Happy reading...
Hera memejamkan matanya sesaat setelah dia menutup pintu kamar.
"Aku tidak salah 'kan?" tanya Hera entah pada siapa.
Hera berkata seperti itu pada Elena bukan karena dia tidak ingin berpisah dari Jayden. Sungguh wanita itu ingin lepas dari Jayden namun sekarang bukan hanya ayah dan ibunya yang dia pikirkan namun juga bayi yang sedang tertidur pulas di atas tempat tidur.
"Aku tidak bisa membiarkan Juan tumbuh dalam keluarga yang tidak utuh," lirih Hera mendekati Juan lalu mengelus lembut pipinya. Bayi itu sedikit menggeliat membuat Hera tersenyum tipis.
"Aku ingin dia tumbuh bersama ayah dan ibunya. Aku tidak mau dia kekurangan kasih sayang. Aku tidak bisa membiarkan itu terjadi," gumam Hera lagi.
Hera sudah tidak peduli lagi. Dia sudah berkorban sejauh ini maka tidak ada lagi kata mundur. Hera akan mempertahankan rumah tangganya walau itu berarti dia harus menelan rasa sakit yang lebih banyak lagi.
***
Jayden berharap saat dia pulang ke rumah maka dia akan disambut setidaknya dengan sebuah pelukan atau ciuman namun yang terjadi justru wajah cemberut dari Elena yang dia terima.
"Ada apa, Sayang?" tanya Jayden.
"Tanyakan saja pada istrimu yang tidak tahu diri itu!" katus Elena.
"Apa Hera mengganggumu?"
Elena terkekeh kecil. "Bukan hanya mengganggu, dia juga berlagak seperti seorang penguasa di rumah ini, kau tahu?"
"Apa yang dilakukannya hingga membuatmu sekesal ini, hmm?" tanya Jayden menarik pinggang ramping Elena untuk dipeluk.
Elena tidak menjawab dan malah menggigit bibir bawahnya. Tubuhnya bergetar karena kesal yang luar biasa. Bahkan napas wanita itu sedikit memburu.
"Dia mengingatkanku tentang statusku," ujar Elena lalu menatap Jayden risau. "Aku hanya wanita perebut suami orang walaupun nanti kau menikahiku orang-orang akan tetap mengingatnya, Jayden. Dan aku tidak bisa menerima itu," lanjut Elena.
Raut wajahnya benar-benar memancarkan kegelisahan yang luar biasa. Jayden meraup kedua pipi Elena untuk mempertemukan mata mereka.
"Hei! Tenanglah!" kata Jayden mencoba menenangkan kekasihnya itu.
"Seharusnya aku yang menyandang status sebagai istrimu," ujar Elena dengan mata berkaca-kaca. "Tapi kenapa malah aku yang menjadi jahat di sini?" Wanita itu menggeleng cepat. "Aku tidak bisa menerimanya, Jayden. Aku tidak bisa!" pekik Elena.
"Apakah dengan aku mencintaimu saja tidak cukup?"
"Tidak, Jayden. Itu tidak cukup."
Jayden melepaskan tangannya dari Elena. Membuang napas gusar. Sialan! Hera ternyata tidak sebodoh yang dia pikirkan selama ini.
"Dia hanya ingin mengguncang dirimu, Elena."
"Dan dia berhasil."
"Elena---"
"Ceraikan Hera jika memang kau ingin aku tetap bersamamu," potong Elena. Ternyata wajah memelas Jayden tidak bisa meluluhkan keras kepala Elena.
"Lalu bagaimana dengan rencana kita?" tanya Jayden.
"Aku tidak peduli dengan itu. Yang aku inginkan hanya kau menceraikan Hera dan menikahiku secara sah," kata Elena final kemudian berlalu meninggalkan Jayden menuju kamarnya.
Jayden mengerang frustasi sedikit menjambak rambutnya. Tampilannya yang sudah berantakan semakin kacau. Tak ada lagi sosok Jayden yang berwibawa seperti saat dia berada di kantornya. Dan itu semua karena istri dan kekasihnya.
