Share

Bab 7

last update Last Updated: 2025-05-20 11:15:26

Alisha kembali ke kamar dengan langkah cepat. Begitu pintu tertutup, ia memukul-mukul dahinya pelan.

“Bodoh banget sih lo, Sha,” gumamnya kesal pada diri sendiri.

Ia menjatuhkan diri ke atas kasur, menatap langit-langit kamar yang gelap. Hanya cahaya temaram dari jendela yang menerangi sebagian ruangan.

Kenapa tadi dia harus ngomong begitu?

Kenapa nggak bisa diem aja?

Ia membalikkan badan, menelungkup di kasur, lalu meremas bantal kuat-kuat. Pipinya panas, entah karena malu... atau karena sesuatu yang lain.

Kalimat Bara tadi terus terputar di kepalanya.

"Kalau kamu penasaran, lain kali ketuk pintu saja."

Nada suaranya datar. Tatapannya dingin. Tapi kenapa kalimat itu terdengar seperti tantangan?

Dan kenapa... jantungnya masih berdebar sampai sekarang?

Alisha memejamkan mata, berharap bisa mengabaikan suara di kepalanya. Tapi semakin ia mencoba, justru kalimat Bara tadi makin nyaring terngiang.

Kalimat itu... terdengar biasa, bahkan dingin. Tapi entah kenapa, ada sesuatu di balik nada suaranya yang membuat Alisha sulit bernapas dengan tenang.

Bara tahu.

Dia tahu Alisha nguping.

Dia juga tahu Alisha yang selalu mencuri-curi pandang tiap mereka bertemu.

“Duh, gila sih...” gumam Alisha sambil menutup wajahnya dengan bantal, “Kenapa sih harus ngomong kayak gitu?”

Rasa malu semakin menyelimuti tubuhnya. Jantungnya juga makin berdetak cepat. Pipinya panas. Ia malu bukan cuma karena ketahuan, tapi juga karena... Bara bicara padanya lebih dari biasanya.

Alisha menarik napas panjang lalu duduk di tepi kasur. Tangannya gemetar sedikit saat menyentuh pelipis.

“Jangan ge-er, Sha. Dia pasti cuma ngerjain lo. Biasa aja.”

Esok paginya, mereka berdua kembali bertemu ketika sarapan pagi. Suasana di meja makan terasa lebih sunyi dari biasanya.

Alisha duduk di ujung meja, menyibukkan diri dengan roti yang belum ia gigit sejak lima menit lalu. Tangannya sibuk mengoles selai, tapi pikirannya ke mana-mana.

Ia mencuri-curi pandang ke arah seberang—ke arah Bara.

Tapi saat matanya akhirnya berani sedikit menatap ke atas ...

Deg.

Bara sudah lebih dulu menatapnya.

Tatapan itu datar. Tapi cukup untuk membuat tangan Alisha berhenti bergerak.

Bara lalu kembali menunduk, melanjutkan sarapannya seolah tak terjadi apa-apa. Sementara Alisha menunduk dalam, mencoba menyembunyikan wajahnya yang semakin memanas.

“Gawat…” bisiknya pelan dalam hati, “Kenapa deg-degannya nggak kelar-kelar sih…”

“Ayo, berangkat, Chris,” kata Papa Christine tiba-tiba sambil melirik jam tangannya.

Namun belum sempat Christine berdiri, suara Bara menyela dengan cepat.

“Biar aku yang anterin, Pa.”

Semua menoleh. Termasuk Alisha.

Papa mengangkat alis, sedikit heran. “Kamu nggak sibuk hari ini?”

Bara mengangguk santai. “Nggak. Sekalian cari barang juga.”

“Oke, ya udah kalau kamu mau.”

Christine mengernyit, "Tumben."

"Sekalian mau keluar cari barang," ulang Bara tegas sambil mengambil kunci mobil di meja.

"Oh, oke," sahut Christine singkat lalu melirik mamanya yang sedang duduk di meja makan.

"Gitu dong, Bara. Keluar cari udara segar. Jalan-jalan kemana gitu. Nikmati masa liburan kamu sebelum nanti sibuk persiapan kursi CEO," kata mama Christine sambil tersenyum bangga.

"Iya, ma," jawab Bara pendek lalu berjalan menuju pintu.

Christine melirik ke arah Alisha. Keningnya mengernyit saat melihat Alisha tampak gugup, bahkan keringat dingin mulai membasahi pelipisnya.

Christine mendekat sedikit, menatap curiga. “Kenapa, Sha? Kok lo gugup gitu?”

Alisha menoleh cepat, panik. Tidak mungkin dia menceritakan apa yang dilihat dan didengarnya semalam. Apalagi soal film itu. Dan... tatapan Bara.

“Enggak, Chris. Nggak ada apa-apa,” elaknya cepat, mencoba tersenyum.

Christine masih menatap curiga, “Yakin?”

“Iya, suerr...” kata Alisha sambil mengangkat dua jari.

Meskipun belum puas, Christine akhirnya memercayai ucapan Allisha. Ia melipat tangan di dada. “Oke deh kalau gitu. Tapi bikin heran juga ya, tumben banget Kak Bara nawarin nganterin gue ke sekolah. Aneh.”

Alisha hanya bisa diam menunduk.

*******

“Chris, lo pulang duluan aja, ya? Gue ada perlu, pulangnya naik ojek aja, nggak apa-apa,” kata Alisha saat keluar kelas ketika mereka pulang sekolah.

“Kemana, Sha?” tanya Christine heran.

“Mau lihat kos-kosan yang bakal gue tempatin.”

“Oh, udah nemu?”

“Iya, kemarin nemu di sosmed. Harganya murah, lokasinya juga deket sekolah. Jadi lebih praktis nanti.”

“Ya udah, biar gue temenin,” tawar Christine antusias.

“Eh, nggak usah, nggak apa-apa. Biar gue sendiri aja, Chris.”

“Beneran?”

“Iya, santai aja.”

Christine mengangguk-angguk. Ia kemudian berpisah dari Alisha dan menuju gerbang. Ketika akhirnya keluar dari gerbang sekolah, ia mendapati mobil Bara sudah terparkir di pinggir jalan.

Bara membuka jendela saat melihat adiknya datang sendiri, “Temen lo mana?”

“Siapa?”

“Alisha.”

“Oh, dia lagi cari kos. Katanya balik sendiri naik ojek. Tapi… kok kakak yang jemput? Tumben banget!”

“Nggak boleh?” Tanya balik Bara, ekspresinya datar.

“Ya boleh sih… cuma, tumben aja,” sahut Christine sambil masuk ke mobil.

“Gabut di rumah.” Jawab Bara singkat.

Christine hanya mendengus mendengar jawaban singkat kakaknya.

Bara mulai melajukan mobilnya keluar area sekolah. Dalam perjalanan, Bara kembali bertanya kepada Christine.

“Emang dia cari kos mau ngapain?”

“Pindah, mama sama papa minta dia pindah secepatnya.” Jawab Christine.

“Kenapa nggak balik pulang aja ke rumahnya?” Tanya Bara.

“Dia diusir kak, sampai sekarang orang tuanya kayak nggak peduli sama dia. Makanya sekarang lagi cari tempat tinggal sementara sampai orang tuanya hubungin lagi, nggak tahu sampai kapan. Kasihan banget hidupnya,” Kata Christine.

Bara yang mendengar jawaban Christine hanya diam saja, tak menimpalinya sama sekali.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terjerat Cinta CEO Posesif   Bab 46

    Sejak malam itu, Bara tak pernah menghubungi Alisha lagi.Setiap pagi Alisha terbangun dengan mata sembab, menatap layar ponselnya berharap ada pesan masuk dari Bara. Namun nihil. Tak ada nama ‘Bara’ muncul di notifikasinya. Hanya grup keluarga dan pesan broadcast yang masuk.Ia duduk di pinggir ranjang, menatap kosong ke dinding kamarnya. Hatinya semakin hampa.Sementara itu, Bara memilih menenangkan pikirannya. Setiap pulang kerja, ia hanya masuk kamar, menyalakan lampu temaram, duduk bersandar di ranjang sambil menatap foto Alisha di layar ponselnya.Ia menatap mata gadis itu dalam foto. Senyuman lembutnya, tatapan teduhnya, semua selalu berhasil menenangkan hati Bara. Namun kali ini justru membuat hatinya semakin sakit.“Aku butuh waktu, Sha…,” gumam Bara pelan. Suaranya serak menahan tangis.Hari demi hari berlalu. Sudah tiga hari sejak kejadian itu, Bara belum juga menemuinya. Alisha menunggu di rumah, menatap setiap motor dan mobil yang lewat depan rumahnya, berharap salah satu

  • Terjerat Cinta CEO Posesif   Bab 45

    “Bara kamu bercanda kan?” tanya Mama Bara.Bara menggeleng, lalu kembali melangkah keluar menemui Alisha yang masih menunggu di luar dengan bingung, namun dengan cepat Mama Bara kembali menahan pergelangan tangannya.“Bara, Mama lihat dia kemarin…” suaranya bergetar menahan emosi, “ dia cek kandungan sama laki-laki lain.”Bara menatap mamanya dengan dahi berkerut, hatinya berdegup kencang. “Maksud Mama apa? Nggak mungkin.”“Beneran!” sahut mamanya cepat, matanya melotot. “Kalau kamu nggak percaya, tanya adik kamu, Christine… Christine!” panggil mamanya dengan suara tinggi.Tak lama kemudian terdengar langkah tergesa menuruni tangga. Christine muncul dengan ponsel di tangannya.“Iya, Ma. Ada apa? Apa pacar Kak Bara sudah datang?” tanyanya menatap Bara dengan antusias. “Iya sudah datang, tapi kamu pasti kaget siapa pacarnya.” “Emang siapa ma?” “Lihat aja sendiri tuh kedepan! Nggak habis pikir mama, bis

  • Terjerat Cinta CEO Posesif   Bab 44

    “Maaf kalau Alisha ada salah ya, Mi,” kata Alisha setelah berpamitan untuk mengundurkan diri.“Sama-sama.”Alisha pun keluar dari tempat karaoke itu.“Untung aja orang tuanya kasih jaminan. Kalau nggak, nggak bakalan gue lepasin. Udah bikin masalah, nggak ngasih duit lagi,” gumam sang mami saat melihat Alisha pergi meninggalkan tempat karaoke.Begitu keluar dari tempat karaoke setelah menemui Mami, Alisha menarik napas panjang. Ia kini akhirnya bisa bernafas dengan lega dan tidak perlu lagi berurusan dengan pekerjaan yang penuh resiko seperti pemandu lagu.Di tangannya, ia masih tergenggam ponsel yang bergetar pelan. Ia menatap layarnya sejenak sebelum mengetik pesan.Bara,Tak lama, ponselnya langsung bergetar lagi. Balasannya datang begitu cepat.Iya, ada apa sayang? Butuh sesuatu?Alisha menatap layar sambil menahan senyum kecil. Tangannya mulai terasa dingin karena angin malam, tapi hatinya justru m

  • Terjerat Cinta CEO Posesif   Bab 43

    Setelah mendapat izin dari Mamanya, Alisha akhirnya pulang untuk menemui Mami, bos di karaoke tempat kerjanya. Ia ingin berpamitan baik-baik, walau hatinya berat. Bagaimanapun, Mami sudah menolongnya saat ia terpuruk dulu.Dengan langkah cepat, Alisha berjalan di lorong rumah sakit menuju parkiran. Matanya sedikit sembab karena habis menangis menatap Papa yang masih belum sadar, meski sudah ada gerakan di jarinya pagi tadi. Doanya hanya satu, agar Papa segera pulih.Tanpa sengaja, saat melamun sambil menunduk, brakk!Ia menabrak seseorang cukup keras hingga tubuhnya terpental sedikit. Suara ringkikan kesakitan terdengar pelan.“Aduh!” rintih seorang wanita. Alisha cepat-cepat menoleh.Ia melihat seorang ibu hamil dengan perut besar, mengenakan gamis panjang warna mocca dan jilbab senada. Wanita itu memegangi perutnya sambil meringis.“Astaga… maaf ya, Bu! Saya nggak sengaja!” seru Alisha panik, matanya menatap perut sang Ibu deng

  • Terjerat Cinta CEO Posesif   Bab 42

    Alisha senang sekali mendengar kabar baik dari Dokter tentang kondisi Papanya. Setelah menunggu cukup lama dengan perasaan cemas, akhirnya hari ini ia bisa bernapas lega. Papanya menunjukkan perkembangan signifikan dan diperkirakan dapat pulang dalam beberapa hari ke depan.Ia menatap Mamanya, Andin, dengan mata yang berembun, lalu memeluknya erat."Ma, Papa pasti cepat sembuh ya," ucapnya dengan suara bergetar menahan tangis haru."Iya, Nak. Tuhan pasti mendengar doa kita," balas Andin sambil mengusap punggung putrinya penuh kasih sayang.Dalam suasana bahagia itu, tiba-tiba terdengar suara ketukan pelan di pintu ruangan.Tok... Tok... Tok...Keduanya menoleh bersamaan. Seorang pria berjas rapi masuk sambil membawa sebuah bingkisan besar dengan pita putih di atasnya."Nona Alisha?" tanyanya sopan."Iya, itu saya," jawab Alisha sambil melepaskan pelukan Mamanya."Ini ada kiriman dari Pak Bara," ucap pri

  • Terjerat Cinta CEO Posesif   Bab 41

    Alisha berjalan di samping Andin menyusuri lorong menuju ruang ICU tempat Marchel dirawat. Bau antiseptik yang khas memenuhi udara, membuat suasana terasa semakin sunyi dan tegang. Setibanya di depan pintu ruangan, seorang dokter keluar dan Andin segera menyapanya, "Bagaimana perkembangan suami saya, Dok?" tanya Andin, suaranya tenang namun jelas menyimpan kekhawatiran. Dokter itu menghela napas pelan, lalu menjawab dengan sopan, "Masih seperti kemarin, Bu. Kondisinya stabil, tapi belum ada respon kesadaran yang signifikan. Namun kami akan terus berusaha semaksimal mungkin." “Tetapi ada kemungkinan suami saya untuk sembuh kan, Dok?” Tanya Andin dengan penuh harap. Dokter itu mengangguk pelan, “Semoga saja bu, kita hanya bisa berdoa dan melakukan yang terbaik untuk kesembuhan Pak Marchel,” "Baik, Dok. Terima kasih atas usahanya." Sahut Andin. Setelah dokter itu berlalu, suasana

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status