Alisha adalah anak tunggal dari keluarga terhormat, namun karena kesalahan yang dia lakukan membuatnya terusir dari rumah. Terbiasa hidup mewah, Alisha kesulitan untuk beradaptasi dengan kehidupan yang jauh dari standartnya selama ini. Dia juga kesulitan mencari pekerjaan yang mudah namun mampu menghasilkan uang banyak. Akhirnya salah satu temannya menyarankan Alisha untuk bergabung di bisnis haram seperti dirinya dan tidak sengaja bertemu dengan Bara, kakak dari salah satu teman sekolahnya yang ternyata sang calon CEO di perusahaan besar. Mereka saling mengenal dan terlibat kisah asmara. Suatu hari, Bara meminta Alisha berhenti dari pekerjaannya namun Alisha menolak karena dia sudah nyaman dengan pekerjaan itu. Mampukah Bara membuat Alisha menurut padanya untuk meninggalkan dunia prostitusi?
View More"Ahhh… Enak sayang. Lakukan lebih cepat, aku mau lebih," Pinta Alisha ketika Dareen, pacarnya, sedang menjelajahi tubuhnya dengan menggunakan jari. Dia sudah tidak lagi sabar menahan hasrat yang memuncak di seluruh tubuhnya. Namun bersamaan dengan itu, tiba-tiba teriakan terdengar menggema di ruangan itu.
"ALISHAAAA!!!!" Alisha segera bangkit dan menoleh ke arah sumber suara, penampilannya masih berantakan dengan baju yang masih terbuka di bagian dada. "Sial," Gumam Alisha sambil merapikan kembali penampilannya begitu melihat siapa pemilik suara itu. Tidak lain adalah sang papa yang tengah memergokinya sedang bermesraan dan hampir melakukan hubungan seksual dengan sang pacar di sofa ruang tamu. Tentu saja Alisha panik, dia bisa dihukum habis-habisan oleh sang papa. Ketahuan berteman dengan teman laki-laki saja papanya marah besar apalagi ini ketahuan pacaran! Hari ini Alisha berani membawa Dareen ke rumah karena dia mendengar Mbak Ti, pembantu di rumahnya, mendapat telepon dari sang papa jika ia tidak pulang dalam beberapa hari karena langsung bertolak ke Lampung. Marchel Mahendra, papa Alisha, memang jarang sekali pulang ke rumah dan sejak dulu, dia selalu menerapkan aturan yang terlalu ketat pada Alisha seperti tidak boleh main terlalu lama, tidak boleh mengenal laki-laki, bahkan tidak boleh pacaran sama sekali. Alisha merasa itu bukanlah hal yang wajar sama sekali karena teman-teman sekolahnya sudah banyak yang punya pacar. Alisha berdiri terpaku, wajahnya pucat pasi dan tubuhnya gemetar. Ia tidak tahu harus berbuat apa, hanya bisa diam terpaku di tempat. Sementara itu, Dareen sama sekali tidak menunjukkan ketakutan atau kepanikan di wajahnya. Sebaliknya, ia justru terlihat santai, seolah menganggap yang terjadi padanya dan Alisha adalah hal yang biasa terjadi. "Halo om," sapa Dareen pada Marchel Mahendra, Papa Alisha. Namun, Marchel sama sekali tidak menggubris sapaan Dareen. Dengan langkah cepat, ia langsung menghampiri Alisha dan tanpa peringatan langsung melayangkan tamparan keras ke pipinya. "Dasar jalang!!! Keluar kamu dari rumah ini!" Teriak Marchel. Bukan tamparan dari ayahnya yang membuat Alisha terkejut, melainkan kata pertama yang keluar dari mulutnya. “Apa? Jalang? Apa maksud papa... aku?” tanya Alisha tidak