Ambisi, satu kata yang mewakili pria yang bernama Langit Mandratama. Baik dalam bisnis maupun urusan pribadi, Langit selalu mendapatkan apa yang dia inginkan. Termasuk wanita yang bernama Aleta Dewi Wulansari, istri muda papanya, yang notabenenya adalah mantan kekasihnya. Langit bertekad ingin kembali merebut wanita itu. Apa pun caranya. "Aku akan membantumu, dengan 2 pilihan. Menikah denganku, atau tidur denganku." Sejak saat itu, kehidupan Leta yang mulanya hancur, kini semakin hancur.
Lihat lebih banyak"Apa adegan laki-laki menabrak Leta adalah skenario kamu?" tanya Langit sinis.David terdiam cukup lama, lebih tepatnya dia tercengang dengan pertanyaan Langit. Pasalnya, tiba-tiba saja pria itu membuka pintu mobil dan menutupnya begitu kencang, sudah bisa David pastikan kalau mood Langit sedang dalam keadaan buruk.Terbukti dari nada bicaranya yang sangat tidak enak didengar."Maksud Anda apa, Pak?" tanya David tak paham."Halah! Sudahlah!" sentak pria itu.David menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Apa telah terjadi sesuatu?"Pertanyaan lirih itu membuat mata Langit melotot."Tadi Leta dipeluk oleh seorang laki-laki, aku yakin pasti itu salah satu dari skenario kamu, kan?"David menggeleng dengan cepat."Saya tidak ada membuat rencana seperti itu, Pak," bantahnya."Lalu?""Saya tidak mengerti, bisa jadi itu di luar dugaan kita.""Omong kosong!" bentak Langit. "Gara-gara aku melihat itu, aku sudah tidak mood lagi untuk bertemu dengan Leta. Arggghhhh, sial! Harusnya itu adalah momen
"Iya, Si. Ini aku lagi di jalan mau pergi cek kesehatan. Tumben nelepon, kenapa?"Ketika Leta sedang perjalanan menuju ke puskesmas, tiba-tiba saja ponselnya berdering, dan ternyata Sisi lah yang menghubunginya."Eh, begitu ya? Berarti aku ganggu kamu dong. Sorry ya, omong-omong kamu pergi naik apa, Let? Kok berisik banget?" tanya Sisi dari ujung sana."Naik ojek, Si. Nanti lagi kita sambung obrolannya ya, suara kamu nggak jelas, aku matiin teleponnya."Belum mendapat sahutan dari Sisi, Leta sudah memutuskan sambungan teleponnya secara sepihak."Maaf ya, Pak," ujar Leta, meminta maaf pada tukang ojek itu, takutnya mengganggu konsentrasinya."Nggak apa-apa, Mbak. Santai aja."Setelah itu tidak ada lagi obrolan di antara mereka berdua.Sementara di tempat lain, Langit tampak berjalan dengan mondar-mandir, pria itu terlihat begitu gelisah. Sepertinya tengah mencemaskan keadaan Leta."Kamu ini gimana sih, kenapa biarkan dia naik ojek? Nanti kalau dia kenapa-kenapa gimana?" omel pria itu p
"Kamu yakin sama keputusanmu itu, Let?" tanya Tika memastikan.Leta mengangguk dengan mantap. "Iya, Bu. Maaf kalau keputusanku membuat Ibu dan juga Abang kurang berkenan."Reaksi Tika sungguh berbeda dari Satria. Ibunya malah tersenyum tulus, seolah-olah memahami apa yang saat ini sedang Leta pikirkan."Ibu ngerti kok, ngerti banget kamu itu maunya gimana. Kita ini sama-sama wanita, jadi Ibu paham dengan apa yang kamu rasakan. Kamu ingin hidup mandiri, kan? Kamu nggak mau ngerepotin Ibu sama Abang, kan? Nggak apa-apa, Ibu ngerti. Malah bagus kalau kamu mikirnya seperti itu, itu artinya kamu mempunyai rasa tanggung jawab yang tinggi. Naluri Ibu untuk melindungi dan bertanggung jawab pada anak, sepertinya sudah tertanam di lubuk hati kamu. Ibu sih setuju-setuju aja dengan keputusan kamu, tapi ... ada tapinya loh ya, kalau kamu butuh sesuatu langsung hubungi Ibu kalah nggak hubungi Abang. Kehamilan kamu itu udah besar, Ibu khawatir kalau kamu kenapa-kenapa nggak ada yang nolongin. Namany
