Share

9. Terasa Tidak Asing

Happy reading....

Suasana pagi itu begitu indah. Ditemani secangkir teh hangat serta angin yang tertiup sedang menghantarkan rasa sejuk. Elena tersenyum tipis seraya memejamkan matanya.

"Kau tidak ingin pulang?" tanya sosok itu setelah sepasang tangannya sudah melingkar dengan sempurna di pinggang Elena.

"Nanti saja. Aku ingin berada di sini dulu," ujar Elena menikmati betapa hangat tubuh kekasihnya itu dengan menempelkan tubuhnya lebih erat. Jayden bak dinding yang sangat kokoh tempat Elena bersandar.

"Baiklah," kata Jayden mengambil teh dalam tangan Elena lalu menaruhnya di atas meja. Memutar tubuh ramping wanita itu agar mata mereka bertemu. "Aku sudah menyiapkan gaun untuk kau kenakan malam ini di pesta," ujarnya lagi.

"Apakah aku harus datang?" tanya Elena ragu.

"Tentu saja. Kau akan menjadi tamu paling spesial," kata Jayden mencolek gemas dagu wanita itu.

"Tapi, Hera ...."

"Dia juga akan datang."

"Dan akan menjadi istrimu yang kau kenalkan pada kolega bisnismu," lirih Elena mendengus pelan. Sungguh kenyataan yang membuatnya ingin melenyapkan keberadaan Hera secepatnya.

"Itu hanya sampai proyek ini selesai. Setelahnya, kau yang akan menyandang gelar Nyonya Jayden Xavier ... satu-satunya," kata Jayden lalu mengecup pipi Elena gemas.

Harapan Elena seakan muncul kembali bahkan dia tak bisa menyembunyikan senyum yang tertukir di wajah cantiknya.

"Baiklah, aku akan datang," katanya mengangguk pelan sambil tersenyum tipis.

"Kalau begitu aku pamit. Aku harus mengurus segala persiapan pesta," kata Jayden setelah melirik jam tangannya.

Elena hanya berdehem menatap lurus ke arah Jayden yang semakin jauh darinya. Hingga punggung lebar pria itu kini benar-benar menghilang di balik pintu.

Sebelum datang ke hotel yang akan menjadi tempat acara besarnya malam ini, Jayden terlebih dahulu pulang ke rumah. Dia tidak mungkin datang ke hotel dengan keadaan yang kacau seperti ini. Hal itu bisa membuat wibawanya sebagai seorang CEO tercoreng.

Sebenarnya dia tidak perlu repot untuk mengontrol segalanya. Toh, pekerjaan itu sudah ia limpahkan pada Roy dan Jayden yakin pria itu tidak akan pernah mengecewakannya.

"Kau dari mana saja?" 

Kata pertama yang Jayden dengar saat dia memasuki rumah itu.

"Bukan urusanmu!" ketus Jayden tanpa melirik Hera sedikitpun.

"Lalu di mana Elena?" Pertanyaan itu sontak membuat Jayden menghentikan langkah dan akhirnya menoleh ke arah Hera.

"Kenapa kau bertanya? Bukankah ini yang kau inginkan? Agar Elena keluar dari rumah ini?" tanya Jayden beruntun dengan seringai mengejek di wajahnya.

"Memang itu yang aku inginkan," jawab Hera.

"Apa?"

"Walau bagaimanapun, wanita itu bukan siapa-siapa. Jadi dia tidak berhak tinggal di rumah ini."

"Jaga ucapanmu, Hera!" pekik Jayden cukup kuat.

"Dan kau juga jaga perbuatanmu, Jayden. Kau masih berstatus suamiku. Kau tidak ingin 'kan reputasi keluarga ini hancur saat ada yang tahu kau membawa selingkuhanmu tinggal bersama istrimu," balas Hera membuat Jayden kehabisan kata-kata.

Sosok Hera yang seperti sekarang tak pernah Jayden lihat sebelumnya. Dia ternyata lebih kuat dari dugaan. Jayden bak menemukan lawan yang seimbang. Dan keadaanlah yang memaksa Hera mengeluarkan sisinya yang begitu egois. Sudah cukup dia menangis dan terluka melihat suami yang ia cintai justru bercumbu dengan wanita lain di depan matanya. Untuk melawan mereka bukan dengan air mata namun dengan sebuah perlawan balik. Hera tidak ingin selalu berada di bawah tekanan pasangan tidak tahu malu itu.

"Kau mengancamku?" tanya Jayden seakan tidak percaya.

"Jika kau menganggapnya seperti itu ... iya aku mengancammu," balas Hera kemudian berlalu dari sana meninggalkan Jayden yang hanya bisa terkekeh kecil. Betapa berani wanita itu.

***

Hera tersenyum tipis melihat pantulan bayangannya di cermin. Gaun itu terlibat sangat cocok di tubuhnya.

"Kau sudah selesai?" tanya Jayden masuk begitu saja ke dalam kamar tamu yang ditempati Hera. Walau Elena sudah tidak ada di sana Hera masih enggan untuk pindah, lagi pula dia tidak punya alibi untuk kembali ke kamar itu lagi.

"Sudah," jawab Hera seraya tersenyum manis. Tanpa sadar Jayden terus memperhatikan Hera. Dalam balutan gaun panjang berwarna peach itu Hera terlihat sangat anggun dan cantik. Dandannya pun tidak berlebihan membuat dia seperti wanita yang berusia dua puluh tahun. Bahkan tak terlihat seperti wanita yang baru saja melahirkan.

"Kita pergi sekarang?" tanya Hera menyadarkan Jayden dari lamunannya.

Jayden kegalaban. "Y-ya. Ayo kita pergi!" katanya berjalan lebih dulu. Jayden sampai harus berpura-pura memperbaiki penampilannya agar tidak kelihat gugup di depan Hera.

Sial! Kenapa aku seperti ini? Tanya Jayden pada dirinya sendiri.

Sebagai seorang pasangan yang akan menjadi sorotan di sana. Jayden dengan sigap membawa tangan Hera untuk melingkar di lengannya. Seperti biasa, saat berada di depan umum seperti sekarang mereka harus memberikan sandiwara yang membuat setiap orang yang melihatnya akan iri atau terkesan.

"Selamat datang!" sambut beberapa orang yang dibalas pelukan singkat dari Jayden serta senyuman manis dari Hera.

"Aku ingin bertemu ayah dan ibu dulu," kata Hera pamit pada Jayden saat nertranya menemukan eksistensi ayah dan ibunya. Jayden hanya mengangguk pelan tanda izin dan kembali sibuk mengobrol dengan para koleganya.

"Ayah, ibu!" panggil Hera membuat pasangan itu berbalik untuk menatap Hera.

"Hera! Kau sudah datang, Nak?" sambut sang ibu membawa putrinya ke dalam pelukannya.

"Iya, Bu. Aku tidak menyangka ayah dan ibu akan datang." Mata Hera berkeliling lagi seperti mencari seseorang. "Apa Mama dan Papa juga datang?" tanya Hera kembali menatap orang tuanya.

"Mereka ada di sana!" tunjuk Andrew pada besannya yang juga sedang sibuk mengobrol bersama beberapa klien.

Mereka hanya tersenyum ke arah Hera beberapa saat dan Hera pun membalas sambil melambaikan tangan pelan.

"Oh, iya, Hera ... perkenalkan ini Pak Haidar Pratama," kata Andrew menunjuk pria dengan balutan jas berwarna silver di depannya.

Hera tersenyum manis ke arah pria itu lalu mengulurkan tangannya.

"Hera Altezza, istri Jayden Xavier," kata Hera memperkenalkan diri. Walau sebenarnya dalam lubuk hatinya dia hanya ingin memperkenalkan diri sebagai Hera saja tanpa embel-embel istri Jayden.

"Haidar Pratama," ujar Haidar menjabat tangan Hera.

Waktu terasa berhenti di sana. Hera menatap lekat Haidar begitupun dengan pria itu. 

Kenapa aku merasa pernah melihat mata hitam legam itu di suatu tempat? Lirih batin Hera.

Suara, wajah bahkan rasa hangat yang tercipta dari perkenalkan mereka ini seperti Hera pernah melihat dan merasakannya  sebelumnya namun dia lupa di mana.

Haidar terlihat tidak asing. Namun terasa asing untuk Hera. Dengan cepat wanita itu menarik tangannya membuat tangan dan tatapan itu terputus. Bahkan mereka tidak sadar jika mereka hanya tinggal berdua di sana. Entah ke mana perginya ayah dan ibu Hera.

"Maaf ...." Haidar bersuara membuat Hera menoleh padanya. "Apakah kita pernah bertemu sebelumnya?" tanya Haidar.

Jadi, bukan hanya aku yang merasa dia tidak asing? Sebenarnya siapa Haidar Pratama?

To be continue....

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status