“Kau mau berbicara apa?” tanya Kimberly dengan nada dinginnya. Wanita itu bersedekap berdiri dengan angkuh mengenakan gaun cantik berwarna merah muda terlihat elegant dan selalu mencuri perhatian semua orang. Tidak ada kesedihan apapun di matanya meski beberapa hari yang lalu dia mengakhiri hubungannya dengan Sean. Kekasihnya. Kimberly masih bersikap angkuh dan tenang meski seminggu setelah memutuskan hubungannya dengan Sean, Rachel seseorang yang sudah Kimberly anggap sahabatnya sendiri itu mengumumkan bahwa dia mengandung dan akan menikah dengan Sean. Pengkhianatan besar itu tidak dapat menggoyahkan kekuatan yang ada pada diri Kimberly meski hatinya menganga di penuhi oleh luka yang amat dalam karena di khianati oleh dua orang yang selama ini dia percaya. Akan tetapi, meski hati Kimberly cukup sakit, Kimberly tetap tidak pernah menunjukan sedikitpun kesedihan itu di hadapan semua orang. Malam ini, Kimberly datang ke pesta seorang diri, dan di pesta ini juga dia bertemu dengan R
“Winter, bangunlah Winter!” Suara Vincent terdengar memanggil membuyarkan mimpi buruk Kimberly. Tubuh Winter terguncang cukup kuat, gadis itu gelisah di bawah pengaruh mimpinya akan kehidupannya sebagai Kimberly. “Winter!” Bola mata Winter terbuka lebar, gadis itu langsung menarik napasnya dengan cepat begitu terbangun dari tidur dan mimpi buruknya. Winter menatap pasif ke sekeliling mencari-cari orang-orang yang telah menatap dirinya dengan penuh kebencian dan pengakiman di pesta malam itu. Winter berhenti bernapas seketika begitu menyadari bahwa dia sudah bermimpi. Winter segera memejamkan matanya, menghentikan air matanya yang akan jatuh karena mimpi mengerikan yang dia dapatkan. Namun diam-diam, tangan Winter yang terkepal di samping tubuhnya, kini meremas permukaan seprai terlihat gemetar di penuhi oleh keringat dingin. “Winter, syukurlah,” bisik Vincent penuh kelegaan, pria itu membungkuk, merengkuh Winter ke dalam pelukannya. Betapa risaunya Vincent karena Winter kembali
Sorot mata Paula begitu tajam, hatinya memanas karena amarah. Paula marah karena dia merasa di permainkan oleh Winter, gadis bodoh yang tidak ada ada apa-apanya di bandingkan dengan dirinya. “Kau benar-benar keterlaluan Winter, kelakuanmu dalam menjebakku sangat biadab. Aku curiga kepadamu karena kau sudah sangat berubah, hingga aku tidak mengenal siapa dirimu. Hari semakin hari kau menjadi menyebalkan dan tidak tahu diri, kau sombong, melupakan siapa orang yang selama ini selalu bersedia di sisimu dalam keadaan apapun. Harusnya kau sadar diri, aku memberimu pistachio karena aku khawatir kepadamu jika gadis aneh di hadapanku bukan Winter Benjamin yang asli. Tapi kau memakannya dan membuat semua orang berpikir bahwa aku adalah orang yang jahat.”Tuduhan demi tuduhan Paula begitu mulus terucap dari mulut Paula, Paula sangat pandai memutar balikan fakta. Paula sangat pandai, membuat kejahatan yang sudah dia ciptakan untuk Winter berubah arah dengan berpura-pura bahwa dia adalah korban.