percaya. Marchel menatap putrinya dengan sorot mata penuh amarah, napasnya memburu seolah menahan ledakan emosi yang hampir tak terbendung. "Kau masih berani bertanya?" suaranya terdengar dingin dan menusuk, "Aku sudah muak dengan tingkahmu, Alisha! Kau membuat malu keluarga ini!" Alisha menggigit bibirnya, menahan gejolak perasaan yang berkecamuk di dadanya. Pipinya masih terasa panas akibat tamparan itu, tapi bukan itu yang membuatnya sakit melainkan kata-kata ayahnya yang menusuk seperti belati. Dareen yang sejak tadi diam, tersenyum tipis sambil menyilangkan tangan di dadanya. Seakan menikmati kekacauan yang terjadi. Marchel melirik Dareen tajam, ekspresinya semakin mengeras. "Dan kau, pergi dari sini sekarang juga!" Kata Marchel mengacungkan jari telunjuknya tepat ke wajah Dareen. Dareen menatap Marchel sekilas, lalu tanpa sepatah kata pun, ia berbalik dan pergi. Langkahnya santai, seolah tak peduli dengan kekacauan yang ditinggalkannya. Alisha menahan napas, berharap Dareen setidaknya menoleh. Tapi tidak. Bahkan sekilas pun, Dareen tak melihat ke arahnya. Pintu tertutup, meninggalkan keheningan yang justru terasa lebih menusuk. Alisha menunduk, tidak tahu harus bagaimana menghadapi ayahnya sekarang. "Apa yang kau tunggu? Sekarang juga keluar kau dari rumahku!" Kata Marchel memecah keheningan bahkan sebelum Alisha sempat mengucapkan minta maaf. "P... Papa mengusirku?" Tanya Alisha tidak percaya, matanya berkaca-kaca menatap wajah ayahnya. Berharap apa yang di katakan ayahnya hanyalah halusinasinya saja. Namun ternyata tidak, sang ayah benar-benar mengusirnya. "Apa kau tidak bisa mendengar?" Sarkas Marchel. Dia tidak peduli apa yang dilakukan Alisha dengan pacarnya tadi, baginya ini adalah kesempatan untuk mengusir anak yang selama bertahun-tahun telah membuatnya merasa muak bahkan hanya untuk melihatnya saja. Ya, Marchel sebenarnya sama sekali tidak pernah peduli dengan Alisha. Ada sesuatu yang membuat Marchel bersikap seperti itu pada Alisha. Dengan berlinang air mata, Alisha segera pergi ke kamarnya dan mengemasi barang-barangnya. Ia sengaja berlama-lama berkemas sambil menanti Ayahnya datang menghampirinya ke kamar dan berkata bahwa apa yang dilontarkan oleh sang ayah tadi hanyalah emosi sesaat. Namun detik demi detik berlalu, tidak ada apapun seperti yang dia harapkan. Sepertinya sang ayah memang benar-benar mengusirnya. Di saat seperti ini, dia berharap ibunya datang menghampirinya dan memeluknya. Tetapi wanita yang dia sebut mama itu sedang berlibur entah kemana. Mama Alisha jarang di rumah, dia lebih sering berlibur bersama teman-teman sosialitanya tanpa mempedulikan Alisha seolah keberadaan Alisha bukan sesuatu yang penting baginya. Selama ini Alisha hidup sendiri di istana yang mewah itu. Ia menarik napas panjang, memaksa dirinya untuk tetap tegar. Dengan satu tarikan kuat, ia menutup koper dan menyeretnya ke luar kamar. Sepanjang lorong, ia melirik ke ruang kerja ayahnya. Pintu itu tetap tertutup rapat, seolah di baliknya tidak ada siapa pun yang peduli. Ketika sampai di depan rumah, seorang sopir keluarga