"Kau sudah menyiapkan semuanya, David?""Sudah, Pak. Saya juga sudah bekerja sama dengan orang-orang yang ada di sana, mereka nantinya yang akan membantu berjalannya rencana, Pak."Langit tampak manggut-manggut. "Aku harap Leta tidak terkejut dengan kehadiranku."Pria itu tiba-tiba mendesah berat. "Kira-kira apa dia masih membenciku?""Mungkin, diawal pertemuan agak sedikit tidak berjalan sesuai rencana kita, Pak, tapi saya yakin kalau Anda selalu berusaha pasti Leta akan luluh juga.""Ya, kamu benar." Langit kembali manggut-manggut. "Tujuanku hanya untuk membangun kembali lagi kepercayaan Leta, urusan keluarganya itu belakangan.""Tapi, Pak, saya kurang setuju dengan kalimat yang Anda katakan barusan, karena pada intinya yang harus Anda luluhkan adalah abangnya. Dari awal abangnya yang selalu kekeh ingin memisahkan Anda dan juga Leta.""Ah, si pria berengsek itu," gerutu Langit. "Padahal dia sama berengseknya seperti diriku. Tapi mungkin dialah yang pantas disebut berengsek, karena r
"Iya nih, aku mulai bosan di rumah. Apa aku cari kerja aja ya, Si? Lagian nggak enak juga ternyata jadi pengangguran. Aku tuh juga sebenarnya kasihan juga sama abangku, dia rela berangkat pagi ketemu pagi, rela nahan buat beli rokok, cuma buat aku. Kadang aku juga diam-diam sering nguping kalau dia ngeluh ke ibu aku. Wajar sih namanya juga manusia. Aku yakin sih kalau hidupnya juga tertekan menghidupi aku juga. Pasti dia merasa serba salah juga," curhat Leta.Saat ini dia sedang berkomunikasi dengan Sisi melalui telepon."Yang sabar aja. Lagian semua ini juga kemauan abang kamu. Dulu udah pernah aku ingetin loh, tapi dianya aja yang ngeyel.""Maksudnya diingetin gimana?" tanya Leta tak paham. Dia meringis pelan karena mendapat pergerakan kecil dari dalam perutnya."Aku udah tanya dia berkali-kali, emangnya sanggup biayain sendiri? Seumur hidup loh, terus yang dibiayain nggak cuma satu, tapi dua juga. Kenapa nggak disuruh tanggung jawab aja bapaknya? Eh malah dianya yang nyolot. Pokokn
"Lagi?"Kepala Leta celingukan ke sana-kemari sepertinya sedang mencari seseorang.Ini sudah ketiga kalinya ada yang mengetuk pintu rumahnya, tapi ketika pintu itu dibuka, orang yang mengetuk pintu itu sudah tidak ada, dan berakhir meninggalkan makanan di kenop pintu itu.Sama seperti sebelumnya, pasti isinya selalu makanan yang bergizi dan juga vitamin ibu hamil."Sebenarnya siapa sih yang jahil kayak gini?" gerutu Leta.Bukannya kurang bersyukur karena dikasih makanan gratis seperti ini, dia malah sangat terbantu, akan tetapi dia juga penasaran siapa yang suka memberi makanan ini secara cuma-cuma.Awalnya dia mengira abangnya yang membelikan itu, sayangnya langsung dibantah, lalu Leta juga menanyakan pada ibunya, dan jawabannya juga ibunya sama sekali tidak tahu menahu hal itu. Jelas saja membuat Leta semakin penasaran."Eh ada Leta, tumben duduk di teras, biasanya nggak mau keluar-keluar rumah," tegur Bu Marni."Iya, Bu. Lagi pengen cari angin segar di luar. Ibu baru pulang?" tanya
"Bagaimana? Apa makanan itu sudah sampai di tangan dia?" David mengangguk dengan sopan. "Sudah, Pak. Saya sendiri yang menyaksikan jika dia sendiri yang menerimanya."Langit tampak manggut-manggut."Apakah hidupnya selama ini tidak baik? Kamu lihat sendiri, 'kan? Dia itu tampak kurus. Dulu, waktu awal-awal kehamilan dia juga susah sekali untuk makan, kalau tidak dipaksa pasti tidak akan makan. Bagaimana dengan keluarganya? Apa mereka tidak mengurusnya dengan baik?" tanya Langit panjang lebar. Kentara sekali kalau pria itu begitu resah. "Lalu bagaimana dengan bayi yang ada dikandungannya? Apa dia juga baik-baik saja?" gumam pria itu lagi.David diam saja, dia tak berani menjawab karena pada dasarnya dia memang tidak tahu menahu tentang hal ini."Bagaimana caranya aku bisa bertemu dengannya?" tanya Langit lagi.Sebenarnya kalau saja Langit mengikuti egonya, bisa saja detik ini dia bertemu dengan Leta, sayangnya pria itu harus mati-matian menahan diri, dia tidak ingin membuat Leta semak
Saat ini.Beberapa bulan kemudian.Leta berkali-kali menghela napas berat, sepertinya dia kurang nyaman berada di tempat ini.Ya, setelah beberapa bulan yang lalu dia pindah ke kota ini, dia merasa begitu kesepian.Ibunya sibuk berjualan, dan abangnya juga demikian, apalagi kalau tidak bekerja. Sebenarnya Leta ingin sekali membantu ibunya, hanya saja Tika selalu saja menolak.Ibu Leta selalu mengatakan kalau Leta harus menjaga kesehatan. Leta akui memang akhir-akhir ini kondisinya kurang membaik.Wanita itu menundukkan pandangannya, dia tersenyum kecil seraya mengusap perutnya sudah sudah tampak membesar."Hei, kamu sedang apa?" tanya Leta dengan suara lirih. "Pasti lagi tidur ya, kok tumben dari tadi nggak gerak-gerak?" gumam wanita itu melanjutkan.Pergerakan tangannya pun melambat ketika dia mengingat sesuatu, sesuatu yang mungkin mustahil untuk dilupakan.Mungkin, bibirnya selalu mengucapkan dia tidak ingin mengingat masa lalu. Namun, bagaimana dengan hatinya? Nyatanya sangat suli
"Ingat, tabrak dia, tapi jangan sampai dia meninggal.""Untuk itu saya tidak bisa memastikan, nyawa seseorang hanya Tuhan yang menentukan."Mahendra mendengkus keras, dia ingin sekali menampar wajah pria yang jadi penabrak bayaran itu."Berani sekali kamu berbicara seperti itu, huh?" sungut pria itu kesal. "Kamu mau dibayar apa nggak?""Ya mau lah, tapi ini benar, 'kan, kalau aman. Maksudnya kalau terjadi apa-apa bukan tanggung jawab saya tapi Anda."Mahendra menatap pria itu dengan sinis. "Ya, kamu tenang aja. Orang-orangku akan menutup kasus ini dengan mudah."Pria bayaran itu menghisap rokoknya kuat-kuat, lalu puntungnya dibuang ke tanah dan diinjak menggunakan alas kakinya."Oke.""Nanti malam kamu harus melakukan tugasmu, karena dia lagi ada di luar, dengar-dengar dia pulangnya baru malam. Nah, ini adalah kesempatan bagus buat kamu untuk melancarkan aksi," jelas Mahendra.Orang itu tampak manggut-manggut. "Urusan gampang, yang penting bayaran lancar."Mahendra tersenyum licik. "K
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.