"Cantik mau ini?" tanya Melisa begitu wanita itu berhasil merebut piring hidangan berisi ayam kecap yang diinginkan oleh Cantika. "Tante ambilin, ya?"Kiara melirik ke arah Melisa yang mulai bertingkah dan mengganggu di meja makan. Terlihat sekali kalau wanita itu ingin merebut peran yang seharusnya dimiliki oleh Kiara. Bahkan ia tak sungkan untuk menunjukkan dominasinya di hadapan semua orang padahal semua tahu kalau kehadirannya tidak diinginkan. "Cantik mau bagian apa ayamnya?" tanya Melisa sembari melempar senyum yang dibuat-buat. Bocah kecil yang diperlakukan bak putri raja itu melengos. Dia memang ingin makan ayam kecap, tapi bukan dari wanita yang selalu berusaha untuk mendekatinya. Gadis itu tahu betul kalau kebaikan Melisa tidak tulus. Dia hanya ingin menarik perhatiannya sehingga jalan untuk mendapatkan papanya semakin mulus.“Aku mau ayam dari Mama,” ucap Cantika tanpa mau melihat ke arah Melisa. “Tante aja yang ambilin, ya? Nih Tante kasih yang banyak buat kamu,” cetus
“Kiara, kamu ngapain di dapur?” Melinda menghampiri Kiara yang tengah sibuk mengumpulkan piring kotor. Kiara yang sedang fokus dengan piring-piring kotor bekas makan malam mereka sedikit berjengkit mendengar pertanyaan mama mertuanya yang tiba-tiba.“Mau cuci piring, Ma,” sahut Kiara.Melinda menatap menantunya dengan tatapan teduh. Lalu berjalan mendekat dan merebut piring kotor yang dipegang Kiara lalu meletakkannya di wastafel. Tak lupa wanita paruh baya yang masih terlihat cantik itu menggenggam tangan Kiara dan diarahkan ke bawah kran air. Membasuh kedua tangan menantunya dengan telaten dan tatapan teduhnya.Kiara sampai terpaku dengan perbuatan mama mertuanya. Selama ini dia terbiasa melakukannya ketika di rumah meskipun ada asisten rumah tangga yang bekerja. Kiara sengaja melatih diri untuk bisa melakukan pekerjaan rumah tangga sebagai bekal ketika menikah. Dan kini, justru dia mendapatkan mertua yang sangat baik. Membuat hati Kiara yang sempat koyak akibat kedatangan Melisa,
Pertengkaran Kiara dan Samudra sebelumnya membuat wanita berhijab itu menangis sepanjang malam. Kiara benar-benar sakit hati dengan sikap suaminya, begitu pula dengan tingkah Melisa yang tak mau menghargai posisinya sebagai istri Samudra. Meskipun sejak awal dia tahu pernikahan ini hanya sebatas keuntungan, tapi tetap saja melihat suaminya tampak biasa saja disentuh wanita lain menciptakan luka di dalam hatinya.Untuk meluapkan kesedihan dan kekecewaannya, Kiara hanya bisa menangis hingga mata wanita itu berubah sembab. Dia juga tak bisa tidur nyenyak sepanjang malam karena terus memikirkan Samudra dan Melisa. "Udah jam 04.00 pagi, ya?" gumam Kiara saat menatap jam yang menempel di dinding. Wanita itu benar-benar tak sadar sudah menguras air mata hingga pagi tiba.Wanita yang belum pernah dekat dengan lelaki sepanjang hidupnya itu segera mengusap wajahnya yang basah dan bergegas bangkit dari ranjang untuk memulai aktivitas. Saat melewati cermin rias, tak sengaja melihat pantulan waja