Pria bermata sipit itu menoleh ke arah kamar yang di tempati Hera dan putranya. Dia berjalan cepat ke sana. Dia harus bicara dengan Hera. Memberinya sedikit peringatakan mungkin akan membuat wanita itu takut agar tidak mengganggu Elena lagi.
Namun saat akan membuka pintu itu langkah Jayden terhenti. Senandung kecil dari Hera yang sedang menimang sang putra membuat Jayden bergeming.
Jayden melihat Hera dari pintu yang sedikit terbuka itu. Wanita itu tersenyum manis sambil terus bersenandung. Tak lupa dia juga mengelus pipi Juan agar membuat bayi kecil itu semakin nyaman dalam pelukannya.
Perasaan apa ini? Tanya Jayden dalam hati sambil memegangi dadanya. Jantungnya berpacu lebih cepat dari biasanya.
Tidak. Ini tidak benar.
Jayden kemudian berlalu dari sana tak ingin terjebak lebih lama.
Dan tanpa dia tahu, Hera menyadari kehadiran pria itu. Bahkan dia mendengar dengan jelas pembicaraan Elena dan Jayden di ruang tamu. Wanita itu tersenyum tipis karena telah berhasil mengguncang Elena.
***
"Sudah punya pilihan?"
Kata pertama yang dilontarkan Elena saat Jayden masuk ke dalam kamar. Pria itu menatap Elena sebentar yang sedang duduk di atas tempat tidur sambil memainkan ponselnya.
Jayden tidak menjawab dan langsung melanjutkan langkahnya menuju kamar mandi. Elena hanya bisa memutar bola matanya malas. Bisa dia tebak kekasihnya itu belum punya jawaban atas tuntutannya.
Jayden membiarkan air hangat itu membanjiri tubuhnya. Dia menghela napas gusar sambil menyisir rambutnya dengan tangan ke belakang. Pria itu menatap lurus ke arah pantulan bayangannya di cermin.
"Apa-apaan itu tadi? Kenapa jantungku berdebar kuat hanya karena melihat Hera tersenyum?" lirih Jayden entah pada siapa. Padahal selama ini dia baik-baik saja lalu kenapa hari ini berbeda?
"Ck! Ini pasti karena pikiranku yang sedang kacau," ujar Jayden meyakinkan dirinya sendiri.
Dia kembali menghela napasnya sebelum menyelesaikan acara mandinya.
Saat keluar dari kamar mandi, Elena sudah berdiri tepat di depannya sambil melipat kedua tangannya di dada.
"Apa kau ma--- uummpptthh!"
Ucapan Elena terhenti karena Jayden langsung menyumpal bibir tipis wanita itu dengan bibir tebal miliknya.
"Hei! Jayden hentikan ... eugh ...," lenguh Elena saat Jayden dengan cepat menghimpit tubuh wanita itu di dinding lalu mencumbuinya dengan brutal.
Jika sebagian wanita tidak suka jika prianya berlaku kasar apalagi saat bercumbu, lain halnya dengan Elena. Dia justru sangat suka jika Jayden menunjukkan dominannya pada dirinya.
Tidak ada lagi yang membuka suara di sana. Mereka begitu larut dalam kegiatan panas itu. Tangan Jayden tak tinggal diam. Menyentuh setiap titik kelemahan di tubuh Elena membuat wanita itu hanya bisa menggigit bibirnya sebagai pelampiasan rasa nikmat.
Jayden yang hanya mengenakan bathrube serta Elena yang mengenakan piyama dress selutut membuat mereka dengan mudah ke permainan inti.
Jayden membalik tubuh Elena. Meja rias yang ada di sampingnya menjadi penyangga tubuh yang mulai lemas itu. Tanpa aba-aba, Jayden memulai permainannya.
"Ahh ... Elena ...."
