"Bagaimana keadaannya, Dok?"
"Setidaknya ada kemajuan, Tuan."Langit menatap Mahendra dengan tatapan dingin. Sangat tak disangka, ternyata papa tirinya masih mempunyai keinginan untuk hidup. Padahal dia selalu berdoa agar Mahendra cepat mati."Bagus," katanya dengan suara tajam. "Selain aku, apa ada orang lain yang datang menjenguknya?""Ada seorang wanita muda yang datang menjenguknya, Tuan. Bahkan wanita itu juga yang melunasi tagihan Tuan Mahendra."Langit bisa menebak kalau wanita yang dokter maksud itu pasti Leta. Mengingat cek itu, membuatnya tersenyum menyeringai.'Masih ada cara lain untuk menghancurkanmu, Tuan Mahendra. Okelah Anda masih bisa hidup, tapi lihat saja, aku akan membuat hidupmu seperti berada di neraka,' batin pria itu dengan senyum licik."Apa dia sering datang ke sini?" tanya Langit lagi.Dokter itu tampak terdiam sejenak, kemudian menggeleng pelan. "Tidak, Tuan. Dia jarang menjenguk. Itupun kalau tidak karena pihak rumah sakit yang menghubunginya terlebih dahulu, dia tidak akan datang."'Menarik.'"Apa Anda mempunyai nomor wanita itu yang bisa dihubungi?""Ada, Tuan.""Bisa minta nomor teleponnya?" tanya Langit lagi.Ya, semenjak Leta memutuskan untuk menikah dengan papanya, nomor wanita itu sudah tak bisa dihubungi lagi. Leta benar-benar berniat menjauhinya, atau bahasa kasarnya ingin melupakannya."Bisa, Tuan." Dokter itu tampak mengecek ponselnya, kemudian menyodorkannya pada Langit, "ini, Tuan."Langit mengetik nomor ponsel Leta dengan cepat, kemudian dia mengembalikan ponsel dokter itu."Terima kasih.""Sama-sama, Tuan.""Anda boleh pergi dari sini, aku ingin mengobrol dengan dia," usir Langit."Baik, Tuan."Setelah melihat dokter itu pergi, barulah Langit mendekati papanya yang saat ini tak berdaya itu."Kenapa Anda tidak mati saja, Tuan Mahendra?" lirih Langit. "Padahal aku sangat berharap hal itu, loh. Tuan Mahendra, mungkin Anda telah berhasil menikahi kekasihku, tapi sayangnya kenapa nasibmu jadi seperti ini? Apa Anda tidak takut kalau Leta pergi ke lain hati? Oh, tapi Anda tenang saja, aku yang akan menggantikan peran Anda sebagai suami. Gimana? Aku baik hati, kan? Padahal kalian udah jahat banget loh sama aku, tega khianati aku, tapi aku masih berbesar hati untuk menggantikanmu sebagai peran suami. Oh ya, satu lagi, selain jadi pengganti peran suami, aku juga yang akan mengelola perusahaanmu, bukan hanya itu saja, aku akan pindah alihkan perusahaanmu itu menjadi milikku. Aku baik banget, kan?" kata pria itu lagi seraya terkekeh pelan.Lalu raut wajah Langit berubah menjadi serius. "Kutunggu kesembuhanmu, Tuan Mahendra. Aku pastikan setelah kamu bangun nanti kamu tidak mempunyai satu pun yang saat ini kamu miliki. Tapi aku sangat berharap, lebih baik kamu tidak pernah bangun saja, daripada harus menyaksikan kenyataan pahit, lebih pahit dari apa yang aku rasakan." Tangan pria itu mengepal erat.***"Kau sudah menggunakan cek itu, kan?" tanya Langit tanpa basa-basi.Leta tertunduk, tak berani menjawab."Itu artinya kamu sudah memikirkan apa yang aku tawarkan. Jadi di antara dua pilihan yang aku kasih, kamu pilih yang mana?" tanya Langit lagi."Langit, aku ... maaf, aku nggak bisa pilih salah satu yang kamu inginkan," sahut Leta pelan.Langit tertawa sinis. "Jadi kamu nggak mau pilih salah satu? Terus kamu memilih dua-duanya begitu? Dasar maruk!" sarkas pria itu.Leta menggeleng. "Bukan, aku tidak ingin memilih keduanya juga. Maaf, biar bagaimana pun saat ini aku adalah istri papamu, jadi bersikap sopan lah padaku."Lagi-lagi Langit tertawa, jenis tawa meremehkan."Istri papamu? Maaf, sayangnya aku tak menganggapmu seperti itu, jangan terlalu percaya diri, Leta. Jangan kamu pikir setelah kamu menikah dengan Mahendra, aku juga harus patuh padamu.""Dia papamu, Langit.""Lalu?""Masa kamu tega melakukan hal itu padanya? Memberikan dana untuk biaya rumah sakitnya saja kamu merasa keberatan? Kenapa kamu jahat sekali, Langit?" tanya Leta tak habis pikir."Aku jahat? Nggak kebalik ya?" Langit mencondongkan tubuhnya ke