Gimana menurut kalian bab ini? Sorry, malam ini satu dulu ya(✿^‿^)
Hari ini berbeda. Hari ini adalah hari Regan seharusnya berada bersama keluarganya. Hari di mana ia harus menghadiri acara penting sebagai pewaris dari keluarga yang memiliki perusahaan besar. Dan karena keputusannya menemani Bella seharian kemarin, ia terlambat satu hari. Harusnya sudah dimulai dari kemarin. Siangnya, di rumah utama keluarga besar Regan—sebuah bangunan mewah bergaya kolonial dengan taman luas dan kolam renang pribadi ayahnya, menunggunya di ruang kerja yang sunyi. Regan datang satu jam lebih awal dari jadwal yang diminta, berharap bisa menenangkan suasana. Namun wajah sang ayah tetap dingin. "Kamu udah di Jakarta dari kemarin, kan? Tapi kamu tidak datang ke rumah ini," ucap Tuan Wirya tanpa melihat wajah anaknya. Ia menutup folder laporan, lalu mengangkat pandangan. "Maaf, Pi. Aku ada urusan mendesak." "Urusan mendesak itu bernama Bella, aku tahu." Tuan yang berkuasa itu berdiri, berjalan pelan ke arah jendela. "Sebagai pewaris, kamu bukan hanya punya tanggung
Keesokan harinya, Bella bangun lebih awal dari biasanya. Matahari belum sepenuhnya naik, namun cahaya oranye sudah menyelinap dari balik tirai jendela apartemennya. Ia membuka matanya perlahan, lalu menoleh ke samping. Regan."Regan?!!!" teriaknya kaget. Regan yang tertidur di sebelahnya pun terbangun kaget juga. "Pagi--"Belum selesai Regan berkata, Bella sudah memotong. "Kok kamu di sini?!" Regan meregangkan tubuhnya dan menatap langit-langit kamar sejenak. Bella masih menunggu jawabannya tapi, sentuhan Regan seolan menjadi jawabannya. Regan memeluknya dengan lembut memberinya ciuman hangat di bibir, dan sialnya Bella tak berdaya. Regan selalu tau bagaimana cara menghadapinya. Perlahan, Bella melepaakan diri dari Regan. "Apaan sih aku tanya, kamu kenapa di sini?"Regan menghela napas, "Wajar kan aku di sini?"Ia duduk dan memeluk Bella lagi seolah takut Bella kabut. Bella merasa bersalah dengan bentakkannya, tapi juga sedang tak mau melihat Regan. "Aku awalnya mau langsung
Di koridor devisi administrasi, Bella masih memikirkan apa yang dikatakan Revan tadi, ada seseorang yang mungkin sengaja menimbulkan masalah itu. "Bella!" Tiba-tiba saja suara seseorang memanggilnya. Itu sudah biasa, tapi tidak biasa kalau Fano yang memanggil. Ada masalah apa lagi? Bella pun segera datang dan Fano mengajaknya ke ruang CEO untuk membicarakan sesuatu. Sampai di ruang CEO, Fano bertanya. "Boss ada bilang tentang gue gak?" tanyanya. Bella berpikir sejenak. "Ya tentang Kakak yang bantuin aku nyelesein masalah ini." "Dia gak bilang kalo gue suka sama lu kan?" Bella shock mendengarnya. "Kakak suka aku?!" "Buset! Enggak, gue tanya sama lo. Bos bilang gitu gak?" Bella mengelus dadanya lega, ternyata bukan. "Enggak. Dia cuma ngomongin soal Kakak yang bantu kasus, gak ada pembahasan kek gitu. Emnag kenapa?" "Bos cemburu ama gue gegara lo pura-pura jadi pacar gue. Buruan klarifikasi biar dia gak ngomel-ngomel terus ama gua!" Fano terlihat frustas
Bella baru membuka handphonenya saat sarapan. Notifikasinya langsung masuk seperti spam. Di sana ada puluhan panggilan dari Regan dan notifikasi chat lain. Ia pun langsung menelpon Regan, ia pasti khawatir. Regan langsung mengangkat teleponnya dan berkata dengan penuh tekanan. "Kenapa baru telepon sekarang, hp-mu buat pajangan doang?!" Bella menghelan nafas. Ia tidak menyalahkan kalau Regan marah-marah, mungkin ia khawatir. "Maaf, tadi malam aku capek banget. Terus langsung tidur," balas Bella suara lembut. Salah satu trik untuk membuat Regan kasihan dan tidak memarahinya lagi. Regan terlihat diam sejenak, tapi Bella tau mungkin ia sedang mengatur emosinya. "Maaf ya ... aku bener-bener butuh istirahat kemarin. Aku baru buka HP juga. Ini mau berangkat dan lagi sarapan. Kamu udah selesai kerja?" tanya Bella. Ia mengalihkan topik agar Regan tidak marah lagi. "Belum lah, ini baru jam setengah lima sore," jawabnya masih ketus. Bella baru ingat kalau waktu di sana beda dar
Saat Bella menoleh dengan wajah syok dan marah, seorang pria paruh baya dengan senyum menyebalkan justru menatapnya balik. "Eh, maaf Mbak. Nggak sengaja," katanya enteng, padahal jelas-jelas itu bukan kecelakaan. Bella merasa darahnya mendidih. Tangannya mengepal, tubuhnya gemetar. "LU NGAPAIN PEGANG-PEGANG GUE?!" Semua mata langsung menoleh ke arah mereka. Suasana gym yang tadinya hanya dipenuhi suara mesin dan musik, kini berubah hening. "Udah Mbak, jangan lebay. Cuma kesenggol kali." "Kesenggol dari belakang sambil senyum-senyum gitu?! GUE BAKAL LAPORIN LU ANJING!" Petugas gym mendekat, berusaha menengahi. Bella masih syok, tapi juga marah luar biasa. Pria itu terlihat gusar namun masih mencoba terlihat santai. "Tolong bereskan orang ini. Saya mau liat rekaman CCTV!" bentak Bella. Petugas dengan sigap mengajak si pria menjauh. Bella dikelilingi oleh beberapa perempuan lain yang prihatin dan menawarkan dukungan. "Mbak, beneran diliat CCTV-nya aja. Kalo dia beneran
BELLA, KAMU TIDAK MEMPERHATIKAN PERINGATANKU YA? "HAH!!!" Bella terbangun dengan kaget ketika menemui mimpi aneh. Bisikan mengerikan itu terus menekannya di dalam mimpi, seolah ia memang harus bertanggungjawab pada sesuatu. Taoi ia tak melakukan kesalahan apapun. "Kenapa lu, Bell?" tanya senuah suara. Bella baru ingat ada Sheryl yang menginap di apartemen. Sheryl juga terbangun karena Bella terbangun dengan heboh. "Lu ngapa tidur di sofa, malah gue yang tidur di kasur sendirian?" gerutu Sheryl. "Gue lupa naik semalam." "Oh gitu, tidur lagi yuk!" Bella menggeleng. "Gue mau beli bubur ayam dulu di depan, kalo nanti bisa pergi dia." "Emang gak mangkal." "Enggak. Tukang bubur keliling. Duluan ya!" Bella menyambar cardigan-nya sebelum akhirnya pergi dengan baju tidur dan sendal jepit itu. Saat Bella membeli bubur ayam itu, seseorang tiba-tiba memanggilnya. "Bell!" Bella menoleh dan mendapati Yasha yang baru datang, ia sepertinya juga akan beli bubur ayam.