Ternyata posisi seperti itu membuat keduanya mendapat pengalam baru dalam bercinta. Jayden bisa melihat bagaimana wajah sayu Elene lewat cermin yang di depannya membuat tubuh pria itu semakin terbakar gairah. Mereka bertahan hingga pelepasan dalam posisi itu.
Cukup lama waktu berselang sebelum Jayden menarik miliknya dari inti tubuh Elena. Wanita itu terlihat sangat lelah membuat Jayden harus menggendong bridal Elena ke tempat tidur.
"Kau sudah mengambil keputusan atas permintaanku?" tanya Elena dengan wajah yang masih sayu. Sisa-sisa kenikmatan itu masih terasa.
Jayden tersenyum lembut lalu menyapu kening Elena yang berkeringat. Dia mengambil tempat di sisi kosong lalu membaringkan tubuhnya. Membalik tubuh wanita itu agar dia bisa memeluknya dari belakang.
"Ya. Aku sudah memutuskannya," jawab Jayden. Elena tak lagi bertanya. Dia memilih diam mendengarkan apa yang akan diucapkan pria yang sangat ia cintai itu.
"Aku akan menceraikan Hera secepatnya."
To be continue....
Happy reading....Hari yang tunggu akhirnya tiba. Pernikahan Haidar dan Hera. Para tamu sudah mulai memenuhi tempat duduk yang disediakan. Pernikahan yang di gelar di luar ruangan itu terlihat begitu mewah nan elegan. Warna putih mendominasi tempat itu. Di ujung altar Haidar sudah terlihat sangat gagah dengan balutan toxedo warna hitamnya. Senyum tak pernah luntur dari wajahnya namun perasaan gugup juga tak bisa dihindari. Haidar sampai harus menarik napas lalu menghelanya beberapa kali untuk menetralkan degub jantung yang berpacu. Mengobrol dengan beberapa teman juga bisa mengalihkan sedikit rasa gugupnya.Tak jauh beda dengan Haidar, Hera yang terlihat sangat cantik dengan gaun mewah namun tetap terlihat elegan itu pun merasa sangat gugup. Mungkin ini adalah pernikahan kedua untuk Hera, tapi hal itu tak sedikit pun bisa menyingkirkan rasa gelisahnya. Mungkin karena dulu dia menikah karena perjodohan membuat Hera tak terlalu memikirkan pernikahan tersebut namun kali ini dia akan men
Happy reading.....Semuanya beransur membaik setelah kejadian mengerikan malam itu. Viona terpaksa ditembak mati oleh polisi karena dianggap mengancam keselamatan Hera. Kejadian malam itu juga termasuk rencana para polisi. Mereka tahu jika Viona pasti kembali. Namun soal penembakan sama sekali di luar rencana. Mereka tidak menyangka jika Viona memiliki senjata. Dan satu-satunya jalan agar Hera tak lagi terluka, mereka harus membekuk Viona. Dengan menembak mati wanita itu.Sampai saat ini Haidar masih belum menyangka jika Viona kini telah tiada. Belum lagi dia harus meninggal dengan cara yang begitu tragis. Masih teringat dengan jelas dalam benak Haidar bagaimana Viona menyatakan cintanya di saat terakhir. Selama ini Haidar pikir Viona hanya bercanda soal perasaannya. Betapa wanita itu sangat mencintai Haidar. Namun apa yang bisa Haidar lakukan? Haidar hanya mencintai Hera dan tidak akan pernah mencintai wanita lain lagi. Walau itu berarti Haidar harus menyakiti wanita yang juga sanga