sudah menunggu di samping mobil. "Nona Alisha, saya akan mengantar Anda ke mana?" tanyanya dengan sopan. Alisha menggigit bibirnya. Ke mana ia harus pergi? Tidak ada tempat lain yang bisa ia sebut rumah selain tempat ini. Namun, ia tahu ia tidak bisa tinggal. "Saya bisa pergi sendiri," jawabnya pelan, suaranya terdengar tegas meskipun hatinya bergetar. Ia meraih koper dan melangkah keluar gerbang, meninggalkan segalanya di belakang.Tok... Tok... Tok... Alisha yang masih tidur, segera terbangun karena suara ketukan pintu di ruanganya. Matanya masih setengah terpejam, rambutnya berantakan, ia bergumam pelan.“Ya...?” tanyanya dengan suara serak khas orang baru bangun tidur.“Pagi, princess!” terdengar suara riang dari balik pintu.Alisha terkejut. Ia langsung mengenali suara itu. “Bara? Kamu datang? Ini masih pagi loh...”Bara di luar kamar terkekeh. “Coba tebak aku bawa apa?”Alisha mengucek matanya sambil duduk di ranjang. “Apa? Bunga?”Bara menggeleng, meski Alisha tak melihat.“Coklat?” tebaknya lagi.“Salah juga.”Alisha mulai mendengus. “Ya terus apa dong? Jangan-jangan kamu malah nggak bawa apa-apa.”“Sabar, aku hitung ya. Satu... dua... tiga...”Tiba-tiba terdengar suara lain menyusul. “Taraaa...!”Pintu terbuka, dan sosok yang tak asing masuk ke kamar.“Christine?!” seru Alisha kaget, seketika rasa kantuknya hilang.Gadis itu tersenyum lebar lalu berlari kecil menghampiri Alisha. “Hai Sha! Gue kangen ban
Puas mengobrol dan bersenda gurau hingga malam, Bara pun akhirnya pamit. “Aku pulang ya? Besok aku ke sini lagi,” katanya sambil merapikan jaketnya. Alisha menggeleng pelan. “Kalau capek nggak usah, Bara. Nanti aja ketemu kalau aku udah sembuh, oke?” Bara tersenyum miring, mencondongkan tubuh. “Ehm… nggak janji, ya? Soalnya kaki aku biasanya gerak sendiri kalau lagi kangen kamu.” Alisha mendengus gemas. “Mulai deh… habis kena sihir di mana sih kamu tiba-tiba jadi senang ngegombal gini?” “Itu, di depan pintu ruangan kamu sihirnya kuat banget. Bisikin aku katanya gombalin Alisha terus, Bara. Dia kalau malu pipinya gede merah kayak bakpau tomat.” Alisha ternganga, lalu cekikikan. “Emang ada bakpau tomat?” “Ada, ini.” Bara menunjuk pipi gembung Alisha, menekannya dengan jahil. Wajah Alisha kembali memerah. Ia menutup pipinya dengan tangan. “Kalah aku hari ini sama kamu, Bara.” Bara mengangkat alis nakal. “Se
Sementara Alisha bersama Bara di ruangannya, Andin masih setia berada di ruangan Marchel sejak tadi. Ia duduk di kursi samping ranjang, tangannya menggenggam tangan Marchel. Suaranya lirih mengajak bicara Marchel, karena sesuai anjuran dokter agar otot sensorik dan kesadaran Marchel lebih cepat pulih.“Kamu tahu nggak, Mas… anak kita udah punya pacar loh,” ucap Andin sambil tersenyum tipis, berusaha mencairkan suasana. “Ganteng, CEO baru. Namanya Bara, tapi ya namanya hubungan, pasti ada jatuh bangunnya. Kayak kita dulu, kan? Hubungan kita yang awalnya hambar, tapi entah kenapa aku selalu percaya, suatu saat nanti aku dan kamu bakal jadi kita yang utuh.”Suara Andin mulai bergetar. Ia menunduk, menahan air mata. “Aku sadar, Mas… yang benar-benar mencintaiku bukan orang yang sekadar bilang ‘aku cinta kamu’, tapi orang yang selalu ada waktu aku butuh. Yang nggak pernah ingin aku menderita. Dan aku merasakan itu… cuma dari kamu, Mas. Bukan dari Marco.”Nafasn
Setelah Bara pergi, Alisha masih tersipu malu. Pipinya panas, jantungnya berdegup kencang tak beraturan. Lelaki itu benar-benar mampu membuat suasana hatinya berubah drastis. Jika kemarin ia merasa sendirian, sekarang ada Bara yang hadir membawa kehangatan dan membuat dunianya kembali terasa penuh warna.Tok tok…“Sha, Mama boleh masuk?” terdengar suara lembut Andin dari balik pintu.Alisha buru-buru menarik selimut, merapikan posisi tidurnya. “Eh iya, Ma… masuk aja.”Andin membuka pintu sambil tersenyum. “Loh, Bara mana?”“Beli makanan, Ma.” jawab Alisha cepat, tapi senyum malu-malu yang menyertai membuat Andin langsung mengerti.Andin duduk di tepi ranjang, jemarinya membelai rambut putrinya penuh kasih. “Kamu sudah lebih baik, Nak?”“Iya, Ma. Udah mendingan,” sahut Alisha lirih.Andin mengangguk pelan. “Mama juga melihatnya begitu. Apalagi sejak Bara datang… wajah kamu lebih segar, hatimu juga pasti ikut memb
Bara menatap Alisha serius. “Takut kenapa, Sha?”Alisha menarik napas pelan, lalu menunduk. “Takut kalau kamu punya pacar baru.”Bara sontak terkekeh kecil, lalu menggeleng. “Mana ada, Sha. Kan kamu pacar aku.”Alisha langsung melotot kecil, wajahnya memerah. “Ih, Bara… ngomongnya gampang banget. Lagian sejak kapan kita jadi pacar kamu aja nggak pernah nembak aku.”Alisha langsung melotot kecil, wajahnya memerah. “Ih, Bara… ngomongnya gampang banget. Lagian sejak kapan kita jadi pacar? Kamu aja nggak pernah nembak aku.”Bara menaikkan alis, lalu tersenyum nakal. “Lah, tadi udah nembak.”Alisha berkerut bingung. “Kapan?”“Ya tadi,” jawab Bara santai, “waktu aku cium kamu. Kalau dipikir-pikir, kita udah beberapa kali ciuman, jadi anggap aja itu momen aku nembak kamu.”Alisha spontan menepuk lengannya, separuh malu separuh kesal. “Kamu ini ya… CEO, ganteng, punya segalanya, tapi nggak bisa romantis sama sekali. Mas
“Papa…” suara Alisha bergetar ketika memasuki ruangan.Di ranjang rumah sakit itu, Marchel sudah membuka mata. Tubuhnya masih lemah, selang infus menempel, tapi sorot matanya hidup, tajam namun rapuh.Alisha mendekat, berusaha menahan air mata. “Ini Alisha, Pa… syukurlah Papa sudah sadar.” Tangannya gemetar saat mengelus pipi lelaki tua itu. Meski hatinya menyimpan luka atas perlakuan sang ayah di masa lalu, tak pernah sedikit pun terbersit rasa benci.Andin yang berdiri di samping mereka ikut menenangkan. “Papa masih belum bisa bicara, Nak… dokter bilang butuh waktu untuk pulih. Tapi lihat, tatapan Papa nggak lepas dari kamu.”Marchel menatap Alisha lama sekali, matanya basah, seolah ada ribuan kata yang ingin ia sampaikan tapi terhalang oleh kelemahan tubuhnya. Jemarinya bergetar, berusaha mengangkat, namun hanya mampu sedikit bergerak.“Pa…” Alisha makin terisak, menggenggam tangan ayahnya erat-erat. “Nggak apa-apa kalau Papa belum bis
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments