Share

5. Rencana Balas Dendam

Happy reading....

"Kau menyuruhku untuk tinggal bersamamu dan Hera? Apa kau gila, Jayden!" pekik Elena lalu mendengus kesal.

Elena sudah benci pada Hera setengah mati lalu hari ini tiba-tiba saja Jayden datang dan mengatakan dia harus tinggal bersama Hera. Yang benar saja.

"Gila? Justru ini adalah yang terbaik untuk kita, Sayang. Bukankah kau ingin selalu bersamaku?" ujar Jayden meyakinkan Elena jika keputusannya itu benar.

"Ya, itu benar tapi aku tidak bisa tinggal bersama Hera," kata Elena membuang muka tidak ingin menatap Jayden lagi. Dia malah beranjak menuju jendela menatap keluar seakan pemandangan malam yang gelap lebih indah dari kekasihnya yang sekarang duduk di sofa sambil memandangnya. 

Balutan dress piyama berbahan sutra itu terlihat sangat cocok di tubuh Elena membuat Jayden tak bisa mengalihkan pandangan. Elena terlihat sangat cantik. Dia lalu mendekat ke arah Elena. Memeluk wanita itu dari belakang.

"Bukankah kau ingin menjadi nyonya Jayden Xavier?" tanya Jayden menyingkirkan rambut panjang dan ikal Elena lalu memberi leher jenjang itu kecupan menggoda.

"Seharusnya memang aku yang menyandang gelar itu, Jayden," kata Elena dengan rahang mengeras. 

Saat itu dia dan Jayden sudah mempersiapkan segala sesuatunya untuk acara lamaran dan pernikahan namun segalanya hancur karena kehadiran Hera. Membuat mimpi dan cinta Elena harus menunggu selama satu tahun.

"Itulah sebabnya kau harus tinggal bersamaku dan Hera," kata Jayden.

"Tapi aku sangat membenci Hera. Bagaimana caraku menghadapinya?" tanya Elena masih dengan nada yang kesal.

Jayden memutar tubuh wanita itu menghadap padanya. Wanita dengan tinggi 160 cm itu menatap Jayden dalam menuntut penjelasan.

"Bukankah kita berniat untuk membalas dendam padanya?"

Elena mengerutkan keningnya bingung namun tiga detik kemudian dia tersenyum. Jadi ini maksud Jayden. Dia ingin menyiksa Hera dengan mengajak Elena tinggal bersamanya.

"Jadi maksudmu aku tinggal di sana untuk membantumu membalas dendam?"

"Tentu saja, Sayang."

"Kurasa dia memang pantas mendapatkan itu," kata Elena pada akhirnya. Wanita itu mengalungkan tangannya di leher Jayden dengan senyum yang merekah di wajahnya. Namun hal itu hanya berlangsung beberapa saat. Wajah Elena kembali mengerut.

"Tapi, Jayden, kenapa kau tidak menceraikan dia saja?" tanya Elena.

"Aku tidak bisa bercerai dengannya?"

"Kenapa? Kau memiliki perasaan padanya karena dia telah memberimu seorang putra?" 

Jayden terkekeh pelan. Elena yang sedang cemburu sungguh sangat menggemaskan di mata Jayden.

"Yang benar saja. Aku tidak mungkin memiliki perasaan lebih padanya meskipun dia sudah memberiku seorang putra. Aku tidak peduli. Aku tetap membencinya," alibi Jayden.

"Lalu kenapa kau tidak menceraikannya?" Elene masih menginginkan jawaban yang lebih spesifik agar dia bisa yakin. Satu tahun bersama Hera bukan tidak mungkin jika Jayden merasakan sesuatu yang lain pada wanita itu.

"Karena aku harus memanfaatkan dia selagi dia masih menjadi istriku. Dan jika sudah tidak dibutuhkan aku akan membuangnya. Lalu hidup bahagia bersamamu," kata Jayden tersenyum puas dengan rencana yang telah ia persiapkan sejak dulu.

"Kau memang sangat jahat, Jayden," sarkah Elena ikut tersenyum.

Jayden tersenyum miring. Mengeratkan pelukannya pada Elena lalu berbisik pelan, "Dunia ini yang mengajariku."

***

Hera membuang napas pelan sebelum melanjutkan langkah menuju meja makan. Di mana ada Elena yang sedang menikmati sarapannya. Jayden baru saja pergi beberapa menit yang lalu. Hera memang sengaja terlambat agar dia tidak melihat Jayden ataupun Elena. 