Happy reading...."Selamat malam, Hera. Apakah kau merindukanku?" tanya Viona mengulas senyum miring. Terlihat begitu mengejek Hera yang hanya bisa berbaring lemah. Wanita itu merapikan helai rambutnya yang jatuh di pipi kemudian berjalan ke arah Hera."Aku kecewa karena kau masih saja selamat," kata Viona. "Apakah kau memiliki sembilan nyawa hingga bisa bertahan sampai sekarang?" lanjutnya bertanya.Namun siapa yang bisa menjawab. Bahkan Hera masih harus dibantu banyak alat medis yang hampir menutupi sebagian tubuhnya.Viona menghela napas panjang. Duduk di samping Hera seraya menatap wanita itu dengan tatapan yang sulit diartikan."Kau begitu beruntung. Dicintai banyak orang," kata Viona dengan raut wajah sendu. "Terutama Haidar." Pancaran mata Viona tidak bisa berbohong. Dia begitu iri pada Hera. Wanita itu kemudian bangkit. Mengambil sesuatu dari dalam saku jaket yang ia kenakan.Sebuah pistol yang didapatkannya dari orang asing beberapa hari yang lalu. Barang ilegal yang sebenarn
Happy reading....Polisi terus melacak keberadaan Viona namun hingga tiga hari berlalu setelah kejadian naas itu, mereka tak kunjung menemukan wanita yang menjadi pelaku penculikan Hera dan Elena. Entah ke mana wanita itu kabur. Keluarga Hera dan Haidar juga sudah mengetahui semuanya. Shila dan Thomas adalah orang yang paling kecewa pasalnya mereka sudah menganggap Viona seperti anak sendiri. Awalnya mereka tidak percaya Viona akan berbuat hal sejahat itu namun setelah pihak kepolisian memperlihatkan video yang diberikan Elena, barulah mereka percaya.Shila sampai pingsan tak kuasa menerima kenyataan sosok yang dianggap seperti putrinya sendiri kini menjadi seorang kriminal."Hiks ... ini semua salahku. Aku yang telah gagal mendidik Viona," kata Shila terisak pilu. Thomas membawa tubuh Shila yang bergetar ke dalam pelukannya. Mencoba menenangkan istrinya itu."Ini bukan salahmu," katanya menepuk pelan punggung Shila.Sementara kedua orangtua Haidar larut dalam kekecewaannya, Haidar m
Happy reading....Tubuh Haidar gemetar hebat. Tangannya yang berlumur darah Hera masih belum ia bersihkan. Beberapa juga mengenai baju yang ia kenakan. Keadaan yang tak jauh beda dengan pria yang duduk di sampingnya, Jayden.Kini mereka sudah berada di rumah sakit. Tepatnya di depan UGD. Hera dan Elena yang terluka parah kini sudah ditangani oleh dokter. Keluarga Hera, Haidar dan Elena juga sudah berada di sana. Menunggu kabar putri dan calon menantu mereka.Tak lama kemudian, tiga orang pria menghampiri mereka."Selamat malam. Maaf mengganggu ... tapi kami harus membawa Pak Jayden ke kantor polisi," kata salah satu dari mereka.Mungkin karena sudah terlalu panik mereka jadi lupa jika Jayden masih berstatus buronan polisi. Pria yang sejak tadi menunduk itu kini mendongak. Jayden baru akan bangkit namun Haidar mendahuluinya."Tidak bisakah kalian menunggu sebentar? Istri Jayden sedang berada di dalam sana. Sedang sekarat!" kata Haidar emosi. Menurutnya para polisi itu tidak punya hati
Halo semuanya! Araya di sini. Terima kasih banyak yah udah mampir di ceritaku. Walaupun mungkin cerita ini masih jauh dari kata sempurna namun aku seneng banget jika cerita ini bisa menghibur kalian di sela-sela aktifitas sehari-hari. Aku juga gak nyangka jika cerita ini bisa dibaca sebanyak itu. Jujur aku gak pernah punya ekspetasi yang tinggi karena sadar akan kemampuanku yang belum seberapa. Namun melihat orang-orang menyukai karyaku itu sudah lebih dari cukup untuk membuatku semangat membuat karya yang lebih baik lagi kedepannya Nantikan cerita-cerita lain yang aku publish di sini. Jadi tetap stay yah. Oke deh sampai jumpa dicerita lainnya