Rose menoleh ke arah Anantha yang memegang sendok di tangannya. Putrinya terlihat berjalan ke arah mereka dengan tatapan lurus ke arah pria yang semakin mengendurkan pelukannya pada tubuhnya.“Ibu, berdiri di belakangku, aku akan melindungimu darinya,” titah Anantha dengan tatapan tajam ke arah William.Rose melirik pada tamu tidak disangka bisa sampai di apartemen miliknya. Ia bahkan belum memberitahu siapa pun tentang tempat ini selain Rendy yang memang memilihkan untuknya.William melirik pada Rose yang terdiam sebab merasa bersalah, “Kita akan bicarakan ini setelah aku menyelesaikan dengan gadis di hadapanku,” katanya lembut, tetapi terdengar ada sirat kemarahan di sana.Anantha mundur selangkah ketika tangan kekar itu menjulur ke arahnya. “Jangan menyentuhku, Paman.”William menggeram rendah, hatinya mendadak marah dengan ucapan Anantha yang tidak mengenali dirinya. Ia menoleh ke belakang di mana Rose seolah membuang muka ke arah lain.“Jangan takut padaku,” kata William.“Paman
Diana mengepalkan tangan di dalam kamar. Ia sudah berjuang selama bertahun-tahun lamanya berjuang mendapatkan cinta Nicholas tetapi tidak berhasil sama sekali.“Tidak tidak berubah sama sekali,” murkanya dengan napas terengah, “bahkan setelah wanita sialan itu menghilang dengan pria lain dia masih saja menunggunya.”Ia memejamkan mata, kesal ketika pendengarannya menangkap suara margaret yang memanggil Nicholas dengan nada yang tidak biasa. Ia keluar dari kamar dan dengan segera ke arah kamar mertuanya.“Tidak bisakah–”Diana terbelalak ketika mendapati Margaret sudah berada di atas lantai dengan sup yang tumpah di atas pakaiannya. Wanita malang itu melambai ke arahnya dengan tangan berdarah terkena pecahan.“Apa yang Ibu lakukan?” kesal Diana marah. Ia menghampiri Margaret sebelum Nicholas datang dan melihat kejadian tersebut.“Tidak bisakah Ibu memanggil dengan menekan tombol it?” Diana begitu marah, ia membantu Margaret naik ke atas ranjang dengan hati-hati.“Kalau seperti ini, sia
Sedangkan itu, di tempat yang berbeda, Rose berulang kali meneguk air di dalam gelasnya yang terus diisi hingga penuh. Pertemuan dengan William tidak ada dalam agendanya hari ini.“Ibu ada apa denganmu?” Gadis kecil itu mendongak.Rose meletakkan gelas miliknya dan berjongkok. “Kau belum tidur?”Gadis itu menggeleng lemah dengan bibir mengerucut. “Aku merindukan Satria,” katanya, “bukankah paman ingin membawanya menemui kita, tapi kenapa sampai malam mereka belum tiba ya.”“Anantha, ini sudah malam,” kata Rose lembut, “mungkin besok, pamanmu dan Satria sudah tiba.”Gadis itu mendesah ia memeluk ibunya dan berkata. “Ibu siapa paman yang tadi di bandara. Aku merasa tidak asing dengan wajahnya.”Tubuh Rose menegang, mengingat kembali bagaimana paniknya William membawa Kanaya ke rumah sakit sudah menjawab semua yang terjadi selama lima tahun terakhir.“Dia, dia adalah–” Rose mulai ragu, selama ini Anantha tidak pernah menanyakan tentang siapa ayahnya. Membicarakan William secara tiba-tib
Lima tahun telah berlalu.Di kota besar, tepatnya di bandara Internasional John F. Kennedy. Seorang wanita cantik dengan rambut tergerai melangkah dengan anggun. Di belakangnya seorang anak berusia 5 tahun setenga memeluk boneka beruang dengan senyum yang hangat.“Paman, cepat bawa koperku!” titahnya dengan suara yang nyaring.Pria yang sedari tadi menari dua koper sekaligus mengangguk dan melangkah cepat. Mengekor di belakang dua wanita cantik yang mulai menjadi pusat perhatian orang-orang di bandara.Dia menoleh, menatap pada gadis kecil yang selalu mengingatkannya dengan seseorang. “Jangan suka berteriak. Ingat Paman Don lebih tua darimu, jadi belajar hargai dia.”Gadis kecil itu menunduk. “Maafkan aku, Ibu. Paman Don, koperku jangan ditinggalkan, di dalamnya banyak mainan dan permen milikku.”“Paman Don tidak mungkin meninggalkan mainanmu, ayo jalan di sebelah Ibu.”Gadis kecil itu mengangguk. “Bai Ibu.”Di waktu yang bersamaan, di tempat yang sama, seseorang turun dari mobil den
Membuang napas pelan, Rose berbalik. Ia membaringkan tubuhnya pelan dan berharap besok dirinya menemukan kebaikan di setiap langkahnya.“Kau menghayal lagi?” Seseorang membuka pintu kamarnya, berjalan ke arah Rose yang langsung tersenyum menyambut kedatangannya.“Kau baru kembali?” Rose yang hendak bangun segera dihalangi.“Tidak usah bangun, aku hanya datang melihat kondisimu,” katanya tersenyum hangat.Namun, Rose tidak mengindahkan, ia mencoba untuk menegakkan tubuhnya dan bersandar di badan ranjang. “Aku senang karena kau masih mau bersikap baik padaku.”Berdecak kecil, pria itu merapikan selimut Rose dan menepuk punggung tangan wanita hamil itu. “Tidak ada alasan aku tidak baik padamu, kau sudah seperti adikku, jadi sudah seharusnya aku menjagamu, kan?”“Aku menyusahkanmu, andai saja malam itu kau tidak–”“Jangan membahasnya, kita lanjutkan saja hidup seperti yang seharusnya. Kau dan anakmu adalah tanggung jawabku sekarang,” katanya seraya tersenyum lembut, “sekarang tidurlah, ak