arah Leta, membuat wanita itu langsung menghindar. "Harusnya aku yang bicara seperti itu pada kalian. Di sini kalian lah yang jahat sama aku. Di sini yang sebenarnya hancur itu aku, Let. Bukan kamu dan juga Mahendra!" bentak Langit.Leta memejamkan matanya, dia begitu ketakutan mendengar suara Langit yang begitu keras. Langit yang dia kenal benar-benar sudah berubah."Aku minta maaf," lirih wanita itu."Maaf nggak bisa mengembalikan semuanya kembali seperti semula, Let." Suara Langit terdengar frustrasi."Aku tahu itu, Langit. Tapi aku nggak bisa apa-apa selain bisa ngucapin kata maaf.""Kata siapa nggak bisa? Kamu sudah menggunakan uangku, jadi kamu harus membayar semua itu!" Ekspresi Langit berubah menjadi senyuman menakutkan."Aku sudah bilang kalau aku nggak bisa.""Begitu ya? Oke kalau kamu nggak mau. Jangan kaget dengan apa yang terjadi selanjutnya."Leta menatap pria itu dengan ragu, dia yakin pasti Langit akan merencanakan sesuatu."Apa yang mau kamu lakukan?""Kamu tahu apa penyebab Mahendra kecelakaan?"Leta menggeleng pelan, dia memang tidak tahu hal itu. Menurutnya itu semua sudah takdir, yang siapapun tak bisa memprediksi."Yang pasti itu sebuah kesengajaan. Seseorang telah merencanakan rencana jahat itu jauh-jauh hari," sahut pria itu enteng."Maksud kamu?""Aku yakin banyak yang menebak kalau dalang dari semua ini adalah kamu, Leta.""Bagaimana mungkin. Aku aja sama sekali tidak tahu penyebab kecelakaan itu. Kamu jangan menuduh orang sembarangan, Langit!" bantah Leta."Ya kamu bayangin aja. Kenapa begitu kalian selesai menikah, lalu tiba-tiba Mahendra kecelakaan? Pasti banyak orang yang berpikir bahwa kamu yang sudah melakukan hal licik itu. Lagian, kamu dan Mahendra umurnya berbeda sangat jauh, mana mungkin kamu mau menerima begitu saja, kan?""Aku menikah dengan dia memang karena suatu alasan, tapi alasanku itu sama sekali nggak ada di dalam pikiran kotormu itu. Bagaimana orang-orang bisa menyimpulkan seperti itu, sedangkan kami menikah saja secara tertutup. Kamu aneh, Langit.""Yap, dari situlah aku sangat yakin kalau kamu pelaku sebenarnya, Leta. Semua sudah sangat jelas, kamulah yang membuat Mahendra kecelakaan. Sebenarnya apa tujuan kamu melakukan seperti itu? Atau jangan-jangan kamu hanya ingin kekayaannya saja?""Lebih baik kamu diam saja kalau tidak tahu apa-apa, Langit."Leta beranjak pergi dari situ, baru beberapa langkah Langit kembali berbicara, membuat Leta menghentikan langkahnya."Aku akan memproses semua ini, Let. Aku akan melaporkanmu ke polisi. Tapi kalau kamu tidak mau masuk penjara, kamu bisa pilih salah satu apa yang aku tawarkan."Leta memutar tubuhnya menghadap ke arah Langit, dia tak habis pikir dengan jalan pikiran pria itu."Kamu gila, Langit!" cerca wanita itu.Sementara Langit hanya mengedikkan bahunya acuh. Pria itu berdiri dari duduknya, mendekati Leta, wanita yang dulu sangat ia cintai. "Aku tunggu sampai besok, datanglah ke rumahku kalau kamu menyetujui syarat yang aku kasih. Kalau tidak ... tunggu saja akibatnya."Leta tampak gusar, pikirannya terus mengarah ke Langit. Bagaimana mungkin pria itu bisa berpikir bahwa dirinyalah yang mengakibatkan Mahendra kecelakaan.[Kayaknya seru juga kalau sampai ibu kamu tahu yang sebenarnya. Leta, anak perempuannya menikah dengan seorang lelaki tua. Aku jadi penasaran bagaimana reaksi dia.]Leta mencengkeram erat ponselnya itu ketika habis membaca pesan yang dikirim oleh Langit."Kali ini apa lagi, Langit? Setelah membuat persyaratan yang nggak masuk akal, sekarang kamu malah mengancamku," lirih wanita itu.[Tidak membalas pesanku berarti kamu sangat setuju dengan usulku.]"Arrgghhhh!" Leta berteriak kencang. Pikirannya kali ini benar-benar buntu. "Aku harus bagaimana sekarang? Kenapa semuanya makin rumit. Aku pikir menikah dengan dia semua masalah bisa teratasi, nyatanya malah beban yang aku pikul semakin besar."Tok ... tok ... tok ..."Leta, kamu nggak apa-apa, kan, Nak?"Leta terkesiap, dia buru-buru membuka pintu kamarnya ketika mendengar suara ibunya.