Wajah Tiara kembali muram setelah wanita itu berjumpa dengan Melisa. Model licik itu benar-benar pintar mengacaukan hati orang. Entah mengapa dia bisa menjadi artis terkenal padahal perangainya buruk dan tidak memiliki adab. Selain bermuka dua, dia Melisa juga pandai sekali memutarbalikkan fakta. Mungkin karena kepandaiannya beracting itulah dia bisa menjadi artis."Kok Mama diam aja?" tanya Cantika pada Kiara yang sejak tadi membungkam mulut selama dalam perjalanan menuju sekolah Cantika. Tidak seperti biasanya yang selalu menanggapi cerita Cantika. Bahkan terkadang keduanya akan melatih hafalan surat-surat pendek selama perjalan atau bahkan sambung ayat bersama. Namun kali ini mood Kiara benar-benar hancur sehingga kebiasaan baru itu tak ia lakukan."Kenapa, Sayang? Kamu butuh sesuatu?" tanya Kiara pada putri kecilnya yang duduk berboncengan dengannya."Kayaknya aku lupa bawa buku, deh," ujar Cantika.Kiaara mengernyit. Setiap pagi dia akan mengecek kembali barang bawaan putrinya. R
"Gimana kabar kamu sama suami kamu, Kiara? Kalian baik-baik aja, kan?" "Kia sama Mas Samudra baik-baik aja. Kami semua sehat," sahut Kiara. "Dokter ngomong apa aja? Kira-kira kapan Ayah boleh pulang?""Kata Dokter efek samping dari operasi enggak terlalu berbahaya. Tapi Dokter belum bisa mastiin kapan Ayah bisa pulang. Ayah masih butuh pengawasan ketat dari dokter pasca operasi. Ring jantung yang baru aja dipasang bisa bermasalah kapan aja, jadi Dokter belum bisa kasih izin atau pulang setelah operasi," terang ibu Kiara.Kiara manggut-manggut mendengarkan penjelasan dari ibunya. "Jadi, kemungkinan Ayah masih harus dirawat di sini agak lama?" tanya Kiara membuat kesimpulan."Kurang lebih begitu, Kiara," sahut sang ayah. "Dokter cuma mau mastiin Ayah baik-baik aja setelah operasi. Ayah yakin nggak akan ada masalah. Ayah pasti bisa pulih secepatnya."Kiara mengulas senyum tipis. Kiara dan kedua orang tuanya makin asik mengobrol hingga mereka lupa waktu. Beberapa hari tak bertemu membuat
Kiara kembali dibuat menangis karena perkataan menyakitkan yang diucapkan oleh Samudra. Kiara diomeli habis-habisan oleh Samudra karena wanita itu lupa menjemput Cantika di sekolah. Kiara sudah berusaha menjelaskan pada Samudra, tapi sayangnya Samudra tak mau mendengarkan Kiara.Karena masalah ini, hubungan Samudra dan Kiara pun makin berantakan. Sejak awal, Samudra sendiri memang tidak memberikan sambutan baik pada Kiara padahal dia sendiri yang meminta Kiara untuk menjadi istri. Bukan, lebih tepatnya memang untuk menjadi mamanya Cantika. Ditambah dengan masalah ini, pria itu pun makin membenci Kiara dan semua tingkah yang dilakukan Kiara."Kenapa semuanya malah jadi gini?" gerutu Kiara kesal pada dirinya sendiri. Kalau saja Kiara tidak ceroboh dan bisa menjemput Cantika tepat waktu, hubungannya dengan Samudra tidak akan makin rapuh seperti ini. Kiara terus menyalahkan dirinya sendiri yang tak bisa mengurus Cantika dengan baik hingga membuat Samudra kecewa.Wanita berhijab itu menyes
Suasana tegang mulai menyelimuti keadaan rumah Samudra. Melisa dan Kiara saat ini tengah bersitegang, membahas tentang jam tangan milik Melisa yang tiba-tiba hilang. Kiara menatap tak suka pada wanita yang dekat suaminya itu. Selain tidak punya adab ternyata dia juga suka fitnah. "Ngaku aja, Kiara! Kamu kan yang ambil jam aku?" Melisa masih terus memojokkan Kiara. Bahkan wanita itu sangat slyakin kalau Kiaralah yang mengambil jam tangan miliknya."Kenapa kamu begitu yakin kalau aku yang mengambilnya?Aku bahkan nggak tahu apa-apa soal barang-barang milik kamu. Aku nggak nyentuh barang kamu, dan aku juga nggak tahu apa aja yang ada di tas kamu," kilah Kiara berusaha menjelaskan.Wanita berhijab yang biasanya lemah lembut itu berubah tegas. Dia menatap Melisa tanpa gentar karena merasa bahwa dirinya memang tidak pernah mengambilnya. Jangankan mengambil, melihat seperti apa barang yang dimaksud saja tidak. Seperti apa modelnya, apa warnanya, apa merk-nya, dia juga sama sekali tak tahu. L
