentu saja, Nak. Dan ayah juga yakin jika Hera pun demikian. Iya 'kan, Hera?" 

Dua pria itu menatap Hera menuntut jawaban. Dengan senyum tipis wanita itu mengangguk pelan. Mereka bisa saja tersenyum bahagia namun Anne tidak bisa tertipu dengan semua itu. Dia mengenal putrinya lebih dari siapapun.

Senyum yang dipancarkan Hera bukanlah yang sebenarnya. Ada sesuatu yang coba dia tutupi di balik senyum itu.

"Hera, bagaimana jika kau tinggal bersama ibu dan ayah beberapa hari ke depan?" 

Dan Anne tidak akan bisa diam saja melihat putrinya seperti itu. Dia harus mencari tahu. Walau dia harus tetap bersabar menunggu Hera mengatakan semuanya.

"Kenapa tiba-tiba ibu ingin Hera tinggal bersama ibu dan ayah?" tanya Jayden heran.

"Ibu sangat merindukan Hera. Lagipula menjadi ibu baru bukan hal yang mudah. Ibu akan mengajari Hera bagaimana caranya merawat bayi dengan baik," kata Anne. Itu adalah alasan paling masuk akal. "Bagaimana, Hera. Kau mau 'kan tinggal bersama ibu dulu?" tanya Anne menatap Hera.

Bagai sedang bersama dewi keberuntungan, Hera langsung mengangguk. "Tentu, Bu." Hera lalu menatap Jayden. "Bagaimana, Jay. Tidak apa-apa 'kan aku tinggal bersama ibu dulu?" tanya Hera.

Sial!

Jayden tidak punya pilihan lain. Jika menolak, alasan apa yang harus dia berikan.

Sekarang kau menang Hera.

"Baiklah. Jika memang itu yang kalian inginkan," jawab Jayden pada akhirnya.

To be continue....

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Nurhasan Dinomo
menarik sekali
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status