Semoga suka. Aku update biasanya malem jam 21.00 - 23.00 WIB yaヾ(^-^)ノ
Bella menunduk di balik hoodie lusuhnya. Ranselnya menggantung di punggungnya yang mulai kurusan.Ia melangkah pelan menyusuri trotoar dekat terminal, lalu menyeberang masuk ke sebuah warnet kecil yang nyaris tak berpenghuni. Operatornya sedang tertidur dengan kepala tertunduk di meja, tak peduli dengan siapa pun yang datang.Bella memilih komputer paling pojok. Login. VPN aktif. Email baru. Nama samaran.Dia membuka folder di flashdisk kecil yang selama ini ia sembunyikan di balik alas sepatu: portofolio. Beberapa karya desain, tulisan lepas, dan sertifikat pelatihan daring yang ia kumpulkan dengan susah payah—di sela waktu kuliah dan meladeni kontrak dari Regan lebih dari tiga bulan ini."Aku harus keluar dari semua ini," gumamnya pelan. Matanya sembab. Tapi tak ada air mata yang tumpah. Tangisnya sudah habis semalam.Ia mulai mengisi form aplikasi kerja di luar negeri. Negara tujuannya: Belanda. Negara yang dulu hanya bisa ia pandang di feed Instagram orang-orang kaya. Sekarang, mu
Lampu kelap-kelip dan suara bising memenuhi ruangan, membuat Regan malas dengan suasananya.Ia sedang ada di Club tempatnya nongkrong dengan teman-temannya. Ada perasaan kosong yang menyelimutinya, ketika mengingat tempat itu adalah tempat pertemuan pertamanya dengan Bella. Perempuan polos itu, yang hampir di rudapaksa dan ketakutan. Tubuhnya gemetar tak berdaya. Saat itu, Regan tak pernah berniat ikut campur. Biasanya sih ia begitu, tetapi sayangnya malam itu rasa iba menyelimutinya. Apalagi saat melihat tatapan Bella yang memohon padanya. Waktu itu Bella jatuh di depan kakinya, lalu memegangi kakinya meminta tolong. Ia tak pernah berniat memiliki peliharaan, ia hanya berniat memakai sekali lalu dibuang. Namun entah ide darimana, ia malah menawarkan kontrak pada Bella yang seperti tikus ketakutan itu."Bro!" panggil salah satu temannya. "Lo kenapa dah?"Regan menggeleng, kemudian menyesap minumannya. "Kabarnya lo mau tunangan?" tanya yang lain. "Secepat itu gosipnya?" tanya Rega
"Ibu tadi bilang apa, Mila?" tanya Bella pada ibunya. Sang ibu melepaskan pelukan mereka dan menatap putri sulungnya dengan senyum teduh. "Mila, panggilan kesayangan Mamak buat kamu. Dulu kamu pingin dipanggil Mila gara-gara ada pemain film kesukaanmu namanya Mila."Bella mengangguk ragu. Mungkin ia yang terlalu berharap kalau ini adalah dunia nyata miliknya. Lagi-lagi ia diingatkan oleh kenyataan kalau sebenarnya ia adalah pendatang di dunia ini. Namun secara tak langsung, ia menjadi semakin yakin kalau tindakannya untuk pergi dari Regan adalah benar. Mila. Nama yang sudah lama tidak ia dengat terutama dari mulut Hani yang bawel itu. Ia rindu dunia nyata. Meski hidupnya di sana pahit, tapi ia benar-benar bisa menentukan harga dirinya sendiri. Tidak seperti saat ini, ketika ia menjadi Bella yang sudah babak belur oleh keadaan. +_+_+Di malam yang sunyi, tengah malam. Bella duduk di ruang tamu menonton TV, tapi sebenarnya pikirannya mengarah ke hal lain.Bagas yang tidak bisa tid
"Lu gak bantuin Om lu buat cari Bella, kan?" Sheryl menggeleng dengan pose santai. "Enggak. Gue juga ada proyek lain kali. Selain itu, juga gue udah coba bujukin Om gua untuk ngelepasin Bella. Tapi sekali lagi, gue juga nggak berdaya kalau dia udah punya keinginan sebesar itu." "Emang segila apa Om lu kalo gak bisa sama Bella?" "Em... mungkin ini yang baru gue tahu kemarin. Ternyata Bella bukan cuma sugar baby bagi Om gue, tapi juga cinta dan rumah buat dia. Jadi kalau beneran Bella pergi dan mereka gak pernah ketemu lagi. Pasti Om Regan benar-benar bakalan gila." Yasha tak bisa berkata-kata lagi. Kalau itu benar terjadi, mungkin dia memang hanya bisa menjadi pengagum Bella tanpa bisa memilikinya. "Daripada itu, mending lu bantuin gue buat menyempurnakan sandiwara kita." "Maksud lo?!" tanya Yasha bingung. . Rumah itu berdiri miring, sebagian batanya sudah banyak yang retak dimakan usia. Atap sengnya meneteskan bunyi gemericik dari sisa hujan tadi siang. Di dalam, keha
Siang harihya, Yasha menyesal karena rencana sandiwara Sheryl malah membawa petaka untuknya juga. Sekarang bahkan ia harus mengantarnya pulang. "Lu ada apa sih sebenernya sama Alex, sampe harus nyeret gue ke masalah kalian berdua?" tanya Yasha. Sheryl menghela napas berat. "Gue dijodohin ama dia." Yasha shock hampir saja menginjak rem. Ia tak menyangka Sheryl si cewek independen itu harus bertunangan dengan si arogan Alex. Masalahnya Yasha dan Alex memang pernah berteman di SD dulu, sudah sangat lama. Selain perbedaan angkatan, mereka memang tak sedekat itu sehingga saat bertemu lagi mereka tidak langsung mengenal. "Terus apa masalahnya?" tanya Yasha. Meski ia tau alasannya karena tidak cocok, tapi ia tetap bertanya. Siapa tau ada alasan lain. "Banyak. Pertama, kita gak cocok. Kedua, dia udah punya pacar, anjir! Terus pacarnya playing victim lagi, katanya gue ngebully dia. Padahal dia sama gank-nya yang sering cari gara-gara ama gue dan temen-temen." "Muka lu emang bul
"Om, really?!" Setelah mengantar Yola, Regan mengantar Sheryl. Kini mereka hanya berdua karena Yola sudah diantar, baru saja mereka meninggalkan rumah Yola. Makanya Sheryl langsung mengeluarkan unek-uneknya. "Jangan langsung berpikir macam-macam. Om tau gimana caranya menyelesaikan ini." "Om, tapi Bella? Katanya Om cinta sama dia?" Regan terkekeh. "Jadi sekarang kamu suka sama Bella?" "Ya enggak, tapi... aku paham kondisinya. Jadi, Om mau gimana, ninggalin Bella?" Regan menggeleng. "Kita bicarakan ini besok ya, Sayang. Om agak capek pikiran." Awalnya Sheryl ingin mendesak, tapi ia bukan ank kecil lagi. Makin dewasa, ia paham betapa berat menjadi Regan. "Aku pijitin ya," ujar Sheryl. Ia memijat lengan Regan yang berotot itu. "Haha, cuma geli doang!" ledek Regan. "Dih, dibaikin malah gitu." "Hahaha!" ••• Di kampus, Yasha langsung mengejar Sheryl dan menariknya ke tempat sepi. Mereka bicara di bawah tangga darurat. "Apa yang terjadi ama Bella? Gue gak bisa