"Benar Cantik lihat sendiri tadi? Kapan Tante itu masukin jam tangannya ke baju Mama?" tanya Kiara pada Cantika."Tadi waktu aku lihat Tante itu nabrak Mama di dapur.""Apa maksud kamu, Melisa? Kamu sengaja nabrak aku supaya kamu bisa masukin jam tangan kamu ke baju aku?" sungut Kiara. "Kamu sengaja mau fitnah aku agar Mas Sam benci padaku? Pantas saja kamu ngotot nuduh aku pencurinya. Ternyata kamu sendiri yang naruh di bajuku!"Melisa mulai panik. "Sialan! Bocah itu ganggu banget sih!" gerutu Melisa dalam hati."Maksud kamu apa sih, Kiara? Kamu beneran percaya sama omongan anak kecil?" tanya Melisa. "Cantika itu masih polos. Anak-anak juga suka ngarang cerita, kan? Kamu percaya gitu aja sama kata-kata Cantik?""Aku nggak bohong!" seru Cantika."Cukup, Cantik!" tukas Samudra menghentikan ocehan bocah kecil itu. "Papa nggak suka kamu ngarang-ngarang cerita kayak gini cuma demi belain mama kamu!"Cantika membungkam mulut rapat-rapat. Cantika tak berani lag
"Ada apa ini?" Tiba-tiba sosok pria datang menghampiri mereka.Salah seorang pimpinan polisi menunjukkan surat perintah penangkapan. "Kami mendapat laporan penyekapan anak-anak di bawah umur di sini. Tolong kerjasamanya untuk tidak menghambat tugas kami." Pria bertubuh tegap dengan penampilan serba hitam itu sedikit menyunggingkan senyumnya. Pembawaannya sangat tenang meski ia tahu anak buahnya telah ditangkap dan anak-anak yang disekap ikut dibawa. Alih-alih panik karena rahasianya terbongkar, pria itu justru terlihat sangat santai. "Tidak ada penyekapan di sini. Mungkin anda salah info," ujarnya santai."Semua bukti-bukti sudah ada. Anda lebih baik ikut kami sekalian." Tanpa diduga, pria itu langsung naik ke mobil polisi tanpa membantah. Tentu saja hal itu menimbulkan tanda tanya bagi anak buahnya. Sedangkan para polisi tampak senang karena penangkapan tidak terlalu mendapatkan perlawanan. Terlebih mereka langsung mendapatkan pimpinannya tanpa drama yang berarti. Tanpa mereka tah
Sementara di rumah penyekapan terjadi kehebohan yang luar biasa. Setelah pamit mengantar Cantika, Kipli tak kunjung kembali. Salah seorang dari empat orang rekannya yang sedang santai setelah bosan bermain kartu akhirnya menyadari jika Kipli sudah terlalu lama ke belakang. Awalnya mereka bersikap masa bodoh, tapi setelah sekitar satu jam tidak kunjung kembali, mereka merasa ada yang janggal. "Hei, Anto! Coba Lo susul Kipli, cuma nganter boker aja sampai menahun. Jangan-jangan dimakan binatang buas lagi mereka!" ucap salah satu dari empat penjaga itu asal. Anto yang sejak tadi sudah mulai gelisah karena Kipli tak kunjung kembali seperti mendapat angin segar. Dadanya membuncah bahagia karena akhirnya dia memiliki kesempatan juga untuk kabur dari sana. Walau bagaimanapun, dia sama dengan Kipli. Menerima tawaran pekerjaan ini karena terdesak kebutuhan ekonomi. Ditambah lagi bayarannya cukup tinggi. Lama kelamaan Anto merasa ada yang salah dari profesinya ini. Dia merasa kasihan setiap