Leta menangis sejadi-jadinya di bawah guyuran air shower. Wanita itu merasa jijik dengan tubuhnya sendiri.Beberapa kali dia menggosok bagian tubuhnya yang usai dicumbu oleh Langit. Beberapa kali digosok bukannya menghilang tapi yang ada tubuhnya malah semakin sakit. Kulit tubuhnya tampak kemerahan bahkan ada juga yang sudah terluka. Namun, semua itu tak sebanding dengan rasa sakit hatinya.Leta masih ingat betul bagaimana Langit terus saja mencacinya ketika pria itu berada di atas tubuhnya."Kau memang wanita menjijikkan, Leta. Kau sungguh wanita murahan. Lihatlah dirimu, bahkan ketika aku menidurimu, kamu sama sekali tak berkutik, kamu hanya pasrah. Dulu, ketika kita masih pacaran aku sangat menyesal karena selalu mendengar kata-katamu untuk tidak menyentuhmu. Tapi kali ini aku sangat bersyukur karena ternyata akulah pria pertama yang menidurimu, hahahaha.""Arrgghhhh!" Leta berteriak kencang ketika bayangan Langit terus saja menghantuinya.Ucapan kasar Langit terus terngiang di tel
Leta tampak berjalan mengendap-endap dari pintu belakang. Ia sangat berharap jika aksinya itu tidak diketahui oleh ibunya. Namun, semua itu hanya hayalan semata. Baru saja dia membuka pintu belakang, dia memejamkan mata ketika melihat ada yang menjulang tinggi tepat di hadapannya."Ibu, hehehe. Ibu ngapain di sini?" tanya Leta kikuk."Harusnya Ibu yang tanya, kenapa baru pulang sekarang? Kenapa pulangnya lewat pintu belakang? Bukankah pintu depan terbuka lebar?"Serentetan pertanyaan ibunya membuat Leta menelan salivanya dengan susah payah."A--aku mau--""Langit dari tadi nungguin kamu, tapi kamu malah mau menghindar dari dia? Di mana letak sopan santunmu itu, Ibu sama sekali tak pernah mengajari kamu seperti itu.""Maaf, Bu. Aku akan segera menemui Langit. Tapi, Bu, aku masih belum mandi, aku malu kalau ketemu sama dia tapi penampilanku seperti ini.""Nggak usah alasan. Biasanya kalau Langit ke sini bahkan kamu baru bangun tidur aja langsung nemuin dia. Cepat lewat pintu depan. Sege
"Apa yang sedang kalian lakukan?"Langit menggeram kesal, dia menoleh ke arah pintu, matanya mendelik tajam ketika melihat seorang pria memakai jas putih tengah menatap ke arah mereka."Sedang main-main," jawab Langit acuh. Pria itu menatap ke arah Leta, yang saat ini penampilannya begitu acak-acakan, "cepat rapikan dirimu, kita pindah ke tempat lain.""Langit, aku nggak--""Apa? Kamu mau melawanku lagi? Ya sudah, lebih baik kita lakukan di sini saja. Kayaknya seru juga karena disaksikan oleh papaku dan dokter. Bukan begitu Pak Dokter?" ujar Langit seraya melepaskan sabuknya.Mata Leta membulat sempurna karena ucapan Langit, ditambah lagi ketika melihat Langit akan melepaskan celananya. Buru-buru wanita itu mencegahnya."Apa yang kamu lakukan, Langit? Jangan gila! Sebaiknya kita pergi dari sini.""Bagus! Itulah yang dari tadi aku harapkan, tetapi kamu selalu mengulur waktu. Pak Dokter, tolong periksa keadaan papaku ya, takutnya malah lebih buruk dari yang sebelumnya. Oh ya, apa Pak Do
