Malam ini di sebuah pesta yang terpaksa Bella hadiri, ia hanya bisa senyam-senyum formalitas di depan banyak kolega bisnis Regan.
Aktivitas yang ada di kontrak, menjadi pacar Regan yang selalu kebingungan saat ditanya, 'Dari keluarga mana kamu?'. Regan, apakah ia bahkan tak memikirkan kalau dirinya adalah publik figur yang pasti akan diperhatikan siapa pasangannya? Jika orang tau kalau ia hanya 'wanita bayaran' seorang Regan, pasti hancur citra baiknya di mata masyarakat. Kini setelah Regan sibuk ngobrol dengan teman-temannya, ia izin untuk ke Toilet. Regan pun seperti memberi tanda untuk para Bodyguardnya agar mengawasi ke mana Bella pergi. Regan benar-benar menjeratnya, menjadikannya Anjing yang memiliki tali dengan tanda pengenal 'Milik Regan' di lehernya. Bella bahkan sulit bernapas, dan hidup bagai Robot selama beberapa hari ini. Semua usulannya ditolak mentah-mentah, Regan benar-benat tak berniat bernegosiasi dengannya. Kemudian Bella pun ke Toilet dan hanya duduk di sana setelah urusan buang air kecilnya selesai. Ia tidak ingin keluar dari sana, sungguh, ia lelah. Selama 30 menit ia merenung dan saat ia akan keluar, suara beberapa langkah kaki orang pun masuk. Di sana ia mendengar beberapa perempuan menggosip, masalahnya gosip itu mengarah padanya, jadi ia dengarkan. "Heran gue ama Regan, cantikan gue ke mana-mana eh malah milih cewek yang gak jelas asal usulnya itu." "Mungkin dia suka yang imut-imut, liat aja dia pendek dan wajahnya emang manis banget." "Denger-denger sih beberapa kali dia diajak ke acara-acara gitu, terus katanya dia Sugar Baby." "Wih, berarti cuma peliharaan doang, Re. Gas aja deketin Regan, apalagi keluarga kalian punya hubungan baik, mending lu ajuin perjodohan. Pasti Regan gak bisa nolak." "Betul tuh..." "Apaan sih!" Bella yang mendengar itu pun hanya bisa menghela napas, bagaimana pun semua yang mereka katakan fakta. Tiba-tiba ada notifikasi telpon masuk, itu dari Regan, mungkin karena ia lama di sana. Jadi ia menolaknya, untung notifikasinya sudah ia setting mute jadi tidak terdengar keluar. Lalu, ia mengirim pesan kalau ia sedang BAB, jadi tidak bisa cepat. Untunglah Regan percaya dan tak lama, perempuan-perempuan itu keluar dari Toilet. Setelah keluar dari Toilet, Bella merasa tak ingin kembali ke tempat pesta, ia memilih untuk keluar pintu masuk utama Hotel. Namun di sana, ia mendengar suara bayi menangis dan seorang pria yang memarahi istrinya karena bayi mereka menangis. Bella pun merasa simpati, bagaimana bisa ada seorang suami yang memarahi istrinya karena bayi mereka menangis. "Permisi!" sapa Bella dengan ramah. Suaranya yang agak keras sehingga menghentikan perdebatan suami istri itu, dan membuat mereka menatap nyalang ke arahnya. "Boleh saya membantu menenangkan Baby-nya, Nyonya?" tanya Bella mengulurkan tangan. Suami dan Istri itu terlihat saling pandang, lalu Bella menatap mereka denan tatapan meyakinkan. Lalu, sang istri menyerahkan bayi itu pada Bella. "Cup cup cup...." Ia dengan luwes menimang-nimang bayi itu dengan lembut, sesekali mengusap wajahnya. "Gak nyaman ya di tempat berisik?" bisik Bella mengajak bayi itu bicara. Kedua suami istri itu pun terkejut saat tak lama kemudian, bayi itu terlihat nyaman dan berhenti menangis. Mata bayi itu juga sudah mulai menutup karena mengantuk, hal itu membuat Bella tersenyum. Namun karena terlihat tidak nyaman, bayi itu seolah mencari kehangatan. Bella langsung menatap kedua orang tua bayi itu yang terlihat berusia 30an akhir, tapi tidak peka. "Mohon maaf, Nyonya. Sepertinya dia kedinginan, apakah Anda membawa selimut?" tanya Bella. Perempuan itu langsung menggeleng, "Kebetulan aku tak bawa." "Kalau begitu, saya ke dalam dulu mencari pasangan saya ya. Di mobil ada selimut, tapi kuncinya ada di dia," ujar Bella. "Oh tidak usah Nona, saya bisa langsung pulang." "Oh gitu... oke, Baby udah ngantuk juga," ujar Bella sedikit menyindir suami dari perempuan itu. Perempuan itu mengambil alih gendongan bayi itu dan menimang-nimangnya agar sang bayi tidur. "Hehe terima kasih Nona, untung ada Nona." "Sama-sama, Nyonya. Saya senang membantu." "Sebelum itu, kalau boleh tau, Nona pasangan siapa?" "Saya..." "Hallo, Nyonya dan Tuan Soesanto?" sapa sebuah suara. Bella dan pasangan suami istri itu terkejut, sepertinya mereka mengenali Regan. Kalau diurutkan, Regan salah satu pebisnis tersukses, makanya semua orang tau. "Oh astagah, Tuan Danendra. Apakabar?" Tuan Soesanto terlihat langsung maju dan menyalami Regan seperti penjilat pada umumnya. Ia langsung tersenyum ramah dan menyapanya, lalu Regan menjawabnya dengan tenang seperti biasa. "Tadi Anda bertanya siapa pasangan Nona ini? Pasangannya adalah saya," ujar Regan langsung menarik pinggang Bella. Bella agak terkejut, tapi tersenyum ramah kembali. Kedua suami istri itu terlihat terkejut, tak menyangka kalau perempuan muda itu pasangan dari Regan yang terkenal. "Oh, pantas saja. Dia sangat cantik dan baik, Nona siapa kalau boleh tau?" tanya Tuan Soesanto kembali sok akrab. "Saya Bella, Tuan," balas Bella. "Salam kenal Nona Bella," ujar pria itu. Ia mengulurkan tangan, tapi bukannya Bella tapi Regan yang menyalaminya. "Kebetulan kami akan segera pulang, kalau begitu, sampai jumpa!" ujar Regan langsung. Pria itu tersenyum paksa, sementara sang istri dengan ramah berkata. "Terima kasih sekali lagi, Nona karena sudah membantu menenangkan bayi kami," ujarnya. "Sama-sama Nyonya, semoga kalian sehat selalu. "Amin." Regan pun segera menggiring Bella untuk pergi dengan posesif. Bella sampai merasa agak terseret dan sampailah di mobil. Di mobil, Regan langsung menyuruh sopir untuk jalan ke apartemen milik Bella dengan ekspresi wajahnya yang terlihat kesal. Ia juga menutup pembatas antara jok penumpang dan sopir, agar sopir tidak melihat kegiatan mereka. "Kamu ngapain keluar hotel tadi?" tanya Regan dengan dingin."Kenapa dia di sini?" tanya Gisella, nadanya masih datar, tapi matanya tajam.Regan menahan napas. Sheryl menoleh, tapi tidak bicara. Ia tahu ini bukan tempatnya ikut campur, meskipun ia jelas-jelas memihak Regan dan Bella dalam diam."Dia cuma mampir karena ada Sheryl, Ma," jawab Regan pelan. "Sheryl yang nyuruh dia ke sini."Gisella menyilangkan tangan. "Mami harap kamu gak lupa posisimu sekarang. Kamu sudah tunangan, Regan. Kedekatanmu sama perempuan lain akan dianggap perselingkuhan, itu skandal."Regan mengangguk, tahu apa yang dimaksud ibunya iyu. "Aku ingat, Ma. Tapi aku juga ingat siapa yang dulu bantu Bella waktu dia dalam pelariannya. Mami bantu kabur dia, kan? Seniat itu Mami ngejauhin aku darinya."Pandangan Gisella mendingin, tapi hanya sedikit. "Mami bantu dia waktu itu karena dia butuh bantuan. Bukan berarti Mami setuju sama kalian yang terus-terusan ketemu diam-diam."Sheryl diam saja di sudut sofa, pura-pura fokus pada proyektor. Tapi ia mencuri pandang ke arah Regan—
"Bella!" panggil Regan. Ia baru selesai mandi, tapi kepikiran sesuatu. Bella yang sedang berkutat dengan tabletnya di asur pun langsung menoleh pada Regan. "Hem?" Regan kelihatan cemas dan bingung. "Kenapa? Ngomong aja," bujug Bella. "Ini tentang Sheryl..." Ia masih mengenakan handuk kimono, lalu duduk di tepi ranjang di samping Bella. "Iya. Gimana?" "Kalau sampai Alex dan Sheryl putus tunangan, apa bakal bahaya?" tanyanya. Bella diam sejenak. "Aku gak tau kalau itu. Tapi setauku, mereka pemeran utamanya. Kalau putus, bukannya ceritanya tambah chaos?" Regan terlihat mencemaskan banyak hal. "Apa yang kamu khawatirkan?" tanya Bella lagi. "Aku mengkhawatirkan semuanya, karena sekarang aku udah tahu kalau dunia ini dunia novel. Dunia settingan. Aku merasa ada banyak hal yang nggak nyata dan nggak masuk akal. Bisa jadi Pembuat alur cerita akan bikin skenario yang baru, yang kita nggak tahu alurnya gimana."Bella setuju dengan hal itu. Ternyata Regan memikirk
Acara di kediaman keluarga Alex awalnya berjalan sempurna. Keluarga besar, kerabat bisnis, rekan kampus, hingga kalangan sosialita semua hadir malam itu. Lampu gantung kristal memantulkan kilauan lembut ke setiap sudut aula yang mewah. Didominasi warna putih dan emas. Ibu dan ayah Alex tampak asyik berdansa dengan tampilan mereka yang elegan. Musik dari orkestra kecil menyatu dengan aroma anggur dan bunga segar. Segalanya tampak seperti cerita romantis dalam buku dari sudut pandang Bella. Namun saat waktu menunjukkan pukul sembilan malam, semua lampu ruangan tiba-tiba meredup. Musik berhenti. Di atas panggung, Alex berdiri dengan jas abu gelap, senyum gugup di bibirnya. Di sampingnya, Sheryl tampak menawan dengan gaun peach lembut, wajahnya berseri tapi jelas menyimpan kegugupan. Ia melirik Alex, seolah memastikan kesungguhannga. Ia ragu. Alex menatapnya, lalu menggenggam tangan Sheryl erat. “Saya tahu ini mendadak,” katanya ke arah mikrofon, suaranya sedikit bergetar. “T
Setelah drama tangisan itu. Bella dan Regan saling bicara tentang apa yang Regan bicarakan. "Kenapa kamu jadi baik lagi ke aku?" “Mungkin karena aku baru sadar... kamu bukan orang biasa.” Bella tertawa kecil, pahit. “Itu karena kamu udah baca semua catatan pribadiku, kan?” Regan diam. Tidak menyangkal. “Kamu tahu itu melanggar privasi?” “Ya,” jawabnya tenang. “Tapi kamu juga tahu, aku bukan tipe yang berhenti saat sudah penasaran.” Bella menghela napas. “Jadi kamu beneran percaya?” “Butuh waktu,” aku Regan. “Awalnya kupikir kamu punya gangguan memori. Atau kepribadian ganda seperti yang disampaikan dr. Vita. Tapi semua catatan itu… terlalu nyata. Dan kamu menulisnya bukan seperti orang berbohong, semua terbukti.” Bella menatapnya. “Terus kamu mau ngapain sekarang?” Regan menatap ke luar jendela, lalu ke arah Bella. “Aku mau kamu tahu satu hal. Aku memang nggak ngerti kenapa dunia ini bisa kayak gini. Tapi kalau kamu bilang kamu masuk ke dunia cerita, dan kamu tak
Keesokan harinya, gosip tentang Jessica langsung berubah arah. Dulu, Sheryl diserang sebagai cewek pengganggu, sekarang ia dipuji sebagai tunangan setia yang sabar menghadapi drama mantan. Di media sosial kampus, nama Jessica menjadi bahan cibiran. Banyak akun gosip mahasiswa mulai mengungkap screenshot lama tentang tingkah Jessica yang kasar, unggahan sarkas terhadap ibu Alex, dan sindiran kepada Sheryl. Bella hanya bisa mengamati dari kejauhan. "Aku mulai nggak ngerti ini dunia siapa sebenarnya," katanya sambil menggulir timeline kampus. Revan menimpali, "Kalau dunia ini bisa membalikkan cerita secepat itu, kita harus hati-hati. Mungkin saja—dalam satu bab berikutnya—tokoh utama bisa berubah. Dan kamu bisa tergeser." Bella menghela napas panjang. Ia tahu satu hal pasti: segala sesuatu di dunia ini tidak berjalan semestinya. Dan kalau semua berubah terlalu cepat... Mungkin waktunya semakin sedikit untuk keluar. ••• Setelah kejadian di kampus itu, Bella dan Revan sema
Hari itu kampus tampak lebih ramai dari biasanya. Beberapa mahasiswa berkerumun di lapangan tengah, suara gaduh mulai terdengar hingga ke koridor fakultas. Bella dan Revan, yang sedang menyamar sebagai mahasiswa biasa pada jam makan siang, dengan cepat bergabung dalam kerumunan, berpura-pura ikut penasaran seperti yang lain. Tapi sebenarnya mereka sudah curiga sejak awal melihat dua perempuan saling adu tatapan tajam di tengah keramaian. Lalu—PLAK! Tamparan keras mendarat di pipi Sheryl. "Apa-apaan lo!" Sheryl membentak, matanya melotot marah sambil langsung mendorong perempuan di depannya. Ternyata itu Jessica, mantan pacar Alex. Jessica, yang dikenal sebagai cewek populer dan cukup berpengaruh, tampak murka. "Gara-gara lo, gue diputusin Alex! Lo tuh perempuan nggak tahu diri! Ngejar-ngejar cowok orang!" bentak Jessica, emosinya tak terbendung. Sheryl tentu tak terima. “Yang mutusin itu Alex sendiri! Gue nggak pernah maksa dia! Kalau dia mutusin lo, itu urusan kalian berdua.