"Anggap saja gue sudah tidak punya utang Budi apapun lagi sama Lo!" jawabnya santai. Andai Samudra bukan lelaki yang tegas, dia pasti sudah menghambur ke pelukan pria berambut gondrong itu. Namun karena dia adalah pria dan tidak ingin menunjukkan kelemahannya, dia hanya tersenyum dengan tatapan yang menyiratkan rasa terima kasih yang teramat dalam.Setelah selesai memberi instruksi pada Jack, Samudra memilih untuk kembali ke kamar rawat putrinya. Dia ingin mendengar sendiri dari mulut putrinya bagaimana dia bisa mendadak tergeletak di pinggir jalan, tempat di mana dia ditemukan. Dengan sangat hati-hati lelaki bergelar ayah itu membuka pintu. Tatapannya langsung tertuju pada tiga wanita beda generasi yang sangat ia cintai. Hatinya merebak. Lalu tiba-tiba hatinya gerimis. Samudra melangkah masuk sembari mengusap sudut matanya diam-diam. Hampir saja pria ini frustasi saat sang buah hati tak kunjung ditemukan kemarin. Kini, melihat orang-orang yang dia cintai telah berkumpul membuat hat
"Ada apa?" tanya Kiara terus mendesak mereka. "Tidak apa-apa, Nyonya. Tuan sedang mengantar Nona kecil untuk tes laboratorium," ujar salah satu pria yang semuanya memiliki postur dan tinggi tubuh hampir serupa. "Apa yang terjadi? Apa sangat parah sampai harus di tes laboratorium?" Kiara tak bisa menyembunyikan kepanikannya. Sebelum bertemu langsung dengan putrinya, wanita yang dulu sempat menjadi seorang guru itu tidak bisa tenang. Pikirannya terus dihantui dengan hal-hal yang buruk mengenai buah hatinya. Meski Cantika bukan putri kandung bagi Kiara tapi dia sudah menganggap anak itu seperti anak kandungnya sendiri. Bahkan rasa cintanya pada sang anak melebihi cintanya pada diri sendiri. Suara langkah kaki yang mendekat membuat kepala Kiara spontan menoleh padanya. Di sana, di ujung lorong ia melihat Samudra mendorong kursi roda yang di atasnya duduk seorang gadis kecil dengan kepala menyandar ke belakang. Menunggu mereka sampai ke hadapan rasanya terlalu lama bagi Kiara sehingga
Cantika terus berlari dengan kaki kecilnya menyusuri hutan rimba yang cukup sepi. Meski dalam hati ketakutan dan ingin menangis tapi gadis kecil itu lebih takut lagi kalau kembali di rumah penyekapan. Nafasnya sudah mulai memburu padahal baru setengah jalan sebelum bertemu dengan jalan raya. "Apa Mama cantik takut." Melangkahkan kakinya yang kecil gadis itu terus meneriakkan nama papa dan mamanya sambil berderai air mata. Sementara di pelabuhan speed boat yang mengejar kapal yang diduga membawa Cantika sudah semakin dekat. Anak buah Samudra sebagian sudah melompat ke atas kapal dan baku hantam tak terelakkan. Cek yang memimpin pasukan memerintahkan anak buahnya untuk menggeledah kapal tersebut. Sementara dirinya melawan orang-orang yang masih tersisa. "Bagaimana?" tanya Jack ketika sudah bisa melumpuhkan musuh."Tidak ada, Bos. Nona muda tidak ada di manapun!' sahur salah satu anak buahnya yang sudah mencari ke semua penjuru kapal. "Tapi ... saya menemukan ini, Bos!" lanjutnya sera
"Lo lihat wajah polos anak-anak itu? Bayangkan kalau salah satu diantara mereka adalah anak kita. Apa Lo nggak merasa kasihan? Hari ini kita menculik anak orang lain, bagaimana kalau suatu saat anak kita yang jadi korbannya?" bisik pria yang sudah mulai sadar akan perbuatannya itu. Sedangkan pria bernama Anto yang sejak tadi berusaha untuk tetap terjaga karena kantuk yang menyerang mulai goyah dengan ucapan temannya. Dia juga memiliki anak-anak seusia mereka. Bahkan anaknya kembar dan baru kelas 2 SD. Demi mereka dia rela melakoni pekerjaan haram ini. Namun tak pernah terpikir dalam benaknya suatu ketika anak yang di perjuangkan hidupnya akan bernasib sama dengan anak-anak ini.Tatapan Anto jatuh pada Cantika yang tampak lemas. Gadis kecil itu terus merengek dan tidak mau makan sehingga kehilangan banyak tenaga. Mendadak rasa kasihan menyusup ke dalam relung jiwanya. Wajah Cantika berubah seperti wajah anaknya yang tengah menangis minta tolong. Entah karena efek kantuk yang menggelay