Mata Leta perlahan terbuka, ia menatap langit-langit kamar itu dengan samar. Beberapa kali wanita itu mengerjapkan matanya, setelah nyawanya benar-benar terkumpul dia langsung terduduk."Aku di mana?" lirih wanita itu. Ya, dia sudah sadar kalau ini bukanlah tempat tidurnya.Leta mengingat kejadian tadi malam secara perlahan-lahan, tak lama setelah itu dia menutupi mulutnya menggunakan kedua tangannya. Leta langsung menoleh ke samping tempat tidurnya, dan benar saja ada seorang pria yang sedang tidur begitu pulasnya.Leta menggosok-gosok badannya karena merasa kedinginan, detik kemudian matanya membulat sempurna karena tak ada satu pun pakaian yang melekat pada tubuhnya."Astaga! Apa yang kami lakukan semalam. Kenapa aku harus melakukan kesalahan lagi," ucap Leta pelan."Kamu bisa diam nggak sih. Aku lagi tidur, bisakan nggak usah berisik?" omel pria itu dengan mata masih terpejam."Maaf.""Aish! Lebih baik kamu pulang saja," usirnya kemudian."Iya, tapi ... bolehkah aku meminjam bajum
"Nggak ada.""Bohong.""Bener, Bu. Aku nggak ada sembunyiin apa-apa dari Ibu."Tika menghela napas berat. "Ibu tahu kalau kamu lagi bohong."Leta terdiam cukup lama, berpikir jawaban apa yang tepat untuk ibunya."Sebenarnya aku lagi bingung, Bu. Aku sama Langit pacaran udah cukup lama, tapi hubungan kami masih stuck di situ-situ aja," bohong Leta."Apa Langit sama sekali belum pernah membahas untuk ke jenjang yang lebih serius, Let?" tanya Tika penasaran."Dulu sudah, tapi aku yang selalu mengulur waktu. Ditambah lagi dengan keadaan papanya sekarang, pasti itu yang membuatnya terpukul. Aku nggak mau tanya-tanya soal itu, Bu. Saat ini dia lagi fokus pada kesembuhan papanya. Kita doakan saja semoga papanya segera pulih seperti sedia kala." Lagi dan lagi Leta membohongi ibunya.Entah sampai kapan dia akan seperti ini, setidaknya biarkan saja dulu. Suatu saat ia berjanji akan memberitahukan semuanya pada ibunya secara pelan-pelan."Amin. Nanti biar Ibu aja yang bilang ke Langit tentang hu
Usai mendengar perkataan Langit yang begitu kejam, Leta langsung membelakangi pria itu. Menatap ke bawah, melihat pakaiannya berserakan di dekat kakinya.Mata wanita itu berkaca-kaca, sekali mengedipkan mata saja pasti air matanya akan keluar. Namun, sekuat tenaga ia tahan.Buru-buru dia memunguti pakaiannya itu dengan tangan gemetar.Sudah sering kali dia dipermalukan oleh Langit, tapi untuk kali ini ucapan Langit menurutnya sangat menyakitkan."Siapa yang menyuruhmu memunguti pakaian itu?""Kamu sendiri yang bilang kalau tubuhku ini terlalu murah untuk orang sepertimu," sahut Leta dengan suara gemetar."Aku memang bicara seperti itu, tapi aku tidak menyuruhmu untuk memakai pakaianmu," tandas Langit.Leta menghela napas berat. "Sebenarnya mau kamu itu apa, Langit?""Menghukum kamu," ucap pria itu gamblang."Perlakuanmu saja sudah sangat menghukumku, apalagi yang kamu inginkan dariku?""Membuatmu menderita, itulah yang aku inginkan. Seperti itulah aku menderita karena dirimu. Aku tida
"Cepat woi, kalau lama nanti aku tinggal nih," ancam Sisi dari ujung sana."Iya, iya. Sabar dulu, aku lagi siap-siap nih. Jangan bikin aku gugup dong, nanti aku lupa apa-apa aja yang mau dibawa," sahut Leta sambil memasukkan baju-bajunya ke dalam koper. "Duh, apalagi ya yang aku bawa.""Nggak usah bawa banyak-banyak kali, Let. Kita cuma mau liburan bukan pindah," peringat Sisi."Aish! Apa salahnya kalau aku ingin menikmati masa liburanku, Si. Udah ya, aku mau otw ini. Sampai ketemu nanti." Leta langsung mematikan sambungan teleponnya.Leta tersenyum puas ketika melihat barang-barangnya sudah siap. Dia pun langsung merapikan dirinya lalu keluar dari kamarnya.Wanita itu terkejut ketika membuka pintu, ibunya berdiri tepat di depan pintunya."Ibu kenapa berdiri di sini? Ngagetin aja," ucap Leta seraya mengusap dada."Kamu jadi pergi?" Bukannya menjawab, Tika malah balik bertanya.Leta mengangguk. "Jadi, ini udah siap-siap tinggal berangkat. Kenapa, Bu?"Tika tampak terlihat resah dengan