Tapi ternyata dia tetap harus bertemu dengan Elena. Para maid menyapa Hera yang hanya dibalas senyuman tipis.

"Selamat pagi, Hera!" Dan Elena pun ikut menyapa wanita itu.

Hera tidak menjawab hanya menatap Elena sesaat lalu melanjutkan langkahnya untuk mengambil botol susu untuk Juan. Sementara Elena tersenyum puas melihat wajah cemberut Hera.

"Walaupun kau benci padaku, setidaknya jawab jika aku mengajakmu bicara," kata Elena lagi membuat Hera jengah. Wanita itu memang sengaja memancing amarah Hera.

"Kurasa memang ada yang harus kita bicarakan." Akhirnya Hera membuka suara walau masih dalam posisi membelakangi Elena. Dia sedang sibuk mempersiapkan botol susu milik sang anak.

"Apa itu?" kata Elena seakan begitu penasaran dengan apa yang akan disampaikan Hera.

Hera merendam botol susu Juan lalu meninggalkannya untuk menghampiri Elena. Dia duduk di depan wanita itu tanpa ekspresi berarti. Tanpa harus diberitahu, para maid paham jika kedua wanita itu butuh privasi membuat mereka beranjak pergi dari sana.

"Kau harus berhenti melakukan apa yang sedang kau lakukan, Elena," kata Hera setelah ruangan itu hanya menyisakan mereka berdua.

"Maksudmu?"

"Tinggalkan Jayden."

"Apa? Aku tidak salah dengar 'kan? Kau menyuruhku meninggalkan Jayden?" Tawa Elena meledak setelah dia mengatakan itu. "Kau ternyata bisa bercanda juga ya, Hera," kata Elena di sela tawanya.

"Aku sedang tidak bercanda, Elena," timpal Hera membuat tawa Elena beransur mereda. Elena meneguk air putih yang ada di depannya lalu menatap Hera dengan intens.

"Dan kau pikir aku juga main-main dengan hubunganku dan Jayden? Seharusnya kau yang pergi bukan aku!" kata Elena sedikit meninggikan nada suaranya.

"Aku mengatakan ini sebagai sesama wanita dan juga sebagai seorang ibu. Jayden sudah memiliki istri dan anak. Kau bisa merebut Jayden dariku tapi tidak dari anakku. Jadi sebelum kau menyesal karena hubungan ini, lebih baik kau berhenti dan menyerahkan Jayden pada keluarganya," kata Hera.

Brak!

Elena memukul meja makan itu keras sebagai luapan kekesalannya. 

"Ternyata kau lebih menyebalkan dari yang aku kira, Hera," sinis Elena menatap tajam wanita itu.

Hera ikut berdiri. "Jadi kau masih pada pendirianmu untuk tetap tinggal?"

"Tentu saja. Karena sejak awal, Jayden dan rumah ini milikku bahkan seharusnya akulah yang melahirkan anak Jayden bukan dirimu!" pekik Elena keras mengingatkan Hera akan posisinya.

Hera menghela napas cepat. "Ya. Aku tahu, Elena. Tapi tetap saja yang mendapat status sah sebagai istri Jayden itu aku bukan dirimu," balas Hera masih dengan nada yang sangat tenang. Dia tidak boleh gegabah menghadapi wanita di depannya. Api tidak boleh dilawan dengan api.

"Jaga ucapanmu, Hera! Atau aku akan mencabik-cabikmu saat ini juga!" Elena semakin tersulut emosi.

Kembali Hera menghela napas panjang, beranjak mengambil botol susu yang telah selesai ia rendam lalu kembali menghampiri Elena. 

Hera tahu jika saja tidak terhalang oleh meja makan mungkin Elena sudah menamparnya beberapa kali. Namun Hera tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Dia tidak akan mau jika sampai Elena menyentuhnya.

"Terserah kau saja," kata Hera berdiri tepat di samping Elena. Mereka saling menatap di sana. "Karena di sini bukan tentang siapa yang dicintai Jayden tapi tentang siapa yang mendapat status dalam hubungan ini," lanjutnya.

Hera tersenyum tipis, mendekatkan sedikit wajahnya ke arah Elena. "Ingat, Elena. Sampai kapanpun kau akan tetap menyandang status sebagai wanita perebut suami orang."

To be continue....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status