Sementara itu di tempat lain, Nicholas yang mendengar bahwa Diana berada di rumah sakit, segera bergegas untuk pergi. Ia bahkan melupakan perutnya yang lapar karena tidak ada makanan di dalam rumah.“Bagaimana bisa dia ke rumah sakit sendirian,” gerutu Nicholas.Sepanjang jalan menuju rumah sakit, ada saja halangan yang menimpanya. Seperti kali ini, ia hampir saja menabrak seorang wanita dengan payung hitam di jalan.“Kau bisa jalan yang benar tidak!” teriak Nicholas kesal.Ia mendengus kesal. karena wanita berpayung itu seolah tidak bersalah dan pergi dengan tergesa.“Dia bahkan tidak minta maaf,” kesalnya kembali melajukan mobilnya ke arah rumah sakit.Selagi itu terjadi, di rumah sakit, Diana tengah meraung di dalam kamarnya. Tubuhnya yang lemah kini semakin memprihatinkan. Ia menatap nanar pada tubuh kecil yang terbaring kaku di box bayi di sebelahnya.“Kalian pasti salah,” katanya dengan tangis yang mulai mengering, “bagaimana mungkin dia adalah anakku.”Rendy datang dari luar, s
Randy mendengus kasar, ia berjalan ke arah ruang ganti dan mencari pakaiannya. Di belakang, Diana berjalan mondar mandir, khawatir jika Nicholas sadar dan menyalahkan dirinya.Belum sempat ia selesai dengan pikirannya sendiri, ponselnya berdering. Ada nama Nicholas di sana.Merasa ragu, ia lantas mematikan ponselnya tanpa berpikir panjang.“Aku yakin dia sudah mulai curiga padaku,” gemasnya pada dirinya sendiri.Tidak berselang lama, Rendy keluar dengan penampilan yang jauh lebih baik. Pria itu, mengerling seksi pada kekasihnya yang terlihat marah.“Aku hanya ingin dia tahu, jika aku lebih mencintaimu dibandingkan dirinya,” tukas Randy menatap dirinya dari pantulan cermin.Diana menoleh cepat. “Untuk apa. Kau ingin hancurkan rumah tanggaku?”“Rumah tangga apa yang kau harapkan darinya? Dia bahkan tidak pernah melihatmu sebagai seorang istri.”Diana terdiam, hatinya begitu sakit dengan fakta yang Rendy ucapakan. Selama pernikahan mereka, Nicholas memang telah berubah banyak.Tidak ada
Beberapa bulan telah berlalu dengan sangat cepat. William yang awalnya tidak berniat untuk mencari keberadaan Rose. Kini tak bisa tinggal diam barang sedetik pun. Ia seperti orang gila setiap kali gagal dalam pencariannya. William berbalik ketika pintu ruangannya terbuka dengan paksa. Di sana ada Kanaya dengan rantang biru kesukaannya. Wanita cantik itu, menatap kesal pada sekretaris William yang terus bersikeras menolak kehadirannya.“Aku adalah kerabatnya, tidak sepantasnya kau--”“Kanaya, aku yang meminta untuk menolak kedatanganmu,” tukas William jengah, hampir setiap hari Kanaya datang dan mengusik ketenangannya.Kanaya terbelalak tak percaya dengan ucapan William, “Kau tidak serius dengan ucapanmu, kan William?”“Aku serius,” jawabnya, “fokus dengan usahamu sendiri, bukankah Ethan sudah menjelaskan banyak hal padamu. Coba untuk mempraktekkannya. Kau akan tahu, jika selama ini, kau banyak kerugian.”Kanaya mendengus dingin, ia berjalan masuk setelah memaksa sekretaris William un
Seolah tidak mendengarkan bosnya. Ethan tetap melangah masuk dan meletakkan bawaanya di atas meja. Setelah itu, ia melepaskan jas miliknya dan berbaring di sofa. Willam memejamkan mata, antara dirinya dan Ethan memang tidaklah terlalu kaku jika di luar kantor, tetapi dalam situasi kacau seperti ini Willam seperti merasa terganggu.“Wanita-wanita itu hanya memanfaatkan aku, Pak,” desah Ethan seraya memejamkan mata, ia patah hati dan tidak bisa berpikir dengan baik.Pria itu, menatap bosnya yang terlihat acuh padanya, tetapi karena terlalu terluka Ethan mengabaikan tatapan itu.“Aku hanya ingin serius dalam hubungan, tetapi selalu pegkhianatan yang aku dapatkan, dia berselingkuh, ah … mereka sengaja menjebakku dan memeras uangku selama ini,” ujar Ethan frustasi.Tak mendapatkan jawaban apa pun, Ethan kembali melanjutkan, “Pak, saya butuh libur selama bebrpa munggu. Saya ingin menenangkan diri agar bisa fokus dalam bekerja,” tukas Ethan dengan nada fruastasi.Willam menaikkan sebelah ali