David segera meneguk air putih di atas meja untuk melegakan tenggorokannya. Ia menatap Elyana dengan memicingkan mata.
Sebelum ia berbicara, terdengar seseorang masuk ke dalam rumah dan menghampiri mereka di meja makan.
"Halo, apa kabar Elyana!" sapa Felix tiba-tiba. Ia menghampiri mereka dan ikut duduk di salah satu kursi kosong yang ada di sana.
Ia menatap Elyana dan David silih berganti. " Waaah, sepertinya aku mengganggu kalian, ya!"
"Tidak ... tidak! Sama sekali tidak mengganggu. Aku sudah mau pulang, kok! Kalian berdua, silahkan berbincang," jawab Elyana dengan cepat. Lalu ia bangkit berdiri.
"Eh, Eh ... mau pergi ke mana? Makanlah dulu. Jangan buru-buru pergi, aku belum memeriksamu," cegah Felix dengan tangan yang mengisyaratkan Elyana untuk kembali duduk.
"Periksa? Siapa yang mau diperiksa?" tanya Elyana dengan heran. Sama sekali tidak mengerti dengan ucapannya.
'Di sini, siapa yang sakit, sampai harus diperiksa oleh Dokter Fe
Di dalam kamar mandi, Elyana hilir mudik ke kanan dan ke kiri sambil memegang cangkir kecil berwarna bening. Ia ragu untuk menuruti permintaan David mengisi cangkir itu dengan urinnya."Jika sampai mereka menguji kehamilanku, itu biasa gawat. David dan Dokter Felix akan tahu bahwa aku sedang hamil. Haisshhh, bagaimana ini?" Elyana begitu gelisah memikirkan tentang hal itu.Ia tidak ingin orang lain tahu, ada bayi mungil di dalam perutnya. Itu akan menyulitkan dirinya dan bayinya.Tiba-tiba matanya menatap keran air yang ada di wastafel. Ide cemerlang pun seketika muncul di kepalanya."Kenapa tidak aku isi saja ini dengan air keran?" Elyana mengangkat cangkir kecil itu, menatapnya dengan penuh keyakinan."Agar David dan Dokter Felix tidak curiga, tinggal tambah sedikit urin, biar ada bau-baunya sedikit. Hihi!" Elyana tertawa kecil sambil menutup mutunya dengan tangan. Merasa senang, bahwa ide ini cukup bagus.Mungkin ketika diuji, tidak akan
Malam hari, suasana di Champ de Mars di tepi Sungai Seine—Paris—sangat ramai. Banyak orang yang datang hanya untuk melihat indahnya menara Eiffel di malam hari. Begitu juga dengan Arvan, Arani dan Daniel. Mereka bertiga datang untuk menikmati malam sambil melihat menara yang menjadi ikon global Prancis dan salah satu struktur terkenal di duna."Bagaimana dengan El? Apa dia sudah pulang?" tanya Arvan tiba-tiba. Ia duduk di meja restoran sambil menatap layar ponselnya, melihat dirinya sudah tidak bisa menghubungi Elyana karena diblokir.Arani dan Daniel yang sedang duduk di depannya, hanya menatap Arvan dengan heran."Mengapa malah bertanya pada kami?" tanya Arani sambil memasukkan sendok berisi makanan ke dalam mulut. Tidak terlalu perduli dengan ucapan pria itu. "Telepon saja Elyana, tanyakan, dia sudah pulang atau belum?""Tidak bisa!" jawab Arvan terlihat bingung. "El memblokir nomorku."Uhuk! Uhuk! Uhuk!Tiba-tiba Arani tersed
"Di perut ini sekarang ada bayi kecil," lirihnya dengan pelan. Mau menyesal pun sudah tidak ada gunanya lagi. Dirinya harus menerima bayi ini dengan hati gembira, tidak boleh menyesal ataupun marah.Ketika Elyana sedang melamun, terdengar suara ketukan pintu diiringi suara Arani, "El, cepatlah, Daniel sudah menunggumu di bawah.""Eh, ya!" Elyana menjawab panggilan Arani.Ia segera bergegas pergi keluar kamar, memasukkan kartu pipih itu ke dalam tasnya.Setelah berpamitan pada Arani, Arvan dan Elyana segera turun ke bawah untuk menemui Daniel di pintu masuk gedung apartemen.Ketika Elyana berjalan menghampiri Daniel yang saat ini sedang berdiri sambil bersandar di pintu mobil, tiba-tiba langkahnya terhenti.Ia mendengar Daniel sedang berbicara dengan seseorang di telepon. "Ya, sekarang, penerbangan jam satu siang. Masih ada waktu!"Teg!Tiba-tiba Elyana merasakan perasaan tidak enak. 'Apa Daniel yang menjadi mata-mata di sekitar
Mendengar permintaan lima menit dari David, Elyana segera meminta Arvan untuk masuk duluan ke dalam pesawat. Ia ingin mendengar, apa yang akan David katakan dengan waktu lima menit."Tapi, El!" ucap Arvan ragu. Ia masih berdiri di sana, menunggu Elyana ikut bersamanya masuk ke dalam pesawat."Aku tidak apa-apa, Kak! Temanku hanya butuh waktu lima menit saja untuk berbicara. Aku tidak akan terlambat!" balas Elyana, meyakinkan pria itu.David yang mendengar ucapan Elyana, segera menatap tajam ke arahnya dengan kening yang mengkerut. Tidak suka dengan kata "Temanku" yang diucapkan oleh wanita itu.'Apa aku hanya sebatas teman di hatinya?'"Baiklah! Aku duluan, ya!" ucap Arvan. Lalu ia pergi, meninggalkan Elyana dan David berdua di sana.Melihat David ada di hadapannya, Elyana jadi teringat sesuatu. Ia segera membuka tasnya dan mengambil kartu bank berwarna hitam milik David."Ini, milikmu! Sudah aku temukan!" ucap Elyana samb
Sore hari, Elyana terbangun di tempat tidur yang empuk. Ia membuka mata perlahan, menatap sekeliling ruangan yang nampak tidak asing di matanya."Sudah bangun?" ucap suara merdu seorang pria, yang kini sedang duduk di sofa sambil membuka laptopnya.David sedang mengerjakan beberapa pekerjaannya di rumah sambil menunggu wanita itu bangun."Eh!" Elyana terkejut mendengar pria itu ada di sana."Kenapa aku ada di kamarmu?" tanya Elyana seraya bangun dan duduk di atas tempat tidur. Ia merapikan rambutnya yang berantakan dan bersiap untuk turun dari atas tempat tidur.David menutup laptopnya, menyimpannya di meja, lalu berjalan menghampiri wanita itu."Ayo, makan dulu di bawah. Pelayan sudah menyiapkan makanan tanpa bawang, tanpa penyedap rasa, dan tanpa minyak berlebih untukmu. Pasti kau suka, tidak akan mual lagi," ucap David dengan tenang.Elyana yang masih duduk di atas tempat tidur, hanya mendongak menatap David dengan heran.'D
Elyana menatap David dan Felix silih berganti, dengan cepat ia menjawab, "Siapa lagi jika bukan pria baper sepertimu!" "Hah ... pria baper? Siapa pria baper?" Sebelum David berbicara lagi, terlihat Elyana beranjak pergi, masuk ke dalam rumah dan segera naik ke lantai atas. Meninggalkan David dan Felix begitu saja di luar. *** Tepat jam lima sore, David membawa Elyana ke klinik dokter diantar oleh Felix. Karena sudah membuat janji sebelumnya, Elyana diminta untuk segera masuk ke ruang periksa, tidak perlu mengambil nomor antrian lagi. Ketika Elyana berjalan masuk ke dalam ruang periksa, David pun mengikutinya dari belakang. "Kau mau pergi ke mana?" tanya Elyana sambil menoleh ke belakang, menatap David dengan heran. "Aku mau melihat bayiku. Apa tidak boleh?" "Hah???" Sebelum Elyana berbicara lagi, terdengar Felix berbicara, "Masuklah! Dokter sudah menunggumu." "David juga boleh ikut masuk! Karena kau adal
Di malam hari, Elyana tidur di sofa kamar David dengan mengubur diri di dalam selimut. Ia Enggan untuk tidur satu kasur dengan pria itu, karena mereka akan segera bercerai.Hingga di pagi hari, Elyana terbangun oleh suara ketukan pintu."Nona! Sarapan sudah siap! Bukankah pagi ini Anda harus makan obat dari dokter?" ucap pelayan Nike dengan suara keras—sengaja disuruh oleh David—untuk membangunkan Elyana hingga wanita itu benar-benar bangun dan sarapan."Nona!"Tok! Tok! Tok!Pelayan Nike memanggilnya lagi, membuat Elyana tidak tahan."Iya, aku bangun, sekarang!" Elyana segera menyibak selimut dan bangkit dari tidurnya. Ia duduk bersandar sambil menyadarkan dirinya untuk tidak tidur lagi.Ketika ia duduk di atas kasur empuk dan bersandar di kepala tempat tidur, tiba-tiba keningnya mengerut. Merasa ada yang aneh dengan ini."Mengapa aku tidur di kasur? Bukankah semalam aku tidur di sofa?""Apa aku mengigau, da
Malam ini, Elyana tidur sendiri di tempat tidur besar dan empuk milik David. Baru saja, pria itu menghubunginya dan memberitahu Elyana bahwa dirinya tidak akan pulang malam ini. Elyana diminta untuk segera tidur di tempat tidurnya, tidak perlu lagi tidur di sofa. Mendengar hal itu, Elyana tidak sungkan lagi, ia segera naik ke atas tempat tidur dan berbaring di sana. "Eemmhhh! Akhirnyaaaa ... aku bisa tidur sendiri di kasur ini!" Elyana berbaring di atas tempat tidur dengan bahagia, merentangkan kedua tangan dan kakinya dengan leluasa. Seolah, kasur itu adalah wilayahnya sendiri. Perlahan, matanya mulai terpejam. "Heeemhhh!" Dikira ... tidak adanya sang pemilik kamar, Elyana bisa tidur nyenyak di atas tempat tidur itu. Nyatanya ... ia malah tidak bisa tidur dan rasanya sangat gelisah. Elyana sudah menutup kedua matanya dengan rapat, namun tidak juga bisa tertidur lelap. Ia sudah berbalik ke kiri dan ke kanan, tetap saja tidak bi