"Mas, coba lacak lewat GPS. Tadi pagi Cantik memakai jam tangan yang sudah dipasang GPS," usul Kiara. Samudra sendiri baru sadar jika dia telah menasang alat pelacak di jam tangan dan sepatu Cantika. Karena kalut dia sampai lupa hal sepenting ini. Seketika harapannya terbit. Dengan alat pelacak itu, dia bisa menemukan posisi sang buah hati saat ini. Lelaki itu segera menyalakan smartwatch yang dipakainya. Ia membuka aplikasi untuk melacak keberadaan putrinya. Kedua alis lelaki bergelar ayah itu tertaut ketika melihat titik ordinat keberadaan putrinya. "Aku ikut, Mas!" Kiara tak bisa berdiam diri menunggu kabar sementara putri kesayangannya dalam bahaya."Sayang, kamu tunggu di rumah. Misi penyelamatan ini cukup berbahaya, Sayang." Samudra berusaha membujuk sang istri yang tetap kekeh ingin ikut. Pria yang masih memakai jas lengkap itu menatap mata sendu wanita yang ia cintai dengan tatapan yang meyakinkan. Dia tak ingin keselamatan Kiara terancam. Di saat Cantika, putri semata way
"Cantik kan sudah bilang jangan ikuti Cantik! Cantik sudah besar, sudah berani ke kamar mandi sendiri!" tolaknya.Setelah mengatakan itu langsung berlari menuju ke kamar mandi siswa yang berada di sebelah kanan gedung sekolah ini. Pengasuh dan bodyguard itu akhirnya mengalah pada nona mudanya daripada mendapat amukan sang majikan. Mereka juga berpikir ini masih di lingkungan sekolah jadi tidak mungkin ada orang asing yang bisa masuk ke area sekolah terlebih di gerbang ada penjaga. Lima menit, sepuluh menit, sampai lima belas menit Cantika tak kunjung kembali. Pengasuh dan pengawal mulai gelisah. Seharusnya kalau hanya buang air kecil Cantika sudah kembali. Tanpa dikomando, dua orang yang sama-sama dipekerjakan untuk menjaga Cantika itu bergerak cepat menuju ke kamar mandi siswa. Satu per satu bilik dibuka tapi tak ada tanda-tanda keberadaan seseorang di sana. "Non! Non Cantik!" panggil bibik panik. Namun tak ada sahutan dari sana. "Bagaimana ini, Non Cantik tidak ada di manapun!" u
Tanpa menunggu matahari terbit malam itu juga semua tim dikerahkan untuk menyisir parkiran kantor. Terdapat dipungkiri jika kehadiran Melisa kembali membuat hidup Samudra tidak tenang. Samudra hanya memantau dari rumah karena khawatir istrinya akan mencari jika tiba-tiba wanita yang dicintainya itu terbangun seperti biasa. Jarum jam sudah menunjukkan pukul 2 dini hari. Samudra duduk di sofa kamarnya sambil terus memantau ponselnya. Yaitu terus berkomunikasi dengan kepala tim yang diterjunkan untuk menyisir parkiran kantor. Sudah satu setengah jam pria berhitung mancing itu menunggu kabar tapi anak buahnya belum ada satupun yang memberikan kabar padanya. Tiara merasa tiba-tiba tenggorokannya kering sehingga membuatnya terbangun untuk minum. Namun ia merasakan tempat tidur di sebelahnya. Wanita itu membuka mata lalu mencari sosok suaminya. Sepasang mata Kiara menyipit tatkala melihat siluet pria sedang duduk di sofa dalam kamarnya. Tanpa perlu menajamkan matanya pun wanita itu tahu si