Winter terbaring dengan senyuman miringnya sambil langit-langit kamar ruangan dia di rawat. Gadis itu merasa sangat-sangat puas karena orang yang mendengar semua percakapannya dengan Paula adalah Vincent. Kini Winter tidak perlu repot-repot lagi mencari alasan untuk menjauh dari Paula untuk sementara waktu dalam mempersiapkan diri mengikuti kontes ratu sekolah. Winter penasaran, apa yang Vincent lakukan pada Paula. Tidak ada yang Winter harapkan, Winter hanya ingin Paula menderita sedikit demi sedikit hingga dia merasa menyesal dengan kehidupannya. Lagi pula, Winter tidak ingin menghancurkan hubungannya dengan Paula lebih cepat karena ada banyak hal yang harus Winter lakukan. Salah satunya membuat Paula gemuk obesistas, tepat saat Winter berubah menjadi cantik bersinar. Pintu di depan Winter kembali terbuka, Vincent kembali lebih cepat dari apa yang di bayangkan. Pria itu berjalan begitu cepat menutup pintu dan segera duduk di sisi ranjang. Vincent merengkuh tubuh Winter terliha
“Nanti siang aku akan menjemputmu di tempat terapi. Kau paham?” Tanya Vincent dengan nada penuh dengan tekanan. Sejak kejadian Winter masuk kembali ke dalam rumah sakit, Vincent menjadi sangat memperhatikannya. “Baik.” “Masuklah.” Winter melambaikan tangannya, gadis itu berbalik dan segera pergi gedung kelasnya. Akhir-akhir ini Vincent sangat menjaga ketat Winter, dia memperhatikan Winter untuk memastikan bahwa adiknya benar-benar jauh dari Paula. Sesungguhnya, tanpa Vincent perhatikan sekalipun, Winter memang sedang ingin menjauhi Paula. Kebencian Vincent pada Paula selalu bisa Winter gunakan sebagai alasan kepada Paula di setiap kali Paula mengajaknya bertemu. Winter sendiri sudah mendengar apa saja yang Vincent lakukan kepada Paula, Winter merasa cukup senang karena keputusan Vincent akan membuat Paula cukup putus asa tidak bisa bersombong diri lagi. Selama istirahat dua hari usai terkena alergi, Winter hanya menghabiskan banyak waktunya untuk membaca di perpustakaan. Winter
Sebuah hal yang membahagiakan dan melegakan memenuhi perasaan Winter karena kini tubuhnya kian menyusut semakin jauh menjelang audisi kontes ratu sekolah. Hubungannya dengan Paula sudah jelas berubah berkat kemarahan Vincent. Winter semakin tenang menjalani persiapannya untuk ikut kontes tanpa ada halangan apapun. Sementara bagi Paula? Jauh dari Winter adalah bencana baginya. Semakin Paula jauh dari Winter, kehidupannya mulai di landa ketakutan yang besar. Paula kehilangan sumber keuangannya, dia tidak bisa melakukan liburan dan belanja seperti biasanya lagi. Di sisi lain Paula tidak memiliki keberanian dalam mengusik ancaman Vincent karena seluruh kehidupannya berada di tangan keluarga Benjamin, termasuk seluruh pekerjaan ibunya. Kesusahan yang mulai datang membalas Paula tidak begitu memuaskan perasaan Winter. Masih ada banyak hal yang ingin dia lakukan untuk membalas Paula agar gadis itu merasakan seperti apa rasanya berada di posisi Winter Benjamin yang dulu. Winter sudah sa
“Kimberly Feodora.” Tubuh Winter membeku seketika saat namanya di sebutkan oleh Marius. Raut wajah Winter berubah seketika, gadis itu bernapas dengan kesulitan merasakan sesak yang menyakitkan. Ada perasaan kuat yang dia rasakan setiap kali Marius membahas Kimberly. Keputusan Winter untuk tidak mencari tahu lebih jauh lagi hubungan Marius dan Kimberly di masa lalu, kini kembali memunculkan percikan rasa penasaran yang kuat. “Benarkah?” Tanya Winter dengan suara yang gemetar, menyembunyikan perasaan berkecamuk di hatinya. “Ya. Aku sampai berpikir kau Kimberly,” jawab Marius dengan senyuman. Napas Winter tercekat kaget, gadis itu terbelalak dengan tangan terkepal. “Apa.. apa saat bersamaku, kau menganggapku Kimberly?” tanya Winter dengan ragu. Marius menelan salivanya dengan kesulitan, pria itu terlihat ragu untuk menjawab dengan sebuah kebohongan, namun jika dia jujur, dia akan menyakiti hati Winter. Dagu Marius sedikit terangkat, mata pria itu sedikit gemetar menahan perasaan
Vincent tertunduk sedih, beberapa kali dia harus menatap jam menunggu jam keberangkatannya. Pagi ini dia harus kembali ke Inggris karena masa liburannya sudah selesai. Vincent harus segera menyelesaikan kuliahnya tanpa menunda-nunda lagi jika dia ingin kembali berkumpul dengan keluarganya dan membantu pekerjaan Benjamin. Sudah saatnya Benjamin beristirahat dan tidak menanggung banyak pekerjaan. Meski kini Vincent sudah mulai sering membantu pekerjaan Benjamin, namun dia masih memerlukan banyak belajar dan kepercayaan orang-orang di sekitar Benjamin mengenai kualitas dirinya. Kepala Vincent terangkat, menatap sedih Winter adiknya yang untuk pertama kalinya menemani kepergian dia ke bandara. Vincent merasa sedih karena di saat hubungannya dengan adiknya membaik, mereka harus terpisah jauh. Hari semakin hari Winter terlihat sangat semakin baik, betapa bersyukurnya Vincent dengan perubahan yang terjadi pada adiknya itu. Vincent dapat melihat perubahannya adiknya yang semakin membaik