Di siang hari, setelah mengganti pakaiannya dengan mini dress di atas lutut, dipadupadankan dengan sepatu boots hitam, Elyana segera pergi ke bandara untuk melakukan penerbangan menuju kota Lyon Prancis. Ia hanya pulang sendiri, tanpa ditemani oleh pelayannya, karena nanti, ia harus kembali lagi ke kota Bren.
Di bandara kota itu, Elyana yang hanya membawa tas selempang di tubuhnya berjalan dengan santai menuju "Waiting room". Ia duduk di salah satu kursi kosong yang ada di sana.
Ketika baru mendaratkan bokongnya di atas kursi, tiba-tiba ada seseorang yang menyapanya dari kursi belakang.
"El!"
Dengan cepat Elyana segera menoleh ke belakang, penasaran dengan orang yang memanggilnya dengan nama "El". Panggilan itu khusus untuk orang teristimewa dalam hidupnya.
Ketika Elyana menoleh ke belakang, alangkah terkejutnya ia ketika melihat siapa orang itu.
"Kak Ar-Arvan?" lirihnya dengan pela.
Pria yang bernama Arvan itu segera berdiri,
Malam ini di rumah besar keluarga Louis sudah berkumpul banyak orang, termasuk paman-paman dan istrinya, juga para sepupu yang semuanya adalah laki-laki. karena, cucu Yuan Louis yang berjenis kelamin perempuan hanya Elyana dan Rosyana saja. Itulah yang membuat kedua nona ini sangat diistimewakan di rumah besar keluarga Louis.Di meja makan yang sangat besar, semua orang sudah berkumpul, duduk berkeliling bersiap untuk makan sambil berbincang. Mereka semua saling bercerita tentang apa yang terjadi, dari hal kecil hingga hal besar, termasuk pertunangan Rosyana dengan Dimitri, dan pernikahan Elyana dengan David."Wah, wah, kedua nona ini sungguh lancang, bertunangan dan menikah sampai tidak memberitahu kami," canda anak kedua Yuan Louis yang bernama Logan Louis. Dia tinggal di luar negeri bersama istri dan kedua anak laki-lakinya."Maaf, Paman, pernikahanku hanya pernikahan yang tidak disengaja. Sama sekali bukan maksud untuk menyembunyikannya dari kalian semua," j
"Da-David??? Sedang apa kau di sini?" tanya Elyana dengan mengerutkan kening. Sama sekali tidak menyangka, dirinya akan bertemu dengan pria ini di kota Lyon.David membuyarkan lipatan tangannya, mulai melangkah ke depan menghampiri Elyana.Ia menatap tajam wanita itu. "Aku sedang mencari hiburan bersama Edwin, sambil membicarakan proyek baru di kota Lyon. Tidak sepertimu ... datang ke klub untuk bersenang-senang dengan seorang pria!""Hah??? " 'Dengan seorang pria? Apa David sedang cemburu? Siapa juga yang bersenang-senang dengan seorang pria?' gumam Elyana dalam hati.Sebelum Elyana berbicara, terdengar David berkata dengan penuh peringatan, "Selesaikan dulu surat perceraian kita, sebelum kau menggandeng pria lain. Jangan memperlihatkan sifat aslimu yang buruk. Begitu mudahnya pergi ke klub malam dan bersenang-senang dengan status yang belum jelas!""Apa???" Ucapan pria ini sungguh menyakitkan."Kau bilang apa, tadi? Status yang belum jelas
Di sebuah meja yang hanya ada dua kursi, Elyana dan Arvan duduk bersama sambil mencicipi hidangan makanan. Ia melihat Elyana hanya mengaduk-aduk makanan di atas piring, sama sekali tidak dimakannya."Kenapa hanya mengambil sedikit? Apa kau sedang tidak enak badan?" tanya Arvan ketika menyadari makanan di piring Elyana tidak lebih dari empat suap."Tidak!" Elyana menggelengkan kepala. "Aku sudah makan, tadi. Jadi masih kenyang. Hehe!"Padahal, dirinya belum makan apapun dari pagi hingga sekarang, perutnya masih tidak nyaman. Takut mual dan muntah lagi, jadi Elyana memilih untuk tidak makan saja."Oh, syukurlah kalau begitu." Arvan mulai mengalihkan pembicaraan. Ia bertanya tentang kedua teman mereka, "Katamu, Arani dan Daniel sekarang berada di kota Paris? Apa itu benar?""Hemm!" Elyana mengangguk. Ia menghentikan gerakan tangannya lalu menatap pria itu."Apa kau ingin menemui mereka di Paris?" tanyanya pada Arvan. Mungkin dia ingin bertemu d
Di bandara kota Paris, Elyana dan Arvan berjalan menuju pintu keluar. Di sana, sudah ada Daniel membawa mobil untuk menjemput mereka berdua. "Elyana ... Arvan! Aku di sini," panggil Daniel dari kejauhan ketika melihat kedua temannya berjalan bersama sambil menatap kiri dan kanan seolah mencari sesuatu. Daniel segera berlari, menghampiri mereka berdua. "Daniel!" Elyana melihat pria itu mendekat. Lalu mereka saling menyapa. "Arvan, kau sudah kembali?" tanya Daniel, basa-basi. "Lebih dari tiga tahun kau tidak pulang. Aku kira, selamanya kau tidak akan kembali, dan akan menetap di luar negeri." "Ah, tidak! Aku ingin memiliki rumah dan hidup bersama anak dan istri di negara ini," jawab Arvan sambil tersenyum. Matanya menatap Elyana dengan lembut. Seolah sedang menatap masa depannya. Melihat jawaban dan tatapan Arvan, Daniel segera mengalihkan pembicaraan. "Baiklah! Sekarang ayo, kita berangkat. Arani sudah menunggu kita di restoran,
David melepaskannya. Melihat Elyana bergeser untuk menjauhinya. Ia kecewa dengan sikap dingin wanita itu.David berkata dengan penuh cibiran, "Setelah kau menipuku dan memanfaatkan aku demi tujuanmu mendapatkan perusahaan Danu. Sekarang, apa pria dari Italia itu targetmu?"David masih ingat, pria itu adalah pria yang ingin ia tabrak di bandara kota Lyon. Mereka berpelukan ketika sopir taksi tidak jadi menabrak mereka berdua."Apa yang kau katakan?" tanya Elyana. Sekuat tenaga mengumpulkan tenaga untuk berhadapan dengan pria itu. "Siapa yang memanfaatkanmu demi mendapatkan perusahaan Danu?"'Apa pria ini salah minum obat?Menuduhku seenaknya!'"Jangan harap, kau bisa mendapatkan perusahaan itu!" David memperingatkan."Kami sudah menggugat Alex dan keluarganya atas tuduhan kebohongan, memalsukan identitas anak dan memaksa pelayan mereka untuk menikah denganku. Perusahaannya bangkrut dan akan segera diambil alih oleh perusahaanku. Jadi, jangan h
Hari sudah sore, wanita itu masih berbaring dengan lelap di atas sofa empuk berukuran besar. Makanan yang sudah tersaji di atas meja, kini sudah semakin dingin. Beberapa kali David melihat Elyana di ruang tamu, wanita itu masih tidur nyenyak, ia tidak tega untuk membangunkannya. Ketika David melihat Elyana lagi untuk yang kesekian kalinya, ia mendengar bunyi samar dari dering ponsel. Suara itu dari tas Elyana yang diletakkan di atas meja. Dengan ragu David segera membuka tas itu dan mengambil ponsel Elyana. Maksud hati ingin mematikan ponselnya agar tidak mengganggu tidurnya, David malam melihat nama seorang pria tertera di layar ponsel. "Arvan!" Bukankah itu nama pria Itali itu? Dengan cepat, David segera menekan tombol merah untuk menolak panggilan telepon dari Arvan, lalu ia memblokir nomor itu agar tidak bisa lagi menghubungi Elyana. Setelah selesai, David memasukkan kembali ponsel itu ke dalam tas. Tadi, ketika David berada
David segera meneguk air putih di atas meja untuk melegakan tenggorokannya. Ia menatap Elyana dengan memicingkan mata.Sebelum ia berbicara, terdengar seseorang masuk ke dalam rumah dan menghampiri mereka di meja makan."Halo, apa kabar Elyana!" sapa Felix tiba-tiba. Ia menghampiri mereka dan ikut duduk di salah satu kursi kosong yang ada di sana.Ia menatap Elyana dan David silih berganti. " Waaah, sepertinya aku mengganggu kalian, ya!""Tidak ... tidak! Sama sekali tidak mengganggu. Aku sudah mau pulang, kok! Kalian berdua, silahkan berbincang," jawab Elyana dengan cepat. Lalu ia bangkit berdiri."Eh, Eh ... mau pergi ke mana? Makanlah dulu. Jangan buru-buru pergi, aku belum memeriksamu," cegah Felix dengan tangan yang mengisyaratkan Elyana untuk kembali duduk."Periksa? Siapa yang mau diperiksa?" tanya Elyana dengan heran. Sama sekali tidak mengerti dengan ucapannya.'Di sini, siapa yang sakit, sampai harus diperiksa oleh Dokter Fe
Di dalam kamar mandi, Elyana hilir mudik ke kanan dan ke kiri sambil memegang cangkir kecil berwarna bening. Ia ragu untuk menuruti permintaan David mengisi cangkir itu dengan urinnya."Jika sampai mereka menguji kehamilanku, itu biasa gawat. David dan Dokter Felix akan tahu bahwa aku sedang hamil. Haisshhh, bagaimana ini?" Elyana begitu gelisah memikirkan tentang hal itu.Ia tidak ingin orang lain tahu, ada bayi mungil di dalam perutnya. Itu akan menyulitkan dirinya dan bayinya.Tiba-tiba matanya menatap keran air yang ada di wastafel. Ide cemerlang pun seketika muncul di kepalanya."Kenapa tidak aku isi saja ini dengan air keran?" Elyana mengangkat cangkir kecil itu, menatapnya dengan penuh keyakinan."Agar David dan Dokter Felix tidak curiga, tinggal tambah sedikit urin, biar ada bau-baunya sedikit. Hihi!" Elyana tertawa kecil sambil menutup mutunya dengan tangan. Merasa senang, bahwa ide ini cukup bagus.Mungkin ketika diuji, tidak akan