Share

8. Aku Yang Paling Membutuhkanmu

Happy reading....

"Halo!" ujar Elena menempelkan ponselnya di telinga.

"Kau sedang apa?" tanya sang penelpon. Siapa lagi jika bukan Jayden.

"Aku baru saja selesai mandi. Kenapa? Tumben kau menelpon."

"Aku hanya merindukanmu."

Wanita itu terkekeh kecil. Walau sudah bersama Jayden cukup lama, Elena selalu tersipu setiap kali mendengar ucapan manis dari pria itu.

"Lalu kau ingin aku melakukan apa?" tanya Elena seakan menantang pria itu.

"Datanglah ke hotel malam ini. Aku akan mengirim alamatnya," kata Jayden.

"Baiklah."

Setelah mendapatkan kesepakatan, sambungan telpon itu pun terputus. Elena begitu berharap jika pertemuannya dengan Jayden malam ini untuk membahas tentang perceraiannya dengan Hera. Lalu membahas pernikahannya.

Namun ternyata ekspektasi Elena di luar dugaan.

Prang!

Gelas yang berisi wine pecah berkeping-keping di atas lantai.

"Jadi kau tidak mau menceraikan Hera dalam waktu dekat?" tanya Elena begitu emosi. Padahal dia sudah berdandan sangat cantik dengan balutan gaun berwarna biru yang sangat seksi tapi semuanya terasa sia-sia. Dia tidak mendapatkan apa yang diinginkannya.

"Bukan tidak mau, tapi tidak bisa," jawab Jayden. Sungguh dia pun sangat frustasi sekarang.

Elena terkekeh kecil lalu melipat tangannya di dada. "Lalu kau ingin aku bertahan dengannya dalam satu atap? Ck! Aku tidak sudi!" 

"Tolong, Elena! Hanya sampai proyek ini selesai," kata Jayden memohon sambil mengelus bahu Elena yang bergetar karena emosi.

"Jika memang kau lebih membutuhkan Hera dari pada diriku, lebih baik kau memilih dia saja!" tegas Elena mengambil tasnya yang terletak di atas tempat tidur. "Tidak usah peduli lagi padaku!" katanya lagi beranjak dari sana tak ingin melihat Jayden lagi.

"Ah, sial!" umpat Jayden menatap frustasi kepergian Elena.

Sejak awal pernikahannya dengan Hera memang hanya untuk kepentingan bisnis. Hanya gimik agar keluarga mereka terlihat sempurna. Tak peduli betapa Jayden sangat membenci Hera dia tetap melakukannya agar apa yang pria itu inginkan bisa terwujud.

Namun Jayden sudah terlalu muak bersandiwara di depan Hera hingga dia mengambil keputusan yang mungkin dia sesali hari ini. Seharusnya Jayden bisa mengontrol sedikit egonya sampai dia mendapatkan segalanya.

Kini segala impian Jayden berada di depan matanya namun terhalang karena dia harus memilih antara Elena atau impiannya.

"Tidak ...." Pria itu menggeleng cepat. "Aku tidak mau kehilangan keduanya. Aku akan mempertahankannya bagaimanapun caranya," lirih Jayden mengeluarkan sisinya yang paling egois.

***

Elena membanting dengan kasar tas yang ia bawa ke atas sofa. Air mata yang sejak tadi ia tahan akhirnya jatuh begitu saja. Wanita itu terduduk di atas lantai sambil memeluk lututnya sendiri. Menyembunyikan suara tangis yang membuatnya merasa sangat lemah di hadapan takdir.

"Apakah kau akan kalah untuk kedua kalinya, Elena?" lirih wanita itu miris. Sungguh dia sangat kasihan pada dirinya sendiri. 

Entah kenapa takdir begitu kejam padanya. Setiap rencana yang ia rancang tidak pernah sesuai dengan apa yang terjadi. Selalu saja berakhir Elena yang akan menangis. Dia bukannya tidak ingin melihat pria yang ia cintai sukses tapi tidak bisakah Elena menjadi alasan untuk itu?

"Kenapa harus Hera? Kenapa bukan aku?!" pekik Elena kuat melempar vas bunga yang terletak di atas meja hingga hancur berkeping-keping.

"Bukan salahku terlahir dalam keluarga yang berantakan ... hiks ... hiks," tangis Elena semakin terdengar pilu. Jika saja keluarganya seperti keluarga Hera mungkin nasibnya tidak akan setragis sekarang. Pasti semuanya akan berbeda.

"Elena!" panggil seseorang menerobos masuk ke dalam rumah wanita itu. Dia hanya menoleh sebentar lalu membuang muka.

Sosok itu menghampirinya dan langsung memeluk Elena dari belakang.

"Kenapa kau kemari, huh? Datang saja pada istrimu itu tidak usah datang lagi padaku!" marah Elena memberontak namun percuma saja karena ia sudah terlalu lemah akibat terlalu banyak menangis. Ternyata sisi kekanakan dan ingin dibujuk tak pernah hilang dari sosok Elena.

"Aku tidak mungkin datang padanya saat aku hanya mencintaimu," lirih Jayden menenggelamkan wajahnya di ceruk leher sang kekasih.

Jika sudah seperti ini, Elena tidak akan bisa lepas lagi dari Jayden. Terlebih saat bibir tebal pria itu mulai mengecupnya dengan intens. 

"Eugh ...." Hanya akan terdengar lenguhan lirih dari mulut Elena saat Jayden mulai mengambil alih dirinya. 

Jayden memutar tubuh Elena untuk menatapnya. Pada detik ketiga dua belah bibir itu bertemu dengan sempurna. Hingga tanpa sadar kini Elena telah terduduk di atas sofa. Dengan tergesah Jayden melepaskan pakaian Elena walau masih menyisakan celana yang tersakut ujung kaki serta pakaian bagian atas yang teracak sempurna karena cumbuannya.

Kadang wanita dengan rambut panjang itu begitu benci pada dirinya sendiri. Dia tidak pernah bisa membenci Jayden. Walau pria itu selalu saja mengecewakan dirinya. Elena benci karena pada kenyataannya dirinyalah yang tak bisa jauh dari Jayden. Dia yang sangat membutuhkan Jayden di sisinya.

Memberikan kecupan yang disertai dengan lumatan yang membuat seluruh syaraf Elena menegang. Memberikan kasih sayang lewat gerakan erotis yang seakan membelah dirinya menjadi dua namun secara bersamaan memberikan kenikmatan yang hanya bisa mereka rasakan saat bersama.

Elena begitu haus akan kasih sayang dan cinta. Dan selama ini hanya Jayden yang selalu memberikan dua hal itu. Mungkin itu salah satu alibi yang membuat wanita yang tengah menahan nikmat itu tak bisa lepas dari Jayden. Tidak ada seorangpun yang bisa menyayanginya sebaik Jayden. Atau justru Elena yang tidak ingin mencari orang lain?

Ya. Elena akui itu. Baginya jika sudah ada Jayden dia tidak butuh siapapun lagi.

Gerakan Jayden di inti tubuh Elena mulai tidak beraturan menandakan jika gelombang kenikmatan itu akan segera datang. Dan pada hentakan terakhir yang sangat kuat, Jayden memeluk erat Elena.

"Hah ... hah ...."

Deru napas keduanya saling memburu setelah pelepasan luar biasa. Jayden menyapu lembut kening Elena yang penuh dengan keringat. Pria itu tersenyum tipis lalu memberi kening Elena sebuah kecupan yang cukup lama.

"Tolong bertahanlah sebentar lagi. Aku janji akan menyelesaikannya dengan cepat," kata Jayden membujuk Elena seraya menatap dalam mata indah wanita itu.

Elena memejamkan matanya sesaat lalu mengangguk pelan.

"Aku aku menunggu hari itu datang, Jayden."

Pada akhirnya, Elena harus kembali mengalah.